Minggu, 18 Januari 2009

Perbanyak TPS Bukan Solusi yang Tepat

ALIANSI Mahasiswa Pro Pluralisme NTT menilai usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi NTT memperbanyak tempat pemungutan suara (TPS) dalam pemilu legislatif, 9 April 2009, bukan solusi yang tepat karena akan tetap mengganggu kekhusukan umat Katolik merayakan ibadah Kamis Putih.

Dalam pernyataan tertulisnya yang ditandatangani Kasmir Kopong (Ketua) dan Gusti Nagi (Sekretaris), yang diterima Pos Kupang, Senin (12/1/2009), Aliansi Mahasiswa Pro Pluralisme NTT menyatakan, karena umat Kristiani di NTT sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, maka negara harus menghargai dan menjamin serta menciptakan ketenangan lahir dan batin umat Katolik dalam merayakan pekan suci. KPU dan pemerintah jangan enggan menggeser jadwal hanya karena alasan biaya.

"Kami melihat adanya keengganan pemerintah dan KPU dalam menggeser jadwal pemilu legislatif dengan dalih akan berdampak pada bertambahnya biaya pemilu. Pemerintah dan KPU tidak mempertimbangkan ketenangan lahir batin umat Kristiani dalam merayakan pekan suci merupakan bentuk pemasungan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," demikian Aliansi Mahasiswa Pro Pluralisme NTT.

Aliansi Mahasiswa menguraikan, Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi ideologi tengah atau penyeimbang yang menengahi ideologi kapitalis yang mengutamakan kapital, biaya pemilu legislatif (uang) sehingga mengabaikan aspek sakral kehidupan umat dan mengutamakan yang sekuler dengan ideologi sosialis yang mengutamakan lebih banyak orang dan mengabaikan perorangan, dan sedikit orang.

"Oleh karena itu diperlukan kebijakan pemerintah melalui KPU pusat untuk menggeser pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2009 sebagai sebuah upaya jalan tengah yang mencerminkan penerapan ideologi Pancasila," demikian pernyataan Aliansi Mahasiswa.

Menurut mereka, rencana KPUD NTT memperbanyak TPS bukan solusi yang tepat, damai dan tentram dalam konsentrasi memaknai momentum pekan suci tersebut. Rencana kebijakan tersebut terjebak dalam pola kepemimpinan kapitalis yang mengutamakan kapital, uang (biaya pemilu) sehingga mengabaikan aspek kerohanian dan kesakralan hidup umat.

"Pemerintah dan KPU harus menggeser jadwal pemilu legislatif sesudah berlangsungnya pekan suci umat Kristiani. Kebijakan menggeser jadwal pemilu legislatif tidak hanya sekadar menjadi tuntutan untuk toleransi negara terhadap kehidupan rohani umat, tetapi juga menjadi pencitraan secara internasional bagi bangsa Indonesia di mata dunia bahwa terjadi toleransi yang tinggi dalam pelaksanaan kehidupan umat beragama dengan praktik kenegaraan di Indonesia," tulis Aliansi Mahasiswa. (aca/poskpg edisi 14 januari 2009 hal 8)

Tidak ada komentar: