Minggu, 26 April 2009

Selamat Jalan Pak Piet



Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe (kiri) menjenguk Piet A Tallo






TIDAK ada yang kebetulan di bawah kolong langit. Semuanya sudah dalam rencana Tuhan. Itulah salah satu ungkapan khas yang selalu diucapkan oleh Piet Alexander Tallo, S.H, dalam banyak kesempatan ketika memimpin NTT selama dua periode. Kini, Gubernur NTT periode 1998-2008, itu telah tiada. Bupati TTS dua periode itu telah menghadap Sang Khalik pada Sabtu (25/4/2009) malam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Piet Tallo menjadi Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) 1983-1988. Selama lima tahun memimpin TTS, rakyat setempat masih mencintainya sehingga melalui DPRD setempat dipilih kembali menjadi Bupati TTS untuk periode 1988-1993. Ketika memimpin TTS 1983 - 1993, Piet Tallo menjadi sangat populer tatkala ia mencetuskan Program Cinta Tanah Air.

Di daerah yang terkenal sebagai penghasil kayu cendana di NTT itu, kepopuleran Piet Tallo muncul ketika ia memberi makan lumpur kepada rakyat yang malas bekerja dan tidak mau mengolah lahan untuk bercocok tanam.

Ternyata program ini tidak serta merta diterima oleh masyarakat. Piet Tallo dikecam dan dihujat habis-habisan karena memberi makan lumpur kepada rakyatnya. Namun, dengan tenang Piet Tallo menampik hujatan itu dengan menyebutnya sebagai "lumpur kasih sayang kepada rakyat TTS".

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ketika itu, Soepardjo Rustam (Alm) turun langsung ke SoE, Ibukota Kabupaten TTS untuk mendengar langsung kisah "Operasi Cinta Tanah Air" sampai membuat Piet Tallo harus memberi makan lumpur kepada rakyatnya yang malas bekerja.

Akhirnya, semua orang pun menyadari bahwa tindakan yang diambil Piet Tallo, itu semata-mata untuk membangkit semangat rakyatnya untuk bekerja meski terasa kejam dan sadis, karena tidak mencerminkan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Setelah mengakhiri masa tugasnya di TTS, hampir dua tahun Piet Tallo tidak menduduki jabatan dalam pemerintahan. Namun, pada 1995-1996, Piet Tallo dipercayakan oleh Gubernur NTT (waktu itu), Herman Musakabe, menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) NTT.

Selepas dari BKPMD, Piet Tallo ditunjuk menjadi Wakil Gubernur NTT menggantikan SHM Lerrick sampai tahun 1998 mendampingi Herman Musakabe, yang saat itu menjabat sebagai gubernur.

Habis masa jabatan Herman Musakabe sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo maju menjadi calon Gubernur NTT bersama Gaspar Parang Ehok dan Daniel Woda Palle. Namun, Piet Tallo, akhirnya mendapat dukungan suara mayoritas di DPRD NTT menjadi Gubernur NTT periode 1998-2003.

Posisi Wakil Gubernur NTT saat itu dijabat oleh Johanis Pake Pani, mantan Bupati Ende dua periode dan Kadis Pariwisata NTT. Posisi wakil gubernur hanya ditunjuk oleh Mendagri berdasarkan usulan dari DPRD NTT. Ketika babak berikutnya suksesi kepemimpinan NTT digelar pada 2003, Piet Tallo juga kembali mencalonkan diri. Sebagai anggota dewan pertimbangan Partai Golkar NTT, Piet Tallo, ketika itu kesulitan mendapatkan pintu masuk.

Pasalnya, Ketua DPD Partai Golkar NTT saat itu, Daniel Woda Palle, juga mencalonkan diri. Woda Palle akhirnya mengundurkan diri dan menunjukkan Esthon L Foenay sebagai kandidat Gubernur NTT dari Partai Golkar untuk berhadapan dengan Piet Tallo.

Piet Tallo akhirnya memilih Frans Lebu Raya, Ketua DPD PDI Perjuangan NTT dan Wakil Ketua DPRD NTT pada saat itu untuk mendampinginya sebagai wakil gubernur.

Ketika pentas politik suksesi kepemimpinan NTT digelar pada Juni 2003, Piet Tallo dan Frans Lebu Raya, akhirnya keluar sebagai pemenangnya dengan menyingkirkan paket dari Partai Golkar atas nama pasangan Esthon L Foenay dan Gaspar Parang Ehok, serta pasangan dari Gabungan Fraksi NTT Bersatu DPRD NTT, atas nama Victor Bungtilu Laiskodat dan Simon Hayon.

Di penghujung akhir masa jabatannya sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo mulai jatuh sakit, sehingga operasional pemerintahan diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, yang kini telah menjabat sebagai Gubernur NTT periode 2008-2013.

Ketika memimpin daerah ini, ada banyak petuah yang disampaikan Piet Tallo kepada masyarakat dan para pejabat dalam banyak kesempatan. Misalnya, kearifan lokal. Ini mengajak rakyat untuk memberdayakan potensi-potensi lokal yang ada pada rakyat itu untuk kesejahterannya. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Piet Tallo mencanangkan program Tiga Batu Tungku, yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Selama masa tugasnya, Piet Tallo mendapat penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha dari Presiden Soeharto pada 21 Agustus 1989, Manggala Karya Kencana Kelas II dari Kepala BKKBN Haryono Suyono pada tahun yang sama, Anugrah Korpri Abdi Negara dari Ketua Umum Korpri H Feisal Tamin pada 2000.

Selain itu, mendapat Satya Lencana Karya Setia 20-30 tahun dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 28 Oktober 2002 dan penghargaan dari Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), tropi dari Paus Johannes Paulus II pada 1997 serta medali imamat 25 tahun Kepausan dari Paus Johannes Paulus II pada 2004.

Dari Dusun Kecil

Piet Tallo dilahirkan di Tefas, sebuah dusun kecil di wilayah Kabupaten TTS pada 27 Mei 1942, dari pasangan Ch B Tallo dan Ny M Tallo-Lodo. Ketika masih duduk di bangku sekolah rakyat (SR), pria pemilik rambut perak ini sudah menampakkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang ditunjukkannya lewat sikap disiplin.

Setelah tamat dari SR GMIT SoE di Ibukota Kabupaten TTS pada 1955, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Kupang. Setelah tamat di SMP Negeri tersebut pada 1958, Piet Tallo melanjutkan ke SMA Negeri Kupang dan tamat pada 1970.

Ia pun merantau ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studinya di kota "Gudeg" Yogyakarta itu, Piet Tallo kemudian menyunting seorang wanita Jawa, Erny Christian.

Pada 15 Maret 1967, Piet Tallo dan Erny melangsungkan pernikahan suci sampai akhirnya dikarunia tiga orang anak, yakni Ch S Tallo, John Christian Tallo dan HO Tallo.

Selama masa muda, Piet Tallo dikenal banyak orang sebagai sosok seorang pria yang suka hidup berorganisasi, baik organisasi kepemudaan, keagamaan dan sosial politik. Ia pernah menjadi anggota GMKI antara 1961-1970, anggota Golkar sejak 1970, anggota Law Asian Conference (LAC) 1979.

Ia juga menjabat Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) sejak 2004, Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Golkar NTT antara 1994-1998 serta Ketua Dewan sesepuh SOSKI NTT dari 1990 sampai 1996.

Ketika masih duduk di bangku kuliah pun, Piet Tallo dipercayakan menjadi ajudan Rektor UGM Yogyakarta antara 1965-1967. Setelah tamat di UGM Yogyakarta, ia kembali ke NTT untuk mencari pekerjaan. Pada 1 September 1970, ia mulai meniti karirnya sebagai seorang pamong praja ketika diterima menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah NTT.

Tenaga sarjana ketika itu masih tergolong langka di NTT sehingga ia dipercayakan menjadi dosen di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Kupang antara 1972-1983 dan menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang antara 1972-1978.

Dalam kurun waktu tersebut, Piet Tallo mendapat banyak tugas di lingkungan pendidikan dan kepemudaan. Antara lain menjadi Ketua Komisariat Daerah (Komda) PSSI NTT dan Ketua Andalan Daerah Urusan Putra pada Kwartir Daerah Pramuka NTT. Antara tahun 1974-1983, Piet Tallo dipercayakan menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT.

Selamat jalan Pak Piet, jasa dan pengabdianmu tetap akan dikenang oleh seluruh rakyat NTT. (lorens molan/ant/gem)
Selanjutnya...

NTT Berkabung


POS KUPANG/REDDY NGERA
UANG TASPEN -- Wakil Gubernur NTT, Ir. esthon L Foenay, M.Si menyerahkan uang Taspen kepada mantan Gubernur NTT, Piet A Tallo, SH di kediamannya di Jalan Amabi, Oebufu, awal Maret 2009 lalu.


SEKITAR 4,4 juta penduduk Nusa Tenggara Timur berkabung. Pada pukul 20.25 WIB, Sabtu (25/4/2009), Piet Alexander Tallo, S.H, Gubernur NTT periode 1998-2008, meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

Piet Tallo yang meninggal dunia dalam usia 67 tahun, menderita penyakit asma kronis hingga mengganggu paru-paru dan jantungnya. Pada 22 September 2007, sebelum mengakhiri masa jabatan kedua, Piet Tallo jatuh sakit hingga dirawat di RS Dr. Soetomo Surabaya, setelah sebelumnya sempat dirawat di RS Tebet, Jakarta.

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya yang sedang bertugas di Jakarta langsung melayat Piet Tallo di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Saat dihubungi ke telepon selulernya semalam, Lebu Raya mengatakan, pencanang program Tiga Batu Tungku, itu disemayamkan di rumah duka Gatot Subroto. Dan, Minggu pagi dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng untuk diterbangkan ke Kupang, NTT menggunakan pesawat Mandala.

Jenasah tiba di Kupang siang ini sekitar pukul 12.30 Wita. Untuk pemakamanan akan dikoordinasikan dengan pihak keluarga soal jadwalnya. Sedangkan tata upacaranya akan ditangani oleh pemerintah karena beliau adalah mantan pejabat negara.

Atas nama pribadi, pemerintah dan masyarakat NTT, Lebu Raya menyatakan duka mendalam atas berpulangnya Gubernur NTT ke-7 itu. Menurut Lebu Raya, hampir seluruh hidupnya, Piet Tallo mengabdikan diri untuk NTT. "Pengabdiannya selama ini dan jasanya tetap dikenang. Kita doakan," kata Lebu Raya.

Hal penting lainnya, demikian Lebu Raya, keteladanan, kebapaan dan kerja kerasnya tentu menjadi nilai yang harus diwarisi oleh masyarakat NTT. Selama mendampingi almarhum lima tahun sebagai wakil gubernur, Lebu Raya mengaku menimba banyak pengalaman. Almarhum selalu memberikan nasihat, terutama soal kesejahteraan rakyat NTT.

"Sejak awal mendampingi beliau, saya menyampaikan hormat. Hormat karena beliau sebagai gubernur dan sebagai seorang bapak. Saya memetik banyak pengalaman soal kepemimpinan untuk diteruskan demi kemajuan NTT. Itulah kesan saya selama mendampingi beliau," kata Lebu Raya.

Menurut Lebu Raya, almarhum selalu memperhatikan staf dan mengingatkan dalam petuah-petuah.

"Saya bertemu beliau di TTS semasa menjabat bupati di sana, dan