Selasa, 27 Januari 2009

Terkena Uap Panas, Warga Mataloko Sakit

BERDASARKAN hasil identifikasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, saat ini ada 1.059 warga yang berdomisili di sekitar lokasi panas bumi Mataloko menderita sakit sejak terjadinya uap panas itu. Ada yang menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi kulit dan asma.

Data itu diperoleh setelah tim Dinkes Ngada dan Puskesmas Golewa diterjunkan ke lokasi Pembangkit Listrik Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko, Sabtu (24/1/2009). Tim itu diterjunkan dalam rangka mengidentifikasi penyakit yang diderita masyarakat pasca munculnya uap panas di lokasi PLTPB Mataloko.

Umumnya para penderita berdomisili disekitar lokasi semburan. Mereka mengaku menderita sakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi kulit dan asma. Mereka yang terkena penyakit didominasi penyakit ISPA, yakni sebanyak 544 penderita. Penyakit lainnya, yakni infeksi kulit sebanyak 185 penderita dan asma 33 penderita.


Penyakit yang diderita masyarakat ini ditemukan tim Dinkes Ngada pada empat lokasi, yakni Desa Ratogesa, Dadawea, Kelurahan Mataloko dan Kelurahan Todabelu.

"Meski data lapangan seperti itu, namun tim Dinkes Ngada masih terus melakukan identifikasi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, Hildegardis Bhoko, SKM, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (27/1/2009).

Dijelaskannya, tim yang diterjunkan itu beranggotakan staf Dinkes Ngada dan Puskesmas Golewa. Tim Dinkes Ngada dipimpin Longginus Lowa, SKM, Kasie Wabah dan Bencana pada Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Ngada.

"Tim ini sudah ke lokasi panas bumi, Sabtu (24/1/2009). Mereka telah melakukan identifikasi penyakit yang dialami para warga di radius yang berdekatan dengan lokasi panas bumi. Penyakit yang ditemukan antara lain ISPA sebanyak 544, infeksi kulit 185 dan asma 33 penderita. Penyakit yang ditemukan ini apakah karena uap panas dan semburan dari panas bumi tim Dinkes Ngada masih melakukan pemeriksaan," kata Bhoko.

Akan tetapi, lanjut Bhoko, penyakit yang ditemukan di lokasi ini berdasarkan pengakuan masyarakat. Data-data tentang para penderita itu akan dilengkapi sehingga dapat dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah pengeboran. "Sepengetahuan kami, kadar belerang itu bisa menyembuhkan penyakit. Tapi kalau kadarnya terlalu tinggi juga bisa berbahaya," kata Bhoko.

Dia menegaskan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan guna mengetahui lebih jelas dampak langsung dan tidak langsung dari pengeboran sehingga ada penyakit yang muncul di masyarakat.

Tutup Semburan

Sementara itu masyarakat yang berdomisili pada radius sekitar 600 meter dari lokasi panas bumi meminta Geologi dan Pemkab Ngada sesegera mungkin menutup lokasi uap panas yang menurut warga seperti lumpur panas itu.

"Geologi boleh katakan itu bukan lumpur panas, tapi kami minta supaya ditutup, sehingga tidak merusak lingkungan dan sumber air. Kami sudah kena dampakya, ternak sapi yang kami sering ikat di pinggir kali tidak kami ikat lagi. Kami takut air tercemar belerang," ujar Wilhelmus Bolo, warga Kampung Pomamana, Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, di Kantor Bupati Ngada.

Dia mengatakan, apa yang disampaikan tim Geologi Bandung itu memang haknya. Tapi lokasi yang mengeluarkan uap panas itu sebaiknya ditutup saja.

"Kami sering melintas di sekitar lokasi yang ada semburan lumpur panas itu," kata Bolo.

Dia mengatakan, masyarakat di Pomamana khawatir sumber air tercemar dan bisa mematikan tanaman di pinggir kali yang sering dipakai warga untuk minum. Sedangkan hasil identifikasi tim Bapedalda Ngada tentang apakah sumber mata air tercemar belum ada hasilnya karena masih dalam proses pemeriksaan.

