Jumat, 30 Januari 2009

Laut Sawu Jalur Migrasi 14 Jenis Paus

WILAYAH perairan Laut Sawu yang terletak di antara Pulau Timor, Sabu, Sumba, Flores dan Kepulauan Alor, merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk di antaranya jenis paus langka yakni paus biru dan paus sperma.

Bahkan beberapa pulau di kawasan ini merupakan tempat peteluran penting bagi jenis-jenis penyu laut terancam, kata Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu-Solor, Lembata, Alor/SOLAR, Jotham S.R. Ninef, di Kupang, Jumat (30/1/2009).

Jotham mengemukakan hal itu berkaitan dengan pentingnya perlindungan wilayah perairan Laut Sawu dan rencana pemerintah Indonesia untuk menjadikannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN).Dia mengambarkan, perairan Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian kepulauan dan corak bawah laut yang dramatis.

"Perairan ini terletak di jantung bentang laut Paparan Sunda Kecil dibagian selatan segitiga karang dunia dan menyokong beragam habitat karang dan pelagis paling produktif," katanya.

Letaknya juga di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia, sehingga menjadikannya sebagai koridor migrasi utama 14 janis paus.

Wilayah ini, katanya, juga mengalami fenomena oseanografi yang dinamis termasuk diantaranya arus laut Indonesia yang terkenal kuat.

Kombinasi arus yang kuat dan tebing laut curang menyebabkan pengaduan arus dingin yang mungkin merupakan faktor utama pemicu ketangguhan terhadap ancaman terbesar akan peningkatan suhu permukaan laut terkait perubahan iklim.

Karena itu, jika dapat secara efektif dilindungi, maka menurutnya, Laut Sawu dapat menjadi tempat perlindungan bagi kehidupan laut dan sumber daya perikanan yang produktif diantara perubahan iklim global, katanya.

Perairan Laut Sawu mulai tahun 2009 ini dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) dengan luas 4,9 juta hektare.

Saat ini sedang dilakukan kajian dan perancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan Laut Sawu oleh sebuah tim yang berkantor pusat di Kupang, NTT. (ant edisi jumat 30 januari 2009)
Selanjutnya...

Nelayan Lamalera Tikam Empat Paus Belang Putih

NELAYAN di Lamalera, Kabupaten Lembata, menikam empat ikan paus belang putih berukuran besar, setelah 24 Desember lalu memperoleh "hadiah Natal" menaklukkan tujuh ikan paus dengan melibatkan puluhan nelayan.

Frans Keraf, nelayan Lamalera melaporkan, pada Senin (26/1/2009), beberapa orang nelayan Lamalera yang menggunakan sebuah sampan dilengkapi mesin Jonson 25 PK, menikam paus jenis belang putih empat ekor.

"Paus belang putih ini jarang didapat, apalagi sekali melaut mendapat empat sekaligus. Nelayan yang dapat juga hanya menggunakan sampan dengan mesin berkekuatan 25 PK," kata Keraf melaporkan dari Lamalera, Kamis (29/1/2009).

Dua dari paus jenis belang putih itu berbobot tujuh ton, satu paus berbobot lima ton dan satu lagi berbobot tiga ton. Keempat paus itu, ditikam sekitar satu mil dari pantai Desa Lamalera A dan Lamalera B di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata.

Setelah diseret ke pantai, para nelayan membagi-bagikan daging paus belang putih itu kepada semua pihak yang berhak mendapatkan bagian, sesuai dengan tradisi atau adat istiadat setempat.

Penangkapan kali ini, menurut Keraf, tergolong tidak lazim karena biasanya nelayan Lamalera berburu ikan paus dengan menggunakan "peledang" atau sejenis perahu tradisional.

Namun, pada penangkapan awal pekan ini, nelayan yang melaut menggunakan sampan dilengkapi mesin tempel merk Johnson, ketiban rezeki empat paus belang putih.

Biasanya, kata dia, nelayan lebih banyak memperoleh paus jenis lodam, bukan belang putih. Paus jenis ini juga pernah ditikam nelayan pada 24 Desember 2008 lalu, di mana dari tujuh paus yang ditikam, enam di antaranya jenis lodam dan satu jenis belang putih.

Para penduduk di Desa Lamalera A dan Lamalera B menggantungkan hidup dari berburu ikan paus karena tidak memiliki lahan pertanian yang subur, bahkan letak dua desa tersebut di atas bukit batu cadas. Daging dan minyak paus dibarter dengan pangan di Pasar Wulandoni,

Keraf menginformasikan, pada tahun 2007 para nelayan Lamalera berhasil menaklukkan 44 paus, sementara perburuan sepanjang tahun 2008 memperoleh 34 paus dan awal tahun ini, sudah empat paus yang ditangkap. (ant edisi kamis 29 januari 2009)
Selanjutnya...

Kamis, 29 Januari 2009

Lonto Leok Masih Bisakah Diharapkan?

PERISTIWA perang tanding memperebutkan tanah persawahan Rapi Dho, Desa Tal, Kecamatan Satar Mese yang menewaskan 3 orang warga Kampung Torok, Desa Papang, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Jumat 23 Januari 2009 menyisahkan sejumlah tanya.

Betapa tidak, persoalan tanah tersebut telah berlangsung lama dan terkesan dibiarkan terkatung-katung, kendati sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap berupa putusan Mahkamah Agung (MA). Namun, keputusan MA yang seharusnya dihormati tidak diterima baik oleh warga yang kalah oleh putusan MA tersebut.

Warga menolak karena memang dasar hukum (bukti) yang dipegang oleh para pihak semuanya lengkap dan dapat dibuktikan. Bukti-bukti yang dimiliki para pihak itu antara lain adanya Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT tahun 1960. Fatalnya, SK Gubernur yang memuat nama-nama pemilik tanah tersebut berbeda dengan kesepakatan masyarakat setempat yang tertuang dalam Buku Induk Organisasi setempat yang dibuat jauh sebelum terbitnya SK Gubernur.

Persoalan ini semakin memanas manakala pada tahun 2003 pemerintah menggalakkan sertifikasi tanah-tanah tersebut lewat Proyek Nasional Agraria (Prona). Warga yang tidak diakomodir dalam Prona ini terus melancarkan aksi ketidakpuasan sampai dengan meletusnya tragedi 23 Januari 2009 itu. Di sinilah rumitnya masalah tanah yang disengketakan warga Kampung Torok dan Kolang di Kecamatan Satar Mese tersebut.

Dari urutan peristiwa tersebut, jelas terbaca kalau persoalan tanah antara warga Kampung Torok dan Kolang itu terjadi karena tumpang tindihnya bukti yang dipegang masyarakat. Di satu sisi, warga mengklaim sebagai pemilik karena namanya tercantum dalam SK Gubernur tahun 1960. Tetapi di sisi lain ada warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah karena namanya termuat dalam Buku Induk Organisasi yang lahir jauh sebelum SK Gubernur terbit.

Lantas, apa yang dasar pijakan dari keluarnya SK Gubernur tahun 1960 tersebut? Masih adakah pijakan lain di luar Buku Induk Organisasi, sehingga gubernur menerbitkan SK tersebut?

Oleh karena begitu peliknya persoalan yang melingkupi sengketa tanah itu, maka kita mengharapkan agar Pemkab Manggarai dapat menjadi penengah persoalan tersebut dengan mengedepankan budaya setempat. Kita yakin orang Manggarai masih sangat menghormati budaya dan adat istiadatnya.

Selain itu, kita menyerukan kepada para pihak untuk mengakui secara jujur tentang kepemilikan tanah tersebut. Sebab, mengklaim tanah orang lain sebagai tanah sendiri itu di dalam adat orang Manggarai merupakan sesuatu yang sangat memalukan. Kalau kejujuran sudah tidak dapat diharapkan lagi, maka pemkab harus bisa mencari tokoh adat yang mengetahui seluk-beluk tentang sejarah tanah tersebut. Peran tokoh adat di sini dimaksudkan untuk mengonfirmasi soal kepemilikan sah tanah tersebut. Dengan demikian, orang atau para pihak yang tidak jujur mengungkapkan soal kepemilikan sah tanah tersebut atau mengklaim tanah tersebut sebagai pemilik sah dapat dihukum/didenda secara adat karena dilakukan secara terbuka di depan warga masyarakat lainnya.

Selain itu, pemkab juga bisa menawarkan kepada pihak yang kalah atau tidak menghormati putusan MA supaya ditransmigrasikan ke tempat lain di wilayah Manggarai, misalnya ke Buntal, Kabupaten Manggarai Timur. Komunikasi antara Pemkab Manggarai dan Manggarai Timur sangat penting untuk dapat merelakan sebagian tanahnya kepada warga yang bertikai.

Tidak mudah memang mengurai persoalan kepemilikan tanah yang telah berlangsung puluhan tahun ini, tetapi kita pun tetap mendorong Pemkab Manggarai untuk sesegera mungkin mencari penyelesaiannya. Pemkab Manggarai harus bercermin pada persoalan-persoalan tanah sebelumnya seperti masalah tanah warga Dalo-Lao, Ditong-Ngawut dan sejumlah masalah tanah lainnya. Sebab, jika inti persoalan ini tidak segera dituntaskan Pemkab Manggarai, maka menuai persoalan ikutannya di kemudian hari.

Kita tentunya tidak mau persoalan tanah di mana pun di Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat akan kembali membara dan memakan korban. Oleh karena itu, keseriusan Pemkab Manggarai menuntaskan dan mengurai inti persoalan ini dengan menggelar lonto leok dengan semua pihak harus secepatnya dilakukan. Kita tidak ingin darah kembali mengalir di areal-areal tanah yang sedang bermasalah dan meninggalkan duka yang mendalam kepada mereka yang ditinggalkan. * (pk edisi 30 januari 2009 hal 14)
Selanjutnya...

Negara Diskriminasi Terhadap Umat Kristiani

PELAKSANAAN Pemilu legislatif yang akan dilaksanakan pada 9 April 2009 merupakan salah satu bentuk diskriminasi negara terhadap umat Kristiani di Indonesia, karena bertabrakan dengan Hari Kamis Putih.

Hari Kamis Putih yang merupakan siklus terakhir dalam pekan suci dalam ziarah rohani 40 hari bagi umat Kristiani itu diyakini sebagai perjamuan malam terakhir antara Yesus Kristus dengan murid-murid-Nya sebelum wafat di kayu salib.

"Sebagai rakyat biasa, tentu kita tidak bisa menolaknya. Namun hal itu telah menjadi catatan sejarah diskriminasi negara yang tidak menolerir hari-hari suci umat beragama dengan kegiatan politik kenegaraan," kata pengamat politik Dr Chris Boro Tokan, S. H, M. H di Kupang, Kamis (29/1/2009).

Dosen Luar Biasa Hukum dan Perubahan Sosial pada Program Pascasarjana Bidang Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan sikap KPU yang menolak aspirasi umat Kristiani di NTT yang meminta agar pelaksanaan Pemilu legislatif ditunda karena bertabrakan dengan Hari Kamis Putih.

Dalam pengamatannya, pelaksanaan Pemilu legislatif yang jatuh bertepatan dengan hari raya keagamaan (Kristen) itu akan menambah tingginya angka golongan putih (golput) sebagai indikator kegagalan pemerintah dan elite politik membangun demokrasi dalam pemilu legislatif.

Dalam sejarah gereja Katolik dan Kristen Protestan, Hari Kamis Putih merupakan siklus terakhir dalam masa pekan suci dalam ziarah rohani umat Kristiani dunia dalam menjalankan puasa selama 40 hari seperti dalam tradisi umat Islam dunia yang ditandai dengan hari kemenangan atau Idul Fitri.
Boro Tokan yang juga mantan Sekjen PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) periode 1985-1988 mengatakan, dalam menghadapi situasi tersebut, para elite bangsa dan daerah teruji rohaninya dalam menerapkan kepemimpinan yang berlandaskan ideologi Pancasila.

Pancasila, katanya menjelaskan, merupakan ideologi tengah yang hadir di bumi Indonesia untuk mengimbangi pola-pola kepemimpinan yang menjurus ke arah kapitalis dan sosialis seperti pada beberapa negara di Eropa dan Amerika Latin.

Dalam kaitan dengan Pemilu legislatif, tambahnya, pemerintah dalam hal ini KPU tidak harus mengutamakan uang (biaya Pemilu) dan target kekuasaan (waktu pelaksanaan Pemilu presiden) sehingga bersikukuh tetap tidak mengubah jadwal pelaksanaan pemilu legislatif.

"Ini merupakan salah satu ciri kepemimpinan yang bergaya kapitalis dengan mengutamakan uang dan kekuasaan sebagai pertimbangan utama," katanya dan menambahkan, atas dasar itu, pemerintah jangan terjebak pada pola pikir tersebut dengan mengabaikan hari-hari pekan suci umat beragama (Kristiani).
Pola kemimpinan semacam itu, menurut dia, hanya diterapkan oleh negara-negara sosialis kiri (komunis) yang tidak mau menolerir kegiatan sakral keagamaan.

"Negara kita ini berideologikan Pancasila yang seharusnya mampu menyeimbangkan ideologi kapitalis (individu, uang dan kekuasaan) dengan ideologi sosialis (mengutamakan kepentingan umum dan negara mengabaikan kepentingan individu, kelompok, sedikit orang)," katanya menegaskan.

Boro Tokan menambahkan, Pemilu legislatif pada 9 April 2009 menjadi momentum ujian bagi para pemimpin bangsa dan daerah untuk menunjukkan watak kereligiusan dalam karakter kepemimpinan Pancasila.

"Para pemimpin dan elite sosial politik teruji kepekaan rohaniah dan tanggung jawab intelektual kepemimpinan Pancasila dalam menyikapi dan mengambil keputusan terhadap tanggal dan hari pelaksanaan pemilu legislatif yang jatuh pada hari Kamis Putih 9 April 2009 itu," katanya.

Ia menambahkan, "sebagai rakyat biasa tentu kita tidak bisa menolaknya, namun akibatnya tentu menjadi catatan sejarah diskriminasi negara yang tidak mentolerir hari-hari suci umat dengan kegiatan politik kenegaraan."

Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe mengatakan, KPU pusat harus segera menyikapi usulan penundaan pelaksanaan pemilu di NTT secara arif dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan keresahan.

"Artinya, KPU harus bercermin pada pluralitas bangsa Indonesia dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan usul penundaan Pemilu Legislatif di NTT, karena bertepatan dengan Hari Kamis Putih," kata Melkianus Adoe, Rabu (28/1/2009).

Melkianus Adoe yang juga caleg DPR RI menegaskan, jika KPU harus tetap pada jadwal yang sudah ditetapkan, maka banyak warga tidak memilih. Mereka tidak bisa disebut sebagai golput.

"Warga yang tidak ikut memilih tidak boleh kita sebut sebagai golput. Mereka tidak menggunakan hak politik karena regulasi yang tidak memberi ruang untuk orang memilih. Jadi bukan karena kemauan politik untuk tidak memilih, ini dua hal yang berbeda," tegas Melkianus Adoe. (aca/ant/pk edisi jumat 30 januari 2009 hal 8)
Selanjutnya...

Selasa, 27 Januari 2009

Tolak Peletakan TPS di Rumah Ibadah

ALIANSI Mahasiswa Pro Pluralisme (AMPP) Propinsi NTT menolak peletakan tempat pemungutan suara (TPS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di halaman gereja. Sikap KPU itu bertentangan dengan peraturan KPU No 35 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Suara Dalam Pemeiliha Umum Anggota DPR, DPR dan DPRD propinsi dan kabupaten/kota tahun 2009.

Penegasan ini disampaikan AMPP Propinsi NTT dalam pernyataan sikapnya yang ditandatangani Kasmir Kopong (ketua) dan Gusti Nagi (sekretaris) di Kupang, Selasa (27/1/2009).

AMPP menanggapi pernyataan Ketua KPU Pusat Abdul Hafiz Anshary yang berencana melakukan peletakan TPS-TPS di rumah peribadatan atau gereja karena pemilu legislatif, 9 April 2009 bertepatan dengan hari Kamis Putih yang dirayakan umat Kristiani.

AMPP menegaskan, pelatakan TPS-TPS di rumah peribadatan adalah tindakan yang sangat menganggu kekhusukan dan menimbulkan tekanan psikis bagi umat Kristiani yang sedang merayakan hari raya keagamaan.

"Rencana kebijakan tersebut secara tidak langsung sedang membawa aktifitas politik masuk ke dalam wilayah religius dimana turut menodai kesakralan tempat ibadah," demikian AMPP.

AMPP mengatakan, pernyataan ketua KPU sangat kontradiktif dengan ketentuan peraturan KPU No 35 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Suara Dalam Pemeiliha Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD propinsi dan kabupaten/kota tahun 2009. Mengutip Pasal 22 ayat 2 menyatakan : lokasi TPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dibenarkan menggunakan tempat-tempat ibadah, termasuk halamannya.

"Dengan demikian menggabarkan kinerja KPU yang tidak profesional dan inkonsisten terhadap peraturan yang telah dibuat," tulis AMPP.

AMPP menghimbau pihak gereja agar tidak terjebak untuk memberikan ijin peletakan TPS di sekitar gereja karena kebijakan tersebut menjauhkan keadilan dan mengabaikan aspek kerohanian dan kesakralan peribadatan umat. Selain itu, kebijakan itu menciptakan disparitas sosial antarmasyarakat di tengah kehidupan bangsa yang pluralis.

AMPP mengharapkan KPU dan pemerintah pusat harus segera menggeser jadwal pemiluh legilsatif sesudah pekan suci. Kebijakan pergeseran jadwal pemilu tidak hanya sekedar menjadi tuntutan toleransi negara terhadap kehidupan rohani umat tetapi juga menjadi pencitraan secara internasional bagi bangsa Indonesia di mata dunia bahwa terjadi toleransi yang tinggi dalam pelaksanaan kehidupan umat beragama dengan praktek kenegaraan di Indonesia.

AMPP menyatakan, apabila pemerintah dan KPU bersikeras untuk tetap tidak menggeser jadwal pemilu legislatif maka konsekuensinya banyak masyarakat akan tidak ikut memilih karena mereka lebih memilih beribadah pada hari Kamis Putih.

AMPP juga meminta gereja harus segera bersikap tegas, diantaranya mengimbau umat agar pada tanggal 9 April tidak melakukan aktivitas lain selain beribadah.

"Umat Kristiani di NTT sebagai bagian dari bangsa Indonesia maka negara harus menghargai dan menjamin serta menciptakan ketenangan lahir dan bathin dalam merayakan pekan suci bagi umat Kristiani," demikian AMPP. (aca/pk edisi rabu 28 januari 2009 hal 8)
Selanjutnya...

Terkena Uap Panas, Warga Mataloko Sakit

BERDASARKAN hasil identifikasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, saat ini ada 1.059 warga yang berdomisili di sekitar lokasi panas bumi Mataloko menderita sakit sejak terjadinya uap panas itu. Ada yang menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi kulit dan asma.

Data itu diperoleh setelah tim Dinkes Ngada dan Puskesmas Golewa diterjunkan ke lokasi Pembangkit Listrik Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko, Sabtu (24/1/2009). Tim itu diterjunkan dalam rangka mengidentifikasi penyakit yang diderita masyarakat pasca munculnya uap panas di lokasi PLTPB Mataloko.

Umumnya para penderita berdomisili disekitar lokasi semburan. Mereka mengaku menderita sakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi kulit dan asma. Mereka yang terkena penyakit didominasi penyakit ISPA, yakni sebanyak 544 penderita. Penyakit lainnya, yakni infeksi kulit sebanyak 185 penderita dan asma 33 penderita.


Penyakit yang diderita masyarakat ini ditemukan tim Dinkes Ngada pada empat lokasi, yakni Desa Ratogesa, Dadawea, Kelurahan Mataloko dan Kelurahan Todabelu.

"Meski data lapangan seperti itu, namun tim Dinkes Ngada masih terus melakukan identifikasi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, Hildegardis Bhoko, SKM, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (27/1/2009).

Dijelaskannya, tim yang diterjunkan itu beranggotakan staf Dinkes Ngada dan Puskesmas Golewa. Tim Dinkes Ngada dipimpin Longginus Lowa, SKM, Kasie Wabah dan Bencana pada Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Ngada.

"Tim ini sudah ke lokasi panas bumi, Sabtu (24/1/2009). Mereka telah melakukan identifikasi penyakit yang dialami para warga di radius yang berdekatan dengan lokasi panas bumi. Penyakit yang ditemukan antara lain ISPA sebanyak 544, infeksi kulit 185 dan asma 33 penderita. Penyakit yang ditemukan ini apakah karena uap panas dan semburan dari panas bumi tim Dinkes Ngada masih melakukan pemeriksaan," kata Bhoko.

Akan tetapi, lanjut Bhoko, penyakit yang ditemukan di lokasi ini berdasarkan pengakuan masyarakat. Data-data tentang para penderita itu akan dilengkapi sehingga dapat dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah pengeboran. "Sepengetahuan kami, kadar belerang itu bisa menyembuhkan penyakit. Tapi kalau kadarnya terlalu tinggi juga bisa berbahaya," kata Bhoko.

Dia menegaskan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan guna mengetahui lebih jelas dampak langsung dan tidak langsung dari pengeboran sehingga ada penyakit yang muncul di masyarakat.

Tutup Semburan

Sementara itu masyarakat yang berdomisili pada radius sekitar 600 meter dari lokasi panas bumi meminta Geologi dan Pemkab Ngada sesegera mungkin menutup lokasi uap panas yang menurut warga seperti lumpur panas itu.

"Geologi boleh katakan itu bukan lumpur panas, tapi kami minta supaya ditutup, sehingga tidak merusak lingkungan dan sumber air. Kami sudah kena dampakya, ternak sapi yang kami sering ikat di pinggir kali tidak kami ikat lagi. Kami takut air tercemar belerang," ujar Wilhelmus Bolo, warga Kampung Pomamana, Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, di Kantor Bupati Ngada.

Dia mengatakan, apa yang disampaikan tim Geologi Bandung itu memang haknya. Tapi lokasi yang mengeluarkan uap panas itu sebaiknya ditutup saja.

"Kami sering melintas di sekitar lokasi yang ada semburan lumpur panas itu," kata Bolo.

Dia mengatakan, masyarakat di Pomamana khawatir sumber air tercemar dan bisa mematikan tanaman di pinggir kali yang sering dipakai warga untuk minum. Sedangkan hasil identifikasi tim Bapedalda Ngada tentang apakah sumber mata air tercemar belum ada hasilnya karena masih dalam proses pemeriksaan.

Terkait semburan itu, tim Geologi Bandung yang terdiri dari Kaswani, Jani Simanjuntak dan Bambang Sulaiman, Selasa (27/1/2009) pagi menemui Bupati Ngada guna menyampaikan hasil pantauan di lokasi panas bumi. Tim ini menyampaikan bahwa semburan itu adalah uap panas, bukan lumpur panas. Mereka juga menjamin uap panas itu tidak berbahaya karena tidak mengandung zat kimia.

Menunggu Keputusan Tim Geologi

Mantan General Manager PT Perusahan Listrik Negara (PLN) Propinsi NTT, Amir Rosidin, menjelaskan, pihaknya masih menunggu keputusan final dari tim Geologi Bandung terkait uap panas yang terjadi di Mataloko-Ngada.
Ia mengatakan itu saat acara pisah kenal GM PT PLN NTT baru, S Januwarsono, di Restoran Nelayan Kupang dari, Selasa (27/1/2009) malam.

"Kami sudah mendapat pemberitahuan dari tim geologi yang sedang bertugas di Mataloko. Disampaikan bahwa masalah itu tidak berbahaya dan tidak mengganggu seluruh proses persiapan pembangkit listrik tenaga bumi (PLTPB) yang kini tengah berjalan," ujar Rosidin.

Hanya saja, kata dia, proses ini harus melalui keputusan dari pimpinan tim Geologi yang berpusat di Bandung. Artinya, hasil temuan itu akan dikaji, lalu Geologi Bandung memutuskan sesuai hasil kajian lapangan.

Rosidin menjelaskan, tim Geologi Bandung yang masih bertugas di Mataloko itu telah mengambil sejumlah sampel terkait kasus uap panas itu. Tiga sampel itu, yakni lumpur, batuan dan gas. Ketiga sampel tersebut nanti diuji di laboratorium untuk mengetahui kira-kira lumpur tersebut berasal dari lapisan mana.

Berdasarkan laporan dari lapangan, kata dia, apa yang terjadi di Mataloko sebenarnya kejadian biasa setiap tahun saat musim hujan. Saat musim hujan, ada air yang masuk ke pori-pori bumi sehingga menimbulkan sumbatan. Makanya terjadi semburan bersama lumpur. Kemudian radius semburan juga tidak seberapa jauh atau masih tidak mempengaruhi areal pertanian warga setempat.

"Kalau ada tanaman mati, itu karena uap panas yang terbawa angin bukan karena lumpur panas seperti yang diduga," ujar Rosidin.

Meski demikian ia menegaskan, dalam masalah ini, tim geologi yang tengah berada di lokasi harus memberikan pencerahan secara luas. Dia mengatakan, proses penggalian energi listrik panas bumi itu dilakukan tim geologi, bukan PLN. Olehnya tanggung jawab sepenuhnya ada pada tim geologi. PLN hanya menerima hasil kerja tim geologi. Kalau tim geologi merekomendasikan jalan maka pasti berjalan.

Hanya Enam Sumur

Pada bagian lain, Rosidin juga meluruskan pemberitaan tentang sumur yang tengah digali di tempat itu. Di lokasi panas bumi itu ada enam sumur, bukan delapan sumur.

Ia merincikan: sumur pertama telah dinyatakan gagal dan tidak digunakan. Sumur dua berkekuatan 100 KW, sumur tiga dan sumur lima berkekuatan 1,8 MW (dua sumur ini yang akan rencananya akan digunakan dalam waktu dekat bila tidak ada kendala).

Berikutnya, lanjut Rosidin, sumur empat disiapkan untuk pembangkit lain; dan sumur enam untuk kegiatan injeksi air ke dalam tanah. "Kondisi yang ada di tempat itu normal-normal saja, sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Lain soal kalau kondisi itu terjadi akibat kegiatan lain seperti, gempa bumi," ujarnya. (ris/ely/pk edisi rabu 28 januari 2009)
Selanjutnya...

Semburan di Mataloko Bukan Lumpur Panas

TIM Geologi Bandung memastikan bahwa semburan yang terjadi di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Mataloko Kabupaten Ngada adalah berupa uap panas bukan berbentuk lumpur panas.

Demikian keterangan Tim Geologi Bandung yang terdiri dari Kaswani, Jani Simanjuntak dan Bambang Sulaiman, saat ditemui di lokasi semburan, Senin (26/1/2009).

Ketiganya mengatakan, tekanan gas di bagian bawah tanah semakin besar. Besarnya tekanan itu telah bercampur dengan air yang masuk ke dalam sumur, sehingga muncul uap panas. Mereka mengibaratkan semburan itu seperti air yang mendidih.

Kaswani menjelaskan, hasil penglihatan tim, semburan lumpur panas tidak ada. Namun ada uap panas yang keluar karena adanya tekanan dari bawah tanah yang telah bercampur dengan air yang masuk, sehingga muncul lumpur panas di permukaan sumur.

"Hasil pantauan kami secara dekat tidak ada semburan lumpur panas. Yang ada hanya uap panas seperti air mendidih. Ini tidak membahayakan. Kami akan bawa sample air ini ke Bandung agar kami periksa. Saat kami pantau dari dekat, di sini tidak ada masalah. Kami jamin ini bukan seperti Lumpur Lapindo," ujarnya.

Ia meminta masyarakat tidak perlu resah. "Kami jamin tidak akan seperti di Sidoarjo. Ini hanya uap panas yang keluar karena bercampur dengan air yang masuk ke dalam sumur," kata Kaswani, yang dibenarkan temannya Simanjuntak.

Keduanya memastikan, memasukki musim panas nanti akan berkurang uap airnya. Uap panas itu sebenarnya sangat penting kalau dipasang guna mengangkat turbin listrik.

Mengenai bahaya terhadap lingkungan dan tanaman, Bambang Sulaiman mengatakan, ia memastikan tidak ada zat kimia yang ada dari semburan tersebut. Yang ada hanya uap air. "Tidak ada zat kimia yang ada di dalam lokasi panas bumi," kata Bambang.

Ketiganya mengaku, fenomena alam seperti munculnya uap panas bercampur air adalah hal yang biasa terjadi dan selama ini telah menjadi perhatian geologi. "Kami akan pantau terus guna melakukan proteksi sehingga tidak keluar dari zona yang telah ditetapkan," kata Kaswani. (ris/pk edisi selasa 27 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Minggu, 25 Januari 2009

Rp 2 Triliun Diselewengkan

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT menemukan keuangan propinsi dan kabupaten/kota di NTT diselewengkan senilai Rp 2,307 triliun, selama tahun 2004 - 2008. Temuan ini belum ditindaklanjuti.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua BPK Perwakilan Kupang, Muhammad Guntur, dalam raker para bupati se-NTT dengan Gubernur NTT di Ruang Sidang Utama DPRD Sumba Timur, Sabtu (24/1/2009).

Guntur mengatakan, temuan itu merupakan hasil pemeriksaan BPK dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Dari hasil pemeriksaan BPK dalam kurun waktu tersebut, demikian Guntur, berhasil mengidentifkasi 1.267 kasus dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah dengan nilai nominal Rp 3.711,89 triliun. Dari temuan itu, jelas Guntur, BPK telah menyampaikan 2.240 saran kepada pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten.

Dari 2.240 saran BPK, kata Guntur, hanya 670 yang ditindaklanjuti dengan nilai nominal Rp 1,404,81 triliun. Sisanya 1.570 saran BPK dengan nilai nominal Rp 2,307,08 triliun belum ditindaklanjuti pemerintah daerah dan DPRD.

Temuan terbesar di Pemprop NTT sebanyak 150 kasus dengan nilai Rp 423,61 miliar. Diikuti Kabupaten Sumba Timur 87 kasus, nilai nominal Rp 294,83 miliar, Kota Kupang 85 kasus nilai nominal 156,29 miliar, Kabupaten Ende 83 kasus dengan nilai nominal 270,56 miliar, Kabupaten TTS 82 kasus nilai nominal Rp 385,08 miliar, Flores Timur 80 kasus nilai nominal Rp 345,49 miliar.

Guntur mengatakan, kalau kejaksaan atau kepolisian jeli melihat temuan BPK, banyak pejabat yang masuk penjara. Terhadap temuan tersebut, demikian Guntur, BPK sudah berulang kali menyurati pemerintah daerah. Namun hanya beberapa daerah yang menyikapi saran dan imbauan dari BPK.

Guntur mengatakan, keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan akuntable tergantung pimpinan daerah menyikapi laporan keuangan di daerah masing-masing. Dari hasil pemeriksaan BPK, jelas Guntur, setiap tahun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah cenderung semakin tidak baik.

Karena itu, Guntur mengimbau agar pemerintah daerah merekrut tenaga lulusan akuntansi untuk membuat laporan keuangan. "Saya kira ini perlu disikapi seluruh instansi. Setiap temuan harus diusahakan untuk diselesaikan secepat mungkin. Percuma ada pemeriksaan kalau tidak ada tindak lanjut," saran Guntur.

Ia mengatakan, sesuai UU tentang pengelolaan keuangan negara, 60 hari setelah menerima hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah, temuan hasil audit itu harus ditindaklanjuti. Kenyataanya, kata Guntur, ada daerah yang bertahun-tahun tidak menindaklanjuti temuan BPK.

Guntur mengungkapkan, terkait hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan daerah, BPK RI menilai tidak ada upaya yang menyeluruh dan signifikan dari pemerintah untuk mengimplementasikan paket tiga UU di bidang Keuangan Negara tahun 2003-2004.

Hal itu, kata Guntur, karena pemerintah daerah belum berhasil membangun kelembagaan yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita reformasi di bidang keuangan negara. Yang dimaksud dengan instansai atau institusi, jelas Guntur, bukan sekadar unit organisasi maupun jenjang hirarki jabatan sebagai pejabat pemerintah daerah termasuk gubernur, bupati/ walikota maupun pimpinan serta bendahara proyek.

Lembaga juga sekaligus termasuk sistem yang meliputi aturan main dan tata cara maupun norma-norma yang mengatur perilaku serta caranya berinteraksi antar sesama yang pada gilirannya tata cara lembaga berinteraksi menentukan motivasi maupun sikap dan perilakunya.

Selain itu, kata Guntur, tidak ada perbaikan secara menyeluruh atas sistem pembukuan, sistem penerimaan daerah, dan tata kelola keuangan negara sekaligus mencerminkan lemahnya upaya preventif Pemda untuk mencegah KKN.

Ukuran sederhana, lanjut Guntur, banyak pungutan yang belum ada perda-nya atau perda tidak berjalan sesuai peraturan pemerintah (PP) yang menjadi landasanya. Hal ini, kata Guntur, masih dibiarkan berkala tanpa evaluasi dari pemda ataupun masukan yang harus diberikan pimpinan SKPDsebagai upaya optimalisasi pengenaan tarif.

Kalaupun ada SKPD yang kreatif menerapkan tarif baru selalu mendapat penolakan dari pimpinan SKPD sebelumnya dan belum tentu mendapat dukungan dari pimpinan daerah yang bersangkutan.

"Saya berharap setelah raker ini ada rakornis para kepala SKPD khususnya yang banyak menampung penerimaan daerah tingkat propinsi dan kabupaten/ kota untuk memikirkan teknis penerimaan daerah yang lebih optimal didukung dengan perda. Jangan lagi tahun 2009 kita buat pembusukan dengan menerapkan cara yang kurang baik dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah," tegas Guntur.

Secara bertahap, ungkap Guntur, BPK RI akan mengalihkan fokus pemeriksaan dari audit laporan keuangan ke pemeriksaan kinerja. Selain bergantung pada kemampuan sendiri, peralihan pemeriksaan BPK tersebut, jelasnya, juga ditentukan tiga hal.

Pertama, kemajuan sistem keuangan negara yang sejalan dengan ketiga UU Keuangan Negara 2003-2004. Kedua, penguatan sistem pemeriksaan internal pemerintah terutama kemampuan inspektorat jenderal, inspektorat propinsi dan kabupaten/ kota untuk melakukan audit keuangan. Ketiga, mendorong DPRD sebagai pemegang hak budget untuk mensuport pemerintah agar menindaklanjuti setiap rekomendasi BPK RI.

Guntur menjelaskan, sejumlah kebijakan publik telah diambil dengan berdasarkan rekomendasi BPK RI. Antara lain, cost recovery. Ia mengatakan BPK RI telah mengidentifikasi kelemahan cost recovery yakni; Pertama, banyaknya biaya yang tidak terkait langsung yang telah diperhitungkan dalam cost recovery karena longgarnya aturan. Kedua, tidak adanya standarisasi biaya dan benchmarking cost recovery. Ketiga, adanya transaksi afiliasi yang berpotensi merugikan negara. Keempat, permasalahan menyangkut insentive interest recovery.

Hasil pemeriksaan BPK RI juga dikirim kepada pemerintah, kata Guntur, fenomena penumpukan anggaran akhir tahun. Permasalahan rendahnya penyerapan anggaran dan menumpuknya belanja di
akhir tahun mengindikasikan lemahnya manajemen penganggaran dan pelaksanaannya oleh pemerintah.

Walaupun anggaran dapat dicairkan, tetapi tidak terserap ke dalam kegiatan atau menumpuk di- escrow account. Pemeriksaan BPK RI menemukan bahwa permasalahan tersebut terjadi setiap tahun pada hampir semua entitas dengan nilai yang cukup besar. Pencairan anggaran yang menumpuk pada akhir tahun tidak efektif sehingga tujuan lebih jauh dari pelaksanaan program untuk mendorong perekonomian masyarakat tidak tercapai.

Ia mengatakan, saat ini seluruh Pemda sedang membuat LKPD untuk diperiksa BPK RI. Ia menyarankan agar sebelum LKPD diserahkan ke BPK RI dilakukan review oleh inspektorat daerah. Hal itu dilakukan untuk menjaga quality assurance LKPD sehingga dapat secara dini mendeteksi, melokalisir dan mengoreksi kelemahan LKPD.

Lemahnya pengawasan internal pemerintah, kata Guntur, karena selalu melakukan inspeksi non keuangan, kurang menaruh perhatian pada pengawasan keuangan, kinerja, maupun upaya pemberantasan korupsi di instansi/ lembaganya.

Quality Assurance ini, jelas Guntur, sebagai penguatan pengawasan internal pemerintah dan untuk mewajibkan semua terperiksa (auditees) menyerahkan management representation letters (MRL) kepada BPK. MRL ini sekaligus mendorong reformasi pengawasan internal pemerintah agar dapat berfungsi sebagai pengawas keuangan pemerintah daerah dan mencegah terjadinya inefisiensi serta mendeteksi KKN, yang harus diikuti dengan perbaikan SDM, terutama bidang akuntansi dan pengelolaan keuangan negara.

BPK RI, demikian Guntur, telah mengirim surat kepada seluruh pemda untuk meminta menyusun rencana aksi guna meningkatkan opini pemeriksaan LKPD. Namun dari semua daerah baru enam daerah yang sudah menyerahkan rencana aksi.

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, minta para bupati/ walikota memberi perhatian serius terhadpa temuan BPK dan berbagai saran yang disampaikan BPK RI. (dea/pk edisi minggu 25 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Jumat, 23 Januari 2009

31 Persen Remaja Kupang Sudah Berhubungan Seks

SEBAYAK 31 persen remaja di Kota Kupang sudah pernah melakukan hubungan seks. Demikian hasil survei Knowledge Attitude Practice (KAP) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dilakukan tahun 2006 lalu.

"Survei itu dilakukan pada tahun 2006 dengan mengambil sampel 500 responden siswa SMP dan SMA," kata Direktur Pelaksana Harian PKBI NTT Markus Ali Brandi dalam workshop tentang Kesehatan Reproduksi, Infeksi Manular Seksual (IMS) HIV-AIDS dan Perilaku Seksual Remaja Sekolah, di Kupang, Jumat (23/1/2009).

Hasil survei itu juga menunjukkan bahwa 18,8 persen kasus HIV/AIDS di Kota Kupang terjadi pada remaja usia 15-24 tahun, 318 kasus IMS pada remaja berusia antara 11-24 tahun dengan orientasi seksual (gay) dengan tingkat pengetahuan kesehatan produksi (kespro) IMS, HIV-AIDS masih sangat rendah.

Dia mengatakan, pada tahun 2008 dilakukan survei kembali. Survei itu melibatkan remaja sekolah pada tiga sekolah menengah sebanyak 3.759 orang dengan responden yang terlibat sebagai sampel survei sebanyak 356 orang. Lokasi survei dilakukan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 dengan waktu survei 13-23 Desember 2008, namun hasilnya belum diumumkan.

Dia menambahkan, tujuan survei itu adalah untuk memperoleh gambaran komprehensif soal kapasitas pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR), IMS dan HIV-AIDS guna menentukan strategi intervensi program KRR dan HIV-AIDS bagi remaja sekolah.

Selain itu, untuk mengidentifikasi kebutuhan remaja terhadap layanan program KRR dan HIV-AIDS spesifik remaja berbasis sekolah, serta mengaktualisasikan data KRR dan IMS, HIV-AIDS di kalangan remaja untuk kepentingan pengembangan program kesehatan reproduksi remaja.

Data penduduk Kota Kupang, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, tercatat 279.046 jiwa. Sebanyak 21,3 persen berusia 10-19 tahun. Sebanyak 44,31 persen dari total remaja di Kupang sedang bersekolah pada 37 SMP dan 40 SMA/SMK. (ant/pk edisi sabtu 24 januari 2009 hal 10)
Selanjutnya...

Kamis, 22 Januari 2009

Lumpur Panas Mendatangkan Penyakit


PENYAKIT KULIT -- Seorang anak di Kelurahan Todabelu, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, sekitar lokasi semburan lumpur panas, menderita penyakit kulit.

SEMBURAN lumpur panas disertai bau belerang yang menyengat di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, kini menimbulkan dampak bagi warga sekitar. Anak-anak dan balita mulai terserang penyakit kulit.
Kulit di sekujur tubuh terkelupas. Diduga, penyakit ini muncul dampak dari suhu panas dan bau belerang.

Warga yang terkena penyakit kulit itu berdomisili pada radius sekitar 600 meter dari lokasi panas bumi, yakni Desa Ratogesa, Kampung Toda, Kelurahan Todabelu dan Mataloko, Kecamatan Golewa.

Terkait kasus itu, warga meminta pengelola PLTPB Mataloko bertanggung jawab dan sesegera mungkin mengatasi semburan lumpur panas tersebut.

Domi Boko, tokoh masyarakat di Kampung Toda, menuturkan, banyak balita dan anak di kampung itu terkena penyakit kulit yang hingga kini belum diobati. Jumlah penderita terus bertambah sejak ada semburan lumpur panas dari lokasi PLTPB Mataloko.

"Kami sudah sampaikan kepada pengelola PLTPB Mataloko, agar memperhatikan balita dan anak-anak yang terkena penyakit. Tapi dari pengelola Panas Bumi katakan tidak apa-apa. Kami berharap pengelola PLTPB bertanggung jawab menutupi semburan lumpur panas tersebut," tegas Boko.

Boko menunjukkan dua orang anak yang terkena penyakit kulit, yakni Yovin Suli (11) dan Fancy Bate (11).

Boko juga mengungkapkan, para petani juga trauma karena akibat lumpur panas tanaman jagung, kacang dan ubi-ubian terancam gagal panen. Ini tanaman tersebut mulai mengering akibat lumpur panas itu. Selain itu, tanaman kopi, kakao, cengkeh dan kemiri juga rusak karena terkena semburan lumpur panas.

Sementara itu, Ny. Petronela Due, mengatakan, tiga orang anaknya juga terserang penyakit kulit dan sampai sekarang belum diobati. Tiga anaknya itu, yakni Iren Waja (6), Fiano Hanu (4 bulan) dan Bertin Bhubhu (8).

Tim Bapedalda Kabupaten Ngada, Kamis (22/1/2009) siang turun ke lokasi panas bumi dan mengambil air di beberapa sumber air di lokasi yang berada dekat semburan lumpur panas. Air yang diambil itu akan dijadikan sampel untuk mengidentifikasi, apakah air itu tercemar atau tidak.

"Kami hanya mengidentifikasi air minum di lokasi yang berada di panas bumi. Air yang kami ambil akan diperiksa di laboratorium untuk memastikan, apakah air itu tercemar atau belum," kata Emanuel Kora, Kabid Pengelolaan Kualitas Lingkungan Bapedalda Ngada.

Pemerintah Kelurahan Todabelu dan petugas pertanian di Kecamatan Golewa, telah mendata kerugian tanaman jagung, kacang dan ubi yang terkena semburan lumpur panas. Didata juga tanaman cengkeh, kopi, kakao dan kemiri yang terkena semburan lumpur panas.

Lokasi semburan lumpur panas membentuk kawah berdiameter 100 meter. Tinggi semburan mencapai 2 meter. Hingga Jumat (23/1/2009), Tim Geologi Bandung belum tiba di lokasi semburan lumpur. (ris)
Selanjutnya...

Rabu, 21 Januari 2009

Semburan Lumpur Panas di Mataloko


LUMPUR PANAS -- Tampak semburan lumpur panas di PLTPB Mataloko, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada.


SEMBURAN lumpur panas di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Pihak PLTPB belum bisa melakukan penanganan karena masih menunggu kedatangan Tim Geologi Bandung yang menurut rencana tiba di Mataloko, Rabu (21/1/2009).

Kini, semburan lumpur panas menjadi tontonan warga sejak Selasa (20/1/2009). Warga dari berbagai wilayah di Ngada datang berbondong-bondong untuk menyaksikan secara dekat lumpur panas.

Lumpur panas meluber hingga membentuk 'danau' dengan diameter 50 meter. Di bagian pinggiran kawah itu petugas telah menggali selokan agar lumpur panas yang meluap tidak masuk ke areal perkebunan warga. Namun, penanganan guna mengatasi bahaya semburan lumpur panas belum ada.

Warga yang berdomisili di dekat lokasi semburan yaitu desa Ratogesa, Kelurahan Mataloko dan Kelurahan Todabelu, mengaku resah dengan kejadian tersebut. Mereka khawatir karena semburan panas merusak tanaman dan pemukiman mereka. Sumur yang menyemburkan panas itu berada di Lokasi Sumur Mataloko I dari delapan sumur di PLTPB Mataloko. Lumpur panas bercampur belerang meluap hingga ke kebun jagung di sekitar lokasi panas bumi.

Warga di sekitar lokasi khawatir sumber mata air yang mereka minum bisa tercemar lumpur panas yang bercampur belerang. Sementara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngada belum bersikap karena masih menunggu Tim Geologi Bandung guna melihat semburan lumpur tersebut.

"Saya tinggal di kampung sebelah yang berdekatan dengan lokasi panas bumi. Saya khawatir tanaman jagung kami bisa gagal karena terkena semburan lumpur panas. Munculnya lumpur panas ini terdengar seperti bunyi meriam," kata Wilhelmina, warga Desa Ratogesa.

Sejak adanya pembangunan PLTPB Mataloko, kata Wilhelmina, mereka telah khawatir kalau tanaman perkebunan dan pertanian bisa terancam karena semburan tersebut. Di sekitar lokasi, semburan lumpur panas telah merusak tanaman jagung warga di sekitar lokasi. Ada juga dedaunan yang berubah warna menjadi hitam pekat. Perubahan tersebut karena semburan dari dalam sumur bor yang hanya ditutup dengan batu.

Sumur yang dibor hanya ditutup dengan bebatuan kali sebanyak 30 truk. Ada dua sumur. Yang satunya telah dicor dan dipasang pipa. Sumur yang mengeluarkan semburan lumpur panas memiliki kedalaman sekitar 200 meter.

Awalnya, semburan lumpur panas hanya ada beberapa titik. Sekarang ini muncul titik baru yang mengeluarkan lumpur panas. Luapan lumpur panas ini terjadi karena hujan yang terus mengguyur wilayah Golewa, Rabu sore kemarin. Luapan lumpur panas hingga ke kebun warga karena ada selokan yang digali petugas panas bumi dengan maksud lumpur bisa mengalir ke kali. Tetapi warga di sekitar protes karena takut sumber air minum tercemar lumpur panas.

Selain itu, selokan yang digali untuk mengalirkan lumpur yang meluap dibangun seperti jalan setapak menuju ke kebun jagung warga yang letaknya di dataran rendah/di bagian bawah dari lokasi panas bumi. (ris/pk edisi 20 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Minggu, 18 Januari 2009

Narsisisme Politik

MENJELANG Pemilihan Umum 2009, para elite politik mulai sibuk.

Mereka menyiapkan kampanye, mengadakan konsolidasi, mengunjungi tempat-tempat umum, menemui rakyat, membagi pamflet dan kartu nama, memasang foto diri di jalanan, mengirim pesan singkat ke masyarakat, mengaktifkan website, berbicara di radio-radio, serta memasang iklan diri di media elektronik.

Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh, yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik—terlepas dari kecakapan, kepemimpinan, dan prestasi politik yang dimiliki—seolah menjadi ”mantra” yang menentukan pilihan politik. Melalui ”mantra elektronik” itu, persepsi, pandangan, dan sikap politik masyarakat dibentuk, bahkan dimanipulasi. Politik menjadi ”politik pencitraan” yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik—the politics of image.

Citra narsistik

Kekuatan ”mantra elektronik” telah menghanyutkan para elite politik dalam gairah mengonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Beberapa citra itu tak saja berbeda, tetapi juga bertolak belakang dengan realitas sesungguhnya. Citra terputus dari realitas yang dilukiskan. Kesenangan melihat citra diri menggiring pada ”narsisisme politik” (political narcissism).

”Narsisisme” tidak hanya diartikan sebagai kecenderungan pencarian kepuasan seksual melalui tubuh sendiri (Freud), tetapi juga segala bentuk ”penyanjungan diri” (self-admiration), ”pemuasan diri” (self-satisfaction), atau ”pemujaan diri” (self-glorification) (Erich Fromm), atau segala kecenderungan melihat dunia sebagai cermin atau proyeksi dari ketakutan dan hasrat seseorang (Christopher Lasch, The Culture of Narcissism, 1985).

”Narsisisme politik” adalah kecenderungan ”pemujaan diri” berlebihan para elite politik, yang membangun citra diri meski itu bukan realitas diri sebenarnya: ”dekat dengan petani”, ”pembela wong cilik”, ”akrab dengan pedagang pasar”, ”pemimpin bertakwa”, ”penjaga kesatuan bangsa”, ”pemberantas praktik korupsi”, atau ”pembela nurani bangsa”.

”Narsisisme politik” adalah cermin ”artifisialisme politik” (political artificialism), melalui konstruksi citra diri yang sebaik, secerdas, seintelek, sesempurna, dan seideal mungkin, tanpa menghiraukan pandangan umum terhadap realitas diri sebenarnya. Melalui politik pertandaan (politics of signification), berbagai tanda palsu (pseudo sign) tentang tokoh, figur, dan partai diciptakan untuk mengelabui persepsi dan pandangan publik.

”Narsisisme politik” adalah bentuk ”keseketikaan politik” (political instantaneous) yang merayakan citra instan dan efek segera, tetapi tak menghargai ”proses politik”. Aneka citra politik : ”jujur”, ”cerdas”, ”bersih”, atau ”nasionalis” adalah citra yang seharusnya dibangun secara alami melalui akumulasi karya, pemikiran, tindakan, dan prestasi politik. Namun, mentalitas ”menerabas” telah mendorong tokoh miskin prestasi mengambil jalan pintas manipulasi citra instan.

”Narsisisme politik” adalah cermin ”politik seduksi” (politics of seduction), yaitu aneka trik bujuk rayu, persuasi, dan retorika komunikasi politik, yang bertujuan meyakinkan tiap orang bahwa citra yang ditampilkan adalah kebenaran. Padahal, citra-citra itu tak lebih dari wajah penuh make up dan topeng politik yang menutupi wajah asli—political camouflage.

Simplisitas politik

Wacana komunikasi politik abad informasi menggantungkan diri pada citra visual (visual images), seperti citra televisi, kini menyerahkan diri pada ”logika media” (logic of media) berwatak kapitalistik, yang merayakan logika ”popularitas”, ”rayuan”, ”pengelabuan”, ”kesenangan”; bukan ”substansi”, ”pengetahuan”, ”kebenaran”, dan ”pencerdasan” politik.

Seperti dikatakan Jeffrey Scheuer, dalam The Sound Bite Society: Television and the American Dream (1999), televisi berwatak kapitalistik cenderung menolak segala bentuk ”kompleksitas” demi merayakan ”simplisitas” (simplicity). Ia merayakan segala yang mudah, instan, segera, provokatif, menggoda, dan menolak yang rumit, berbelit-belit, akademik, ilmiah, dan terlalu serius. Politik yang terjebak di dalamnya menghasilkan simplifikasi politik (political simplification).

Simplifikasi politik adalah politik ”antinalar” yang mengabaikan kompleksitas konteks, logika formal, atau hukum kausal persoalan. Ia sebaliknya merayakan logika informal (informal logics), yang menoleransi aneka sesat pikir, kedangkalan, jalan pintas, pernyataan tanpa argumen, penjelasan tanpa bukti, pembicaraan lepas konteks, dan cara pikir tak logis. Inilah wajah simplisitas politik bangsa dewasa ini.

Simbiosis budaya politik dan budaya media kapitalistik menciptakan budaya yang dilandasi hasrat ”keuntungan cepat”, ”personalitas artifisial”, dan ”popularitas prematur”. Politik yang tunduk pada logika media melakukan aneka pembesaran efek (amplifying effect) terhadap segala yang mediocre. Politik macam itu memanipulasi emosi, mematikan rasa, memasung daya kritis, dan membuat pikiran kenyang dengan aneka stereotip sosial yang banal.

Media politik berkembang ke arah ”anti-kedalaman” (depthlessness), dengan memuja gaya ketimbang substansi, citra ketimbang realitas, retorika ketimbang intelektualitas, efek ketimbang proses, emosi ketimbang nalar. Ia menghindar dari relasi abstrak, argumen konseptual, pikiran logis, hukum kausal, karena dianggap tak menarik. Godaan menciptakan komunikasi politik yang menarik telah mengubur tugas pencerahan politik.

Nihilisme demokrasi

Apakah segala banalitas, kedangkalan, bahkan tipu daya komunikasi politik merupakan buah demokrasi? Bila demokrasi dipahami sebagai sistem politik yang mempunyai spirit pencerdasan dan pemberdayaan individu dan warga, untuk menciptakan masyarakat demokratis sejati, maka apa yang berlangsung di atas panggung politik telah ”melampaui” ideal demokrasi itu sendiri.

Cornel West dalam Democracy Matters: Winning the Fight Against Imperrialism (2004) mengatakan, demokrasi berlebihan menciptakan ”nihilisme demokratik” (democratic nihilism), yaitu praktik demokrasi yang diwarnai strategi kebohongan, manipulasi, dan kepalsuan. Demokrasi lebih merayakan trik-trik mengangkat emosi, perasaan dan kesenangan, dengan mengabaikan substansi politik.

Memang, politik pencitraan amat penting dalam demokrasi abad informasi, karena melaluinya aneka kepentingan, ideologi, dan pesan politik dapat dikomunikasikan. Namun, ia harus dilandasi etika politik karena tugas politik tidak hanya menghimpun konstituen sebanyak mungkin—melalui persuasi, retorika, dan seduksi politik—tetapi lebih penting lagi membangun masyarakat politik yang sehat, cerdas, dan berkelanjutan.

Yasraf Amir Piliang Pemikir di Forum Studi Kebudayaan (FSK), FSRD-ITB. Diturunkan Kompas edisi 17 januari 2009.
Selanjutnya...

DPRD NTT Setuju Pergeseran Waktu Pemilu

DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi NTT menyetujui pergeseran waktu pelaksanaan pemilu legislatif karena pada tanggal 9 April 2009 bertepatan dengan hari Kamis Putih yang dirayakan umat Katolik di NTT. Sikap DPRD NTT ini dinyatakan dalam surat yang akan dikirim ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta.

Ketua DPRD NTT, Drs. Mell Adoe menjelaskan hal ini kepada wartawan seusai memimpin rapat gabungan komisi dengan Komisi Pemilihan Umum Propinsi NTT di ruang sidang DPRD NTT, Kamis (15/1/2009). Saat itu Mell Adoe didampingi anggota Dewan, Adrianus Ndu Ufi dan Sekretaris DPRD, Dra. Sisilia Sona.

Mell Adoe mengatakan, selain sebagai warga negara, setiap orang juga pemeluk agama, diantaranya adalah warga gereja. Oleh karena waktu pelaksanaan pemilu bertepatan dengan hari keagamaan ,maka harus secara bijak mengemasnya agar tak ada satu pun yang dikorbankan.

Dikatakannya, pemerintah pusat dan KPU pusat perlu memberi ruang khusus mengingat NTT merupakan daerah mayoritas Kristen. Jika tidak, diprediksikan golput akan meningkat. "Kami akan surati KPU dan pemerintah pusat. Sikap ini untuk menindaklanjuti begitu banyaknya aspirasi," katanya.

Dalam acara jumpa pers itu, sejumlah wartawan mengungkapkan kekecewaannya terhadap anggota DPR RI asal daerah pemilihan NTT yang tidak peka dengan kondisi-kondisi lokal di NTT.

"Dulu waktu undang-undang pornografi ditetapkan, tidak ada satu pun anggota DPR RI asal daerah pemilihan NTT yang menolak. Padahal, masyarakat NTT secara tegas menyatakan menolak UU Pornografi. Aspirasi masyarakat dan daerah tidak diperjuangkan. Sekarang sama, penetapan waktu pemilu legislatif yang bertabrakan dengan hari Kamis Putih juga tidak ada satu anggota DPR RI yang menolaknya. Kami sangat sesalkan ini," kata Hiro Bifel, wartawan Fajar Bali.

Sebelumnya, dalam rapat gabungan komisi yang juga dipimpin Mell Adoe, sejumlah anggota Dewan mengusulkan agar usulan pergeseran waktu pemilu dipertimbangkan untuk diperjuangkan. Rapat gabungan komisi dengan agenda mendengar penjelasan KPU NTT tentang persiapan pelaksanaan pemilu legislatif di NTT.

Anggota Fraksi Gabungan dari PPP, Drs. Yahidin Umar menegaskan, permintaan Pemda serta aspirasi masyarakat Flores Timur agar menggeser pemilu lelgislatif ke tanggal 15 April harus disikapi secara baik.

Menurutnya, jika pemilu tetap dilaksanakan pada 9 April, tingkat partisipasi masyarakat di Flotim pasti berkurang.

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ir. Yucundianus Lepa mengatakan, perayaan Kamis Putih bukan saja dilaksanakan di Flotim, tapi semua daerah di NTT. Selama satu minggu (pekan suci, 6 - 12 April) umat Katolik mempersiapkan batin.

"Dalam waktu itu, pusat paroki menjadi tempat berkumpul umat. Di Flotim dengan perayaan Semana Santa. Oleh karena itu, DPRD dan Pemda ambil inisiatif ke pusat meminta KPU menggeser waktu pelaksanaan. Tunggu selesai perayaan Paskah baru pemilu legislatif dilaksanakan," kata Yucun.

Dia juga mengharapkan, setiap pimpinan parpol mengambil sikap tegas memperjuangkan pergeseran waktu pemilu.

Anggota Dewan dari PKPI, Pius Rengka mempertanyakan keterlibatan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dalam penyusunan jadwal pemilu yang tidak mengantisipasi hari keagamaan.

Anggota DPRD dari PPDI, Daniel Taolin, SE, M.Si juga meminta agar ada pergeseran waktu pemilu. "Kenapa di Aceh ada perlakuan khusus. Di Bali juga begitu. Kenapa di NTT tidak bisa," katanya retoris.

Penegasan yang sama disampaikan anggota Dewan, Frans Dima Lendes dan Alo Asan. "Hari besar orang Kristen itu Paskah. Jadi, DPRD dan KPU NTT ke Jakarta untuk meminta KPU pusat menggeser waktu pemilu," kata Alo Asan. (aca/poskpg edisi 16 januari 2009 hal 8)
Selanjutnya...

Pemda Flotim Usul Pemilu Legislatif 15 April

PEMERINTAH Kabupaten Flores Timur (Flotim) mengusulkan waktu pelaksanaan pemilu legislatif, khususnya di Flotim, bergeser dari tanggal 9 April ke tanggal 15 April 2009. Adapun alasannya, pada tanggal 9 April, umat Katolik mengikuti misa Kamis Putih, rangkaian perayaan Semana Santa.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Flotim, dr. Valens Sili Tupen, M.KM mengatakan hal ini saat ditemui di Kantor Gubernur NTT, Rabu (14/1/2009). Valens Tupen hendak bertemu Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya untuk melaporkan sikap Pemda Flotim terkait pelaksanaan pemilu legislatif. Sebelumnya, usulan tentang pergeseran waktu pemilu juga disampaikan secara tertulis kepada KPU dan KPUD NTT, Gubernur NTT, DPR dan DPRD NTT.

"Kalau tetap dilaksanakan tanggal 9 April, akan banyak menganggu. Kesuksesan pemilu juga diragukan. Karena, mulai hari Rabu (8 April) umat Katolik sudah sibuk dengan perayaan Semana Santa. Jumat (10 April) prosesi. Saat itu orang kesulitan mendatangi TPS," kata Valens Tupen.

Hari Kamis Putih dalam pekan suci (6-12 April), diyakini umat Kristiani di seluruh dunia sebagai perjamuan malam terakhir antara Yesus Kristus dengan murid-murid-Nya sebelum wafat dan bangkit pada hari Minggu Paskah yang jatuh pada 12 April.

"Semana Santa bukan peristiwa insidentil, tapi tradisi yang sudah dilaksanakan turun-temurun. Umat tidak bisa menunda urusan iman ini. Dari sudut kepentingan negara, pemilu penting. Tapi kepentingan negara bisa tunda. Di tempat lain bisa dapat dispensasi, kenapa Flotim tidak bisa?" katanya.

Valens Tupen menjelaskan, sikap Pemda Flotim berdasarkan aspirasi berbagai elemen yang ada di Flotim. Sikap Pemda Flotim sejalan juga dengan sikap Keuskupan Larantuka. "Sikap Keuskupan juga sudah disampaikan ke KPU," katanya.

Valens Tupen mengatakan, jika KPU mengkhawatirkan pergeseran waktu pemilu berimplikasi pada bertambahnya biaya, maka hal itu mestinya dikomunikasikan secara baik. "Kalau pergeseran waktu berkonsekuensi pada biaya, dan butuh partisipasi daerah, maka perlu dibicarakan. Biaya tidak besar, sekarang dibutuhikan kemauan politik untuk menggeser waktu pelaksanaan," ujar Valens Tupen.

Dia mengkiritik usulan KPUD NTT untuk memperbanyak TPS dalam pemilu legislatif. "Ini bukan persoalan agar pemilu cepat selesai. Substansinya lain," ujarnya.

Valen Tupen mengatakan, Pemda Flotim mengharapkan dukungan berbagai pihak, termasuk parpol dan anggota DPR (D) untuk berjuang pergeseran waktu pemilu legislatif di Flotim. (aca/poskpg edisi 15 januari 2009 hal 8)
Selanjutnya...

Perbanyak TPS Bukan Solusi yang Tepat

ALIANSI Mahasiswa Pro Pluralisme NTT menilai usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi NTT memperbanyak tempat pemungutan suara (TPS) dalam pemilu legislatif, 9 April 2009, bukan solusi yang tepat karena akan tetap mengganggu kekhusukan umat Katolik merayakan ibadah Kamis Putih.

Dalam pernyataan tertulisnya yang ditandatangani Kasmir Kopong (Ketua) dan Gusti Nagi (Sekretaris), yang diterima Pos Kupang, Senin (12/1/2009), Aliansi Mahasiswa Pro Pluralisme NTT menyatakan, karena umat Kristiani di NTT sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, maka negara harus menghargai dan menjamin serta menciptakan ketenangan lahir dan batin umat Katolik dalam merayakan pekan suci. KPU dan pemerintah jangan enggan menggeser jadwal hanya karena alasan biaya.

"Kami melihat adanya keengganan pemerintah dan KPU dalam menggeser jadwal pemilu legislatif dengan dalih akan berdampak pada bertambahnya biaya pemilu. Pemerintah dan KPU tidak mempertimbangkan ketenangan lahir batin umat Kristiani dalam merayakan pekan suci merupakan bentuk pemasungan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," demikian Aliansi Mahasiswa Pro Pluralisme NTT.

Aliansi Mahasiswa menguraikan, Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi ideologi tengah atau penyeimbang yang menengahi ideologi kapitalis yang mengutamakan kapital, biaya pemilu legislatif (uang) sehingga mengabaikan aspek sakral kehidupan umat dan mengutamakan yang sekuler dengan ideologi sosialis yang mengutamakan lebih banyak orang dan mengabaikan perorangan, dan sedikit orang.

"Oleh karena itu diperlukan kebijakan pemerintah melalui KPU pusat untuk menggeser pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2009 sebagai sebuah upaya jalan tengah yang mencerminkan penerapan ideologi Pancasila," demikian pernyataan Aliansi Mahasiswa.

Menurut mereka, rencana KPUD NTT memperbanyak TPS bukan solusi yang tepat, damai dan tentram dalam konsentrasi memaknai momentum pekan suci tersebut. Rencana kebijakan tersebut terjebak dalam pola kepemimpinan kapitalis yang mengutamakan kapital, uang (biaya pemilu) sehingga mengabaikan aspek kerohanian dan kesakralan hidup umat.

"Pemerintah dan KPU harus menggeser jadwal pemilu legislatif sesudah berlangsungnya pekan suci umat Kristiani. Kebijakan menggeser jadwal pemilu legislatif tidak hanya sekadar menjadi tuntutan untuk toleransi negara terhadap kehidupan rohani umat, tetapi juga menjadi pencitraan secara internasional bagi bangsa Indonesia di mata dunia bahwa terjadi toleransi yang tinggi dalam pelaksanaan kehidupan umat beragama dengan praktik kenegaraan di Indonesia," tulis Aliansi Mahasiswa. (aca/poskpg edisi 14 januari 2009 hal 8)
Selanjutnya...

Sabtu, 10 Januari 2009

Keluarga Raja Larantuka Minta Pemilu Legislatif Digeser

KELUARGA Raja Larantuka yang diwakili Don Andreas Martinus DVG, Jumat (9/1/2009), mendatangi Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi NTT. Ia mengusulkan agar pemilu legislatif (pileg) di Kabupaten Flores Timur (Flotim) digeser dari tanggal 9 April 2009 karena bertepatan dengan perayaan Semana Santa, rangkaian prosesi memperingati wafatnya Yesus Kristus oleh umat Katolik di Kota Larantuka.

Demikian dijelaskan juru bicara KPU Propinsi NTT, Drs. Djidon de Haan, M.Si, kepada wartawan di Sekretariat KPU, Jumat (9/1/2009). Permintaan keluarga Raja Larantuka itu juga disampaikan dalam bentuk surat. Surat itu ditujukan kepada KPU Kabupaten Flotim, sedangkan KPU Propinsi NTT menerima tembusannya.

Waktu pelaksanaan Pemilu pada 9 April bertepatan dengan hari Kamis Putih. Pada hari itu umat Katolik seluruh dunia merayakan peringatan perjamuan malam terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya sebelum wafat dan bangkit pada hari Minggu Paskah yang jatuh pada 12 April. Semana Santa merupakan rangkaian perayaan Paskah.

Sebelumnya, KPU Kabupaten Flotim juga sudah mengusulkan penundaan jadwal hari pemungutan dan penghitungan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD propinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan tanggal 9 April 2009. Pemilu legislatif di Flotim baru akan dilaksanakan pada Rabu, 15 April 2008.

Usulan tersebut disampaikan kepada KPU Propinsi NTT, tembusannya disampaikan kepada KPU Pusat, DPR RI, DPRD NTT dan Gubernur NTT. Dalam suratnya bernomor 343/KPU-FLT/XII/2008 tertanggal 14 Desember 2008, ditandatangani Abdul Kadir H Yahya, S.Pi, KPU Flotim menyatakan, usulan penundaan ini berdasarkan aspirasi pimpinan partai politik peserta pemilu, LSM dan masyarakat di Flotim.

Ditemui terpisah, pengamat politik, Dr Chris Boro Tokan, S. H., M. H berpendapat, pemilu legislatif yang dijadwalkan berlangsung 9 April sebaiknya digeser ke 14 April agar tidak mengusik ketenangan dan kedamaian umat Kristiani dalam ziarah rohani selama pekan suci.

"Kita harus berani menunjukkan kepada dunia internasional bahwa toleransi kehidupan beragama sangat dijunjung tinggi. Karena itu, pergeseran waktu pelaksanaan pemilu legislatif ke 14 April merupakan pilihan terbaik. Ini sebuah bukti nyata bahwa toleransi kehidupan negara dengan umatnya berjalan baik ," katanya di Kupang, Jumat.

Dosen Luar Biasa Hukum dan Perubahan Sosial pada programs Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum, Iniversitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, mengatakan, dengan melihat fenomena tersebut, waktu pelaksanaan pemilu legislatif yang sudah ditetapkan KPU pada 9 April sebaiknya digeser ke 14 April agar tidak mengusik ketenangan umat Kristen dalam ziarah rohani selama masa pekan suci itu.

Mantan Sekjen PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) periode 1985-1988 ini menegaskan, bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila harus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa toleransi kehidupan beragama sangat dihormati sehingga perlu memperhatikan secara cermat antara kegiatan politik kenegaraan dengan umat beragama di Indonesia.

"Kita harus berani tunjukkan kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia bukan sekuler dan tidak ada tirani dalam praktik politik kenegaraan. Karena itu, pergeseran jadwal pelaksanaan pemilu legislatif merupakan pilihan terbaik untuk menegaskan toleransi kehidupan beragama sangat dihormati dan dijunjung tinggi," katanya menegaskan.

Terkait adanya aspirasi pergeseran waktu pemilu, Djidon de Haan mengatakan, KPU NTT telah meneruskan aspirasi tersebut ke KPU pusat. "Meski KPUD bukan lembaga aspiratif, kita sudah sampaikan beberapa kali ke KPU ,tapi sampai sekarang belum ada jawaban," kata Djidon.

Djidon mengatakan, pergeseran waktu pemilu berimplikasi pada pembiayaan. Hal ini juga harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi yang baik. "Salah satunya adalah KPUD mengusulkan rekruping (memperbanyak) TPS. Kalau sesuai ketentuan 500 pemilih per TPS, maka kita akan buat 300 pemilih per TPS agar prosesnya lebih cepat sehingga umat punya waktu mempersiapkan diri beribadah," katanya.

"Memperbanyak TPS ini juga sudah diusulkan tapi belum ada jawaban dari KPU," ujar Djidon. (aca/ant)
Selanjutnya...

Rabu, 07 Januari 2009

APBN untuk NTT Rp 12,2 Triliun

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2009 yang dialokasikan untuk kegiatan pembangunan di Propinsi NTT senilai Rp 12,2 triliun lebih (di luar dana bagi hasil). Nilai ini lebih besar atau naik 14 persen jika dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu Rp 10,7 triliun lebih. Sedangkan pada tahun 2007, APBN untuk NTT Rp 6 triliun lebih.

Demikian dikatakan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, pada acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN dan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD tahun anggaran 2009 kepada satuan kerja lingkup Propinsi NTT, di Aula El Tari Kupang, Rabu (7/1/2009).

Gubernur merinci berdasarkan sumber pendanaan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) untuk propinsi Rp 652,757 miliar lebih, DAU untuk kabupaten/kota Rp 5,552 triliun lebih, DAK propinsi Rp 55,753 miliar lebih, DAK untuk kabupaten/kota Rp 1,153 triliun lebih.

Selanjutnya, dana dekonsentrasi senilai Rp 1,008 triliun lebih, dana tugas pembantuan untuk propinsi dan kabupaten Rp 621,951 miliar lebih, dana kantor daerah untuk instansi vertikal Rp 1,904 triliun lebih, dan dana kantor pusat seperti SNVT atau balai atau UPT-Pusat senilai Rp 1,248 triliun lebih.

Gubernur menyebut departemen atau lembaga pemerintah yang tahun ini mengalokasikan anggaran cukup besar untuk NTT adalah Departemen Pedidikan Nasional senilai Rp 1 trilun lebih, Departemen Pertahanan Rp 8 miliar lebih, Departemen Pekerjaan Umum Rp 772 miliar lebih, Kepolisian Negara Rp 501 miliar lebih, Departemen Kesehatan Rp 22 miliar lebih, dan Departemen Perhubungan Rp 299 miliar lebih.

"Pemerintah terus berupaya mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan kesenjangan fiskal antardaerah. Pemeritah akan mengalihkan secara bertahap sebagian anggaran kementerian negara atau lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah dalam Dana Alokasi Khusus (DAK)," kata Gubernur Lebu Raya.

Lebu Raya mengatakan, jumlah anggaran yang terus bertambah tiap tahun ini tak akan banyak artinya jika pelaksanaan seluruh program tidak didukung oleh pengambil keputusan dan birokrasi yang cakap dan tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.

"Seluruh dana ini akan sia-sia jika digunakan secara sembrono. Hindari kebocoran dan penyelewengan. Bekerjalah yang jujur. Jauhkan diri dari kepentingan yang tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat," pinta gubernur.

Gubernur menjelaskan, dirinya menerima DIPA TA 2009 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, 5 Januari lalu. Pada saat itu SBY berpesan agar DIPA 2009 segera diserahkan kepada seluruh satuan kerja agar pelaksanaan anggaran dapat segera dimulai pada awal tahun anggaran. "Jadi, penyerahan DIPA dan DPA saat ini sekaligus menandai dimulainya pelaksanaan APBN dan APBD tahun 2009," katanya.

Penyerahan anggaran yang setiap tahun dilaksanakan tepat pada waktunya akan mempercepat realisasi program-program pembagunan yang direncanakan. Faktor ketepatan waktu sangat mutlak untuk diperhatikan agar tidak ada alasan bagi siapa pun untuk dapat melaksanakan program pembangunan yang telah direcanakan dengan baik dan matang.

Gubernur mengingatkan, pelaksanaan anggaran harus dapat dimulai sejak awal tahun agar peran APBN maupun APBD sebagai stimulus ekonomi dapat berjalan. "Berdasarkan tren 3 tahun, daya serap pagu anggaran kurang baik. Awal tahun selalu masih rendah. Triwulan pertama hanya 50 persen. Ini berarti pengeluaran negara menumpuk pada akhir tahun anggaran sangat tidak baik," kata gubernur.

Sebelum berbicara, gubernur menyerahkan DIPA secara simbolis kepada 15 pimpinan instansi yaitu dari Polda NTT, Kejaksaan Tinggi, Lantamal VII Kupang, Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), Kanwil Agama, Departemen Hukum dan HAM, Pengadilan Negeri, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda, Dinas Kehutanan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, Dinas Pertambangan dan Kantor Inspektorat.

Kepala Kanwil XXII Ditjen Perbendaharaan Kupang, Teddy Rukmantara, mengatakan, DIPA APBN tahun 2009 sebanyak 457 DIPA dengan total nilai Rp 4,7 triliun lebih. Menurut Teddy, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah DIPA mengalami penurunan. Pada tahun 2008 ada 501 DIPA. Meski demikian, nilainya mengalami kenaikan. (aca/pk edisi kamis, 8 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Senin, 05 Januari 2009

Kasus Jobber dan Pabrik Es Dilapor ke KPK


PABRIK ES -- Mesin untuk pabrik es Waijarang, Lembata ini ditempatkan di luar gedung. Mesini ini sebagaiman dipotret Senin (5/1/2009), mubazir


MESKI belum merupakan keputusan pleno, DPRD Lembata meyakinkan temuan dugaan penyimpangan keuangan negara pada penyelidikan pabrik es dan proyek jobber yang dilakukan pansus Dewan akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Dalam bulan Januari ini seluruh laporan telah diselesaikan dan materinya diserahkan kepada penyidik KPK.

Demikian diungkapkan Ketua DPRD Lembata, Drs. Petrus Boliona Keraf, ketua dan anggota tim perumus laporan pansus, Ahmad Bumi, S.H dan Theo Laba Kolin, S.H, ketika dihubungi Pos Kupang, Senin (5/1/2009), di gedung DPRD Lembata.
Lamanya penyelesaian laporan pansus itu semata-mata karena tugas-tugas mendesak yang mesti diselesaikan DPRD, yakni pembahasan dan penetapan RAPBD menjadi APBD, mengikuti bimtek, hari liburan natal dan tahun baru.

Theo mengakui kelambanan DPRD merampungan laporan akhir untuk disampaikan kepada penyidik. Tetapi kelambanan itu bukan disengaja untuk mengulur-ulur dan negosiasi dengan pemerintah, namun semata-mata karena kesibukan DPRD menyelesaikan tugas-tugas urgen yang mendesak.

"Orang boleh berpendapat, kemungkinan ada di antara kami anggota Dewan yang melakukan negosiasi. Terus terang tidak akan dilakukan. Waktu kami sangat terbatas menyelesaikan laporan, sementara ada tugas-tugas penting lain yang butuh penanganan segera," kata Theo.

Ia mengatakan, tim pansus tiga yang meneliti proyek pabrik es di Waijarang yang dipimpinnya sudah sepakat melaporkan temuan kepada KPK. Ketegasan sikap itu diungkapkan dalam paripurna laporan pansus akhir 2008. "Tak ada soal dalam tim pansus tiga. Sikap kami melaporkan seluruh temuan dugaan penyimpangan pekerjaan pabrik es kepada KPK," tegas Theo.

Ahmad Bumi menambahkan, tak ada kesengajaan Dewan mengulur-ulur laporan temuan kepada penyidik. Keterlambatan itu karena terbatasnya waktu merampungkan temuan tiga pansus itu. Laporan tim pansus satu yang meneliti jobber dan pansus tiga yang meneliti pabrik sudah diselesaikan. Sedangkan file laporan pansus dua yang tersimpan dalam komputer hilang terserang virus sehingga diketik ulang.

"Kami upayakan pekan ini materinya bisa dirumuskan menyeluruh oleh tim perumus sebelum kami bawa kepada pleno Dewan. Kalau materi yang dirumuskan itu disepakati pleno, tahap selanjutnya menyerahkan laporan kepada penyidik," kata Ahmad. Namun rumusan pansus satu dan tiga sudah ada ketegasan sikap melaporkan temuan kepada KPK di Jakarta," kata Ahmad.

Petrus Boliona Keraf mengatakan, selain dugaan korupsi, temuan pansus jobber tentang dugaan persekongkolan bisa juga dijerat UU Nomor 5 Tahun 19 tentang Perlindungan Jasa Usaha. Pasal 22 menegaskan tentang larangan untuk bersekongkol dalam tender proyek-proyek pemerintah. Temuan itu terutama diloloskannya administrasi perusahaan yang telah lewat waktu.

Keraf sepakat agar semua temuan pansus dilaporkan kepada penyidik untuk meneliti benar tidaknya dugaan penyimpangan yang ditemukan pansus. "Kalau sudah dirumuskan, kami akan teruskan kepada penyidik," tandas Keraf di ruang kerjanya, kemarin.

Sementara Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, mengimbau tunggakan pansus Dewan yang meneliti dugaan penyimpangan proyek pabrik es, proyek jobber dan DAK pendidikan segera diselesaikan, sehingga bisa diketahui permasalahannya. Apakah temuan penyimpangan itu hanya menyangkut administrasi atau ada indikasi lain penyalahgunaan keuangan negara.

"Contoh kasus Rp 32 miliar pada 2006, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Denpasar seperti ada indikasi penyimpangan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan berulang dan menyeluruh, tenyata karena kita tidak tertib administrasi dan tidak tepat waktu sehingga menjadi temuan," kata
Andreas dalam sambutan pada penutupan masa persidangan III 2008 dan evaluasi sekaligus pembukaan tahun sidang dan masa persidangan 2009 DPRD Lembata, Senin (5/1/2009). (ius/pk edisi selasa 2 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Tote-Agas Pimpin Manggarai Timur


PASANGAN Drs. Yoseph Tote, M.Si-Agas Andreas, S.H, M.Hum (paket Yoga) memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Manggarai Timur dengan mendulang 65.377 suara atau 55,81 persen. Yoga menyingkirkan pasangan Yoseph Biron Aur, S.Sos-Ir Gorgonius D Bajang (paket ABBA) yang meraih 51.774 suara atau 44,19 persen dari suara sah 117.151.

Kemenangan paket Yoga ini ditetapkan dalam pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Manggarai Timur di Borong, Senin (5/1/2009). Pleno penetapan Pilkada Matim, kemarin, berjalan aman dan tertib. Kabupaten Matim perlu menyelenggarakan pilkada dua putaran setelah pada putaran pertama, tidak ada paket calon yang mendulang 30 persen suara. Pilkada putaran kedua berlangsung 30 Desember 2008.

Dari pleno KPUD kemarin, suara tidak sah sebanyak 1.498. Jika total jumlah pemilih sebanyak 142.332, maka pemilih yang tidak mencoblos karena berbagai alasan mencapai 25.181.

Paket Yoga menjadi Bupati-Wakil Bupati Manggarai Timur periode 2008-2013. Paket ini mendulang suara di Borong, 18.246, Kota Komba, 18.579 dan Sambi Rampas, 6.241. Perolehan suara itu sesuai dengan prediksi sebelumnya. Sementara di Poco Ranaka, Yoga meraih suara 12.794, Lamba Leda 3.831 dan Elar 5.686.

Sementara paket ABBA meraih suara terbanyak di Poco Ranaka 13.989, Elar 8.127, Lamba Leda 11.682, Kota Komba 4.383, Sambi Rampas 5.709 dan Borong, 7.884.

Ketua KPUD Manggarai Timur, Bento Papur, S.Fil, dalam sambutannya mengatakan, meski ditengarai kerikil-kerikil selama proses dan tahapan pilkada, namun semua dapat dilewati. Pilkada Manggarai Timur putaran pertama dan putaran kedua berjalan mulus. Hal itu berkat kerja sama dan pengertian dari semua elemen untuk mendukung proses pilkada di wilayah ini.

Dikatakannya, masyarakat Manggarai Timur telah melewati proses demokratisasi pilkada secara bertanggung jawab. Hal itu dibuktikan dengan terciptanya kondisi kondusif sehingga semua tahapan dan proses berjalan dengan baik.

Sesuai agenda KPUD Manggarai dalam waktu dekat KPUD mengusulkan paket terpilih kepada DPRD Manggarai Timur untuk diproses selanjutnya. Pelantikan paket terpilih akan berlangsung 2 Februari 2009 mendatang.

Bupati terpilih, Drs. Yoseph Tote, M.Si, kepada para wartawan mengatakan, Pilkada Manggarai Timur sudah berakhir 30 Desember 2008. Semua elemen mesti bersatu hati, bergandengan tangan untuk membangun Manggarai Timur tercinta.

Sementara ketua tim sukses paket ABBA, Willy Nurdin, yang dihubungi terkait pleno KPUD
Manggarai Timur belum memberi komentar. Hanya Nurdin berjanji menghormati proses yang ada. (lyn/pk edisi selasa 6 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Florata Coruption Desak Tuntaskan Temuan Pansus


Proyek Jober yang diduga bermasalah


FLORATA Coruption Watch mendesak penyidik kejaksaan, kepolisian atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas temuan panitia khusus (pansus) DPRD Lembata, terhadap dugaan penyimpangan proyek pabrik es, jobber dan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan.

Hal itu dikemukakan Direktur Florata Coruption Wacth, Piter Bala Wukak, S.H di Lewoleba, Sabtu (3/1/2009).

Sementara Wakil Ketua DPRD Lembata, Frans Making, mengakui seluruh laporan pansus itu masih dirampungkan tim DPRD sebelum diplenokan dan dilaporkan kepada penyidik.

Making menjelaskan, pansus satu DPRD Lembata meneliti proyek jobber didanai APBD Lembata Rp 18.705.000.000, menemukan sejumlah persoalan terindikasi syarat kepentingan, persekongkolan, kolusi dan korupsi merugikan keuangan negara ditaksasi sekitar Rp 1.002.787.379,05.

Penyimpangan itu meliputi denda keterlambatan paket pekerjaan tahap pertama yang tidak termuat di dalam kontrak senilai Rp 428.137.589,05, asuransi proyek Rp 309.426.810 dan reengineering (perencanaan kembali) Rp 268.232.890. Temuan lain, tak satu pasal pun dalam kontrak induk maupun addendum kontrak Nomor 140a dan 140b yang mengatur asuransi. Tetapi, dialokasikan dana Rp 309.426.810 untuk asuransi pembangunan jobber dan asuransi transportasi.

Padahal Keppres Nomor 80 Tahun 2003 lampiran 1 Bab II poin 2 mengisyaratkan, "penyedia barang/jasa harus mengasuransikan semua barang dan peralatannya yang mempunyai risiko tinggi."

Pansus juga menemukan penyimpangan terjadi sejak pelelangan. Dua anggota panitia tidak memiliki sertifikat keahlian, pemungutan uang pendaftaran Rp 1 juta kepada rekanan bertentangan dengan pasal 8 Keppres Nomor 80 Tahun 2003.

Proyek ini dilamar enam perusahaan, tetapi empat perusahaan gugur karena administrasi diajukan tidak lengkap. PT Djasa Uber Sakti dan PT Indolas Pramata memenuhi syarat mengikuti penawaran. Meski dokumen utama PT Djasa Uber Sakti, berupa SIUJK dan SBU telah kadaluwarsa sejak 31 Desember 2006. Bahkan tak satupun surat keterangan dari badan sertifikasi Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) yang menyatakan sertifikasi perusahaan ini sedang diproses.

Pansus dua meneliti pengelolaan DAK pendidikan, menemukan pemotongan dua kali pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan tahun 2007 senilai Rp 410 761.854,61 kepada 57 SD/MI, diduga diselewenangkan. Sebagian dana itu disetor ke kas negara, namun kemungkinan sebagian tidak disetor.

Sementara pansus tiga menyelidiki pabrik es di Waijarang, menemukan mark up (penggelembungan) dalam beberapa aspek seharga Rp 1,423 miliar. Pabrik mubazir tersebut tidak memproduski es untuk kebutuhan nelayan sejak selesai dibangun akhir 2006.

Piter mengatakan, DPRD lamban menuntaskan tugasnya melaporkan temuan kepada penyidik. Meski laporan temuan telah diparipurnakan dan hanya menunggu perampungan keseluruhan laporan pansus sebelum diserahkan kepada penyidik.

Berdasarkan laporan pansus, kata Piter, indikasi penyimpangan keuangan negara telah terjadi. Karena itu, penyidik responsif melaksanakan tugas-tugasnya berkenaan dengan pengumpulan bahan dan keterangan untuk kepentingan penyelidikan. Hasil temuan itu telah dipublikasikan media massa secara luas diketahui publik dan dipaparkan dalam paripurna dewan.

"Informasi awal kepada penyidik lebih dari cukup. Laporan dan dokumen yang dimiliki pansus DPRD bisa menjadi bahan kajian awal penyidik. Jangan menungggu harus ada laporan dari pansus. Saya minta penyidik lebih proaktif menanggapinya," tandas Piter.

Temuan pansus dari kaca mata awam telah jelas ada kerugian negara. Tetapi, dari sisi hukum, apakah temuan pansus itu benar-benar merugikan negara harus dibuktikannya. Kewenangan itu hanya dimiliki penyidiki.

"Dibiarkan terkatung-katung, menimbulkan suasana yang tidak nyaman kepada pengelola proyek. Mereka sudah divonis melakukan penyimpangan. Karena itu, temuan pansus ini dituntaskan dengan penyelidikan. Harap dewan kerja cepat, sudah empat bulan, tak juga selesai," kata Piter.

Frans Making mengatakan, DPRD telah membentuk tim perumus dari beberapa anggota DPRD yang paham hukum untuk merampungkan laporan temuan pansus itu. Dijadwalkan sebelum akhir Januari 2009, tugas ini telah dirampungkan.

"Kesepakatan pleno, semua temuan pansus dilaporkan kepada KPK. Untuk menyusun laporannya, kami libatkan beberapa teman anggota dewan sarjana hukum merumuskannya. Perumusan indikasi temuan harus jelas bahwa ada penyimpangan," kata Frans di DPRD Lembata, kemarin. (ius/pk edisi senin 5 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Bingu

Lima beta siram dengan air
Lima lainnya pakai air kencing
Ternyata jadi semua...!

IZINKAN beta menulis tentang seorang kawan yang gila tapi bukan sakit jiwa. Dia gila akan hal-hal baru. Gila terhadap segala sesuatu yang menantang otak dan keterampilan. Tulisan ini lahir justru terinspirasi dari kegilaannya itu.

Kawanku itu lahir dan besar di pedalaman Timor. Dia bangga sebagai anak kampung. Profesi guru. Guru pada salah satu sekolah dasar di Kupang. Hobinya menanam aneka tanaman. Dari bunga sampai pisang beranga. Sudah lama niat menulis tentang dia. Tapi dia selalu melarang dengan ancaman. "Kita putus hubungan kalau bu (bung) tulis beta pung nama di koran," katanya. Daripada putus hubungan pertemanan, kusebut saja namanya Bingu.

Mengisi libur Tahun Baru 2009, beta berkunjung ke rumahnya. Bukan kue dan minuman yang pertama disuguhkan. Dia langsung mengajak ke halaman rumah yang tidak seberapa luas. Di sana berderet rapi 10 pot dari ember dan kaleng cat bekas. Yang ditanam bukan adenium atau aglaonema, bunga yang masih "naik daun" di NTT sekarang. Bingu menanam padi. Padinya sedang berbulir. Sekitar dua pekan lagi siap panen.

Tidak mengejutkan karena si Bingu memang suka mencoba. "Puji Tuhan bu. Setelah berkali-kali beta coba tanam dan gagal, sekarang jadi juga. Padi dalam pot ini beta tanam sejak minggu kedua Oktober 2008. Tanpa pupuk kimia. Beta pakai kompos buatan sendiri. Lima pot beta siram dengan air. Lima lainnya beta siram pakai air kencing (air seni). Ternyata jadi semua. Bu lihat, bulirnya bagus-bagus kan?" katanya sambil terbahak.

Bingu mulai coba tanam padi dalam pot sejak awal 2008 setelah membaca ulasan di Harian Kompas dan menonton siaran salah satu stasiun televisi. "Jangan tanya Kompas edisi berapa. Itu tidak penting," katanya enteng.

Dua kali usahanya gagal karena salah cara menanam dan media tanam tidak cocok. "Yang paling rumit itu pembibitan. Tidak sama dengan padi sawah. Kalau tanah, gampang didapat. Beta ambil dari mana-mana. Tanah permukaan yang subur beta kumpul sedikit demi sedikit," kata Bingu. Impian Bingu selanjutnya adalah menularkan tanam padi dalam pot atau polybag kepada orang-orang di kampungnya. "Daerah lain bisa, kenapa kita tidak?" demikian Bingu.

***

SI Bingu tidak keliru. Menanam padi dalam pot atau polybag telah dicoba banyak orang di banyak tempat. Akibat keterbatasan lahan dan sumber air, banyak petani di daerah Banten dan Jawa Barat telah mencoba cara itu dan mereka sukses. Di Kabupaten Ciamis, Bupati Engkon Komara mencanangkan gerakan menanam padi dalam pot sejak tahun 2007. Komara yang kembali memimpin Ciamis periode kedua mewajibkan setiap keluarga menanam 25 pot padi di pekarangan rumah menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan.

Gerakan serupa bergulir di daerah Indramayu dan Cirebon. Untuk meyakinkan masyarakat petani, salah seorang camat di Cirebon menaman padi dalam ratusan pot di halaman kantor camat. Hasilnya menggembirakan. Para petani tertarik dan mengikuti contoh tersebut.

Menarik apa yang dilakukan Sobirin Supardiyono, pakar lingkungan lulusan Geologi ITB dan aktif di Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (http://clearwaste.blogspot.com). Sudah lama Sobirin menanam padi SRI (System of Rice Intensification) model pot dengan hasil memuaskan. Dia menjadi tempat banyak orang bertanya. Tahun 2006 ketika Sobirin menimbang hasil panenannya, dalam 1 pot mencapai 1 ons atau 0,1 kg atau 100 gram padi kering panen atau gabah kering panen (GKP).

Silakan menghitung sendiri kalau areal tanam seluas 1 hektar dengan jarak tanam 30 cm. Bukankah hasil gabah gabah kering giling (GKG) bisa mencapai angka ton? Gabah itu akan menjadi beras organik yang sehat karena tanpa pupuk kimia.

Tak kalah menarik hasil penelitian tim dari Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya terhadap petani yang menanam padi dalam pot atau polybag dengan pupuk organik M-Bio. Setiap satu polybag dipanen rata-rata 3 ons gabah. Bayangkan kalau satu KK petani mempunyai 100 pot padi di pekarangan? Mereka tidak perlu beli beras karena sudah dihasilkan sendiri.

Bagi beta yang buta ilmu pertanian, "kegilaan" si Bingu di Kupang yang menyiram padi "dengan air kencing" dan kisah dari Ciamis itu sungguh elok. Lebih elok ketimbang mendengar ratapan saban tahun tentang rawan pangan dan gizi buruk di beranda Flobamora. Padi pot kiranya cocok juga di bumi Nusa Tenggara Timur yang memikul tiga krisis besar; pangan, air dan energi.

Dia tak butuh air mengalir sampai jauh. Di atas karang pun jadilah. Modalnya cuma ulet. Siapa berani menyangkal keuletan Flobamora? Kalau tidak ulet, mana mungkin bisa bertahan hidup di tanah berbatu-batu ini selama ribuan tahun? (dionbata@poskupang.co.id). (dion db putra/pk edisi senin 5 januari 2009 hal 1)
Selanjutnya...

Minggu, 04 Januari 2009

Pemilu Legislatif Sebaiknya Sebelum atau Sesudah Pekan Suci

PENGAMAT politik, Dr. Chris Boro Tokan, berpendapat, pemilu legislatif sebaiknya dilaksanakan sebelum atau sesudah pekan suci umat Kristiani mulai 6-12 April. Sebab, waktu pelaksanaan pemilu pada 9 April bertepatan dengan hari Kamis Putih.

Hari Kamis Putih dalam pekan suci itu diyakini umat Kristiani di seluruh dunia sebagai perjamuan malam terakhir antara Yesus Kristus dengan murid-murid-Nya sebelum wafat dan bangkit pada hari Minggu Paskah yang jatuh pada 12 April .

"Sebagai negara yang berideologi Pancasila, pemerintah Indonesia perlu memperhatikan masalah ini agar tidak menganggu kekhusukan umat Kristiani dalam melaksanakan ibadah pada pekan suci itu," kata Boro Tokan di Kupang, Minggu (4/1/2009). Dia diminta pandangannya soal pelaksanaan pemilu legislatif pada 9 April yang bertepatan dengan hari Kamis Putih.

Boro Tokan yang juga dosen luar biasa hukum dan perubahan sosial, Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu mengatakan, pekan suci yang diyakini umat Kristiani merupakan ritus keyakinan religius yang perlu dihargai dan dihormati oleh negara.
Mengganggu
Dalam hubungan dengan itu, kegiatan politik kenegaraan seperti pemilu legislatif tersebut sangat mengganggu ziarah rohani sepekan umat Kristiani yang dikenal dengan sebutan pekan suci, katanya menambahkan.

"Jika kegiatan sosial kenegaraan ini lebih bernuansa kemanusiaan, tentu tidak perlu kita persoalkan. Yang menjadi persoalan di sini karena kegiatan politik kenegaraan itu tidak hanya selesai saat warga negara menggunakan hak politiknya untuk memilih dengan sistem pencontrengan itu," ujarnya.

Kegiatan politik kenegaraan ini, katanya, memakan waktu cukup lama karena para petugas dan rakyat pemilih harus mengawal hasil pemilu tersebut dari TPS ke PPS di desa-desa kemudian ke PPK di tiap-tiap kecamatan untuk seterusnya ke KPU kabupaten/kota dan propinsi.

Boro Tokan berpendapat, kegiatan politik kenegaraan yang berhubungan dengan pertarungan kekuasaan tersebut, tentu sedikit banyaknya menyentuh aspek kepentingan masing-masing individu dan partai politik yang sering diboncengi pula dengan kepentingan yang kompleks sehingga mencoreng dan mengganggu ziarah umat Kristiani .

Bagi kaum menengah dan kaum elit sosial politik yang rasional, kata dia, tentu dapat menyeimbangkan kegiatan religius keagamaan dengan politik kenegaraan pemilu legislatif 9 April dalam suasana pekan suci tersebut.

Namun, bagi kaum tradisional religius yang sebagian besar hidup dalam kesederhanaan, keterbatasan dan mungkin serba kekurangan, miskin secara materi dan jasmani, maka kesempatan selama pekan suci itu menjadi momentum refleksi sosial kehidupan menyeluruh.

Refleksi itu dilakukan guna memperbaruhi dan menemukan kembali spirit, roh, yang meneguhkan hidup ke depan, dalam puncak penderitaan wafat dan kebangkitan kembali hidup baru dalam simbol wafat dan kebangkitan Yesus Kristus pada 10 dan 12 April 2009.

Menurut dia, pekan suci merupakan minggu terakhir dan akhir dari sebuah ziarah puasa selama 40 hari umat Kristiani, seperti pelaksanaan bulan puasa bagi umat Islam di seluruh dunia.

Dengan melihat fenomena tersebut, kata Boro Tokan, maka negara berkewajiban untuk membina dan membangun toleransi kehidupan negara dengan kehidupan umat, dalam kegiatan religius umat yang khusuk dan khusus karena pekan suci bergaringan dengan kegiatan kenegaraan.

Dalam hubungan dengan itu, mantan Sekjen PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) periode 1985-1988 ini berpendapat, pemilu legislatif di NTT dan propinsi lain yang sebagian besar umatnya berada dalam puncak pekan suci Kristiani, sebaiknya dimajukan atau mundur seminggu dari waktu pelaksanaan 9 April .

"Aspirasi umat Kristiani di Indonesia wajib dihormati dan dihargai oleh negara sebagai cerminan praktik negara Indonesia yang berideologi Pancasila serta dalam proses pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) tentang UU No.10 Tahun 2008 yang mengatur tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD," kata Boro Tokan. (ant/pos kpg edisi senin 4 jan 2009 hal 7)
Selanjutnya...

Jumat, 02 Januari 2009

Agar Pilkada Tidak Sia-sia


TAHUN 2008 adalah tahun pemilu. Dalam kurun waktu 365 hari itu, begitu banyak aktivitas politik terjadi. Yang menonjol adalah pemilu kepala daerah (pilkada). Tercatat, ada 12 kali pilkada diselenggarakan.

Duabelas pilkada dimaksud, yakni Pilkada Sikka, Pilkada Gubernur NTT, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Alor, Ende, Manggarai Timur, Belu, Timor Tengah Selatan (TTS), Kabupaten Kupang dan Rote Ndao.

Pilkada Sikka menghasilkan duet kepemimpinan Sosimus Mitang- Wera Damianus. Pilkada NTT dengan pemenangnya pasangan Frans Lebu Raya-Esthon L Foenay. Nagekeo dipimpin Yohanes Samping Aoh - Paulus Kadju. Pasangan Kornelis Kodi Mete- Yacob Malo Bulu terpilih memimpin Sumba Barat Daya. Umbu Sapi Pateduk dan Umbu Dondu meraih suara terbanyak sehingga memimpin Sumba Tengah. Di Alor, pasangan Simon Th Paly - Yusran Tahir, unggul atas kandidat lainnya. Ende dipimpin Don Bosco Wangge-Ahmad Moctar.

Belu, Rote Ndao, Manggarai Timur dan Kabupaten Kupang memberi warna berbeda pilkada di NTT. Empat kabupaten ini melaksanakan pilkada dua putaran. Pasangan calon tidak terbatas diusung partai politik, tapi ada yang memberanikan diri lewat jalur independen (perseorangan).

Belu hampir dapat dipastikan dipimpin Joachim Lopez - Lodovikus Taolin. Pasangan Leonard Haning-Marthen Luther Saek yang maju lewat jalur calon perseorangan, menyisihkan pasangan lainnya yang diusung partai, memimpin Rote Ndao. Manggarai Timur dan Kabupaten Kupang masih harus menunggu hasil putaran kedua pilkada yang digelar hari ini, Selasa, 30 Desember 2008.

Sama halnya dengan Manggarai Timur dan Kabupaten Kupang, pemenang pilkada di negeri cendana TTS juga belum bisa dipastikan karena masih harus menunggu proses penghitungan suara ulang pada 17 kecamatan dan pemungutan suara ulang di dua kecamatan, sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi.

Setiap pilkada punya warna tersendiri. Suasana tegang, panas, dan mencekam (hampir) selalu ada. Aksi unjuk rasa, kerusuhan, bentrok antarpendukung calon, ulah perusakan rumah tinggal penduduk, dan amuk massa terhadap fasilitas umum nyaris menjadi pemandangan lazim, selama 167 hari waktu pelaksanaan pilkada setiap daerah. Meski tidak semua daerah yang melangsungkan hajat demokrasi itu ditingkahi aksi kekerasan. Pemandangan lain, tidak sedikit orang yang tersenyum simpul, tertawa girang, berpesta pora karena tujuannya tercapai.

Secara teoritis ada beberapa keuntungan dari pilkada langsung, antara lain yaitu mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, secara psikologis pilkada langsung meningkatkan rasa harga diri dan otonomi masyarakat di daerah. Selain itu, pilkada langsung memberikan legitimasi yang kuat kepada kepala daerah dan wakilnya untuk memerintah.

Namun dari sisi ekonomi, pilkada langsung membutuhkan biaya yang sangat besar. Pelaksanaan 12 pilkada menghabiskan anggaran sekitar Rp 200 miliar lebih. Nilai ini setara dengan pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Propinsi NTT tahun 2008 sebesar Rp 208 miliar lebih, atau beberapa kali lipat PAD kabupaten/kota.

Pilkada Sikka menghabiskan Rp 7,9 miliar. Nagekeo Rp 4,6 miliar, Pilgub NTT Rp 100 miliar, Sumba Barat Daya Rp 3 miliar, Sumba Tengah Rp 3 miliar, Ende Rp 10,9 miliar, Alor Rp 7 miliar, TTS Rp 13,9 miliar, Rote Ndao Rp 6 miliar, Belu Rp 18 miliar, Manggarai Timur Rp 3,5 miliar, Kabupaten Kupang Rp 11,3 miliar. Total anggaran ini belum termasuk anggaran untuk panwas, aparat keamanan serta anggaran pilkada putaran. Juga belum termasuk dengan biaya yang dikeluarkan oleh sang calon-calon kandidat dalam pembiayaan kampanyenya.

Yang mengejutkan ternyata biaya-biaya yang telah diserap dalam penyelenggaraan pilkada dibebankan pada APBD. Otomatis, anggaran pilkada menyedot anggaran publik yang selama ini komposisinya lebih kecil dari belanja rutin. Akibatnya, banyak pos anggaran untuk kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, dalam APBD dikurangi demi menopang biaya pilkada. Bbeban biaya yang sangat besar dan pemborosan waktu mengakibatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dinomorduakan.

Memang, untuk menumbuhkan demokrasi membutuhkan biaya yang besar. Tapi apa gunanya menghabiskan banyak anggaran sementara kesejahteraan masyarakat tidak terwujud? Pengembangan demokrasi lokal serta peningkatan partisipasi politik masyarakat yang menjadi tujuan lain dari pilkada, juga tidak terwujud.

Justru yang terjadi pasca pilkada, hampir di seluruh daerah terjadi 'keretakan' hubungan sosial antarmasyarakat. Disisi lain tingkat kemiskinan bertambah. Lapangan kerja terbatas sehingga pengangguran meningkat. Bencana gizi buruk dan rawan pangan senantiasa masih melilit rakyat. Kesulitan air bersih dan listrik menjadi persoalan rutin tahunan yang tidak pernah dapat diatasi.

Kita hanya berbangga bahwa dengan pilkada langsung, kembalinya kedaulatan rakyat. Dengan pilkada, secara psikologis meningkatkan rasa harga diri dan otonomi masyarakat. Selain itu, pilkada langsung memberikan legitimasi yang kuat kepada kepala daerah dan wakilnya untuk memerintah. Selebihnya, kita mengalami kondisi yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

Sejauh ini kita belum melihat ada sikap kepala daerah membuat program yang populis. Program yang lebih pro rakyat. Sebaliknya, yang lebih tampak dilihat adalah kesibukan mengurus diri, keluarga, kelompok, golongan atau tim suksesnya. Janji-janji yang nyaring terdengar semasa kampanye juga semakin fals terdengar, bahkan ada yang sudah hilang ditelan waktu. Oleh karena itu, diharapkan kepala daerah/wakil kepala daerah mampu mengawasi dirinya sendiri dan orang-orang terdekatnya sehingga tidak terjebak pada penyalahgunaan kekuasaan.
Secara jujur harus diakui bahwa biaya pilkada yang tinggi tidak sebanding dengan pencapaian yang dilakukan kepala daerah/wakil kepala daerah. Terlalu banyak inkonsistensi, sehingga ada anomali politik yang terus berulang.

Semestinya, dengan pengeluaran biaya yang besar selama pilkada, melecutkan semangat para kepala daerah terpilih untuk bertekad mewujudkan tujuan pilkada yaitu mensejahterahkan rakyat. Dana publik yang sudah tersedot untuk pelaksanaan pilkada mestinya dikembalikan. Lewat program-program yang mensejahtrakan rakyat. Tentu ini bukan sebuah beban berat, melainkan amanah yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan.

Mandat langsung dari rakyat kepada kepala daerah dan wakil kepala untuk memerintah dan membangun daerah, hendaknya jangan disia-siakan. Program-program pembangunan yang realistis dan penyusunan APBD yang berbasis pada pemecahan permasalahan lokal dengan porsi belanja publik lebih banyak, hendaknya diperhatikan secara serius. Implementasinya juga harus diawasi secara baik.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan pilkada, kita perlu mengapresiasi pemerintah dan semua pihak yang telah memungkinkan terselenggaranya pesta demokrasi lokal. Optimisme masyarakat harus dibangun dengan melihat pilkada langsung bukan sebagai mainan elite untuk bereksperimentasi demokrasi, dan juga bukan melihat pilkada sebagai strategi elite untuk mengalihkan perhatian publik dari krisis ekonomi kepada masalah-masalah politik.

Pada ranah ini, sangat diharapkan, kepala daerah/wakil kepala daerah benar-benar memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya sehingga tak berani main-main. Rakyat tidak melarang untuk menjadi kaya, tetapi semata-mata itu buah dari perjuangan dan keringat dalam menghadirkan sosok rakyat pada setiap jengkal keputusan dan kebijakan yang diambil. Dengan begitu, rakyat merasa tidak sia-sia ikut melaksanakan pilkada.

Sebentar lagi, tahun 2008 berakhir. Selanjutnya, kita masuk tahun 2009. Nah... momentum pergantian tahun ini hendaknya dijadikan moment untuk merefleksi. Apa yang sudah Anda perbuat untuk rakyat dan daerah pasca pilkada? Jika janji-janji kampanye belum ada yang diwujudkan maka segerah realisasikan. Mumpung rakyat belum menarik mandatnya.*(alfons nedabang/pk hal 1/catata n akhir tahun 2008)


Selanjutnya...