Terkait semburan itu, tim Geologi Bandung yang terdiri dari Kaswani, Jani Simanjuntak dan Bambang Sulaiman, Selasa (27/1/2009) pagi menemui Bupati Ngada guna menyampaikan hasil pantauan di lokasi panas bumi. Tim ini menyampaikan bahwa semburan itu adalah uap panas, bukan lumpur panas. Mereka juga menjamin uap panas itu tidak berbahaya karena tidak mengandung zat kimia.

Menunggu Keputusan Tim Geologi

Mantan General Manager PT Perusahan Listrik Negara (PLN) Propinsi NTT, Amir Rosidin, menjelaskan, pihaknya masih menunggu keputusan final dari tim Geologi Bandung terkait uap panas yang terjadi di Mataloko-Ngada.
Ia mengatakan itu saat acara pisah kenal GM PT PLN NTT baru, S Januwarsono, di Restoran Nelayan Kupang dari, Selasa (27/1/2009) malam.

"Kami sudah mendapat pemberitahuan dari tim geologi yang sedang bertugas di Mataloko. Disampaikan bahwa masalah itu tidak berbahaya dan tidak mengganggu seluruh proses persiapan pembangkit listrik tenaga bumi (PLTPB) yang kini tengah berjalan," ujar Rosidin.

Hanya saja, kata dia, proses ini harus melalui keputusan dari pimpinan tim Geologi yang berpusat di Bandung. Artinya, hasil temuan itu akan dikaji, lalu Geologi Bandung memutuskan sesuai hasil kajian lapangan.

Rosidin menjelaskan, tim Geologi Bandung yang masih bertugas di Mataloko itu telah mengambil sejumlah sampel terkait kasus uap panas itu. Tiga sampel itu, yakni lumpur, batuan dan gas. Ketiga sampel tersebut nanti diuji di laboratorium untuk mengetahui kira-kira lumpur tersebut berasal dari lapisan mana.

Berdasarkan laporan dari lapangan, kata dia, apa yang terjadi di Mataloko sebenarnya kejadian biasa setiap tahun saat musim hujan. Saat musim hujan, ada air yang masuk ke pori-pori bumi sehingga menimbulkan sumbatan. Makanya terjadi semburan bersama lumpur. Kemudian radius semburan juga tidak seberapa jauh atau masih tidak mempengaruhi areal pertanian warga setempat.

"Kalau ada tanaman mati, itu karena uap panas yang terbawa angin bukan karena lumpur panas seperti yang diduga," ujar Rosidin.

Meski demikian ia menegaskan, dalam masalah ini, tim geologi yang tengah berada di lokasi harus memberikan pencerahan secara luas. Dia mengatakan, proses penggalian energi listrik panas bumi itu dilakukan tim geologi, bukan PLN. Olehnya tanggung jawab sepenuhnya ada pada tim geologi. PLN hanya menerima hasil kerja tim geologi. Kalau tim geologi merekomendasikan jalan maka pasti berjalan.

Hanya Enam Sumur

Pada bagian lain, Rosidin juga meluruskan pemberitaan tentang sumur yang tengah digali di tempat itu. Di lokasi panas bumi itu ada enam sumur, bukan delapan sumur.

Ia merincikan: sumur pertama telah dinyatakan gagal dan tidak digunakan. Sumur dua berkekuatan 100 KW, sumur tiga dan sumur lima berkekuatan 1,8 MW (dua sumur ini yang akan rencananya akan digunakan dalam waktu dekat bila tidak ada kendala).

Berikutnya, lanjut Rosidin, sumur empat disiapkan untuk pembangkit lain; dan sumur enam untuk kegiatan injeksi air ke dalam tanah. "Kondisi yang ada di tempat itu normal-normal saja, sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Lain soal kalau kondisi itu terjadi akibat kegiatan lain seperti, gempa bumi," ujarnya. (ris/ely/pk edisi rabu 28 januari 2009)

Tidak ada komentar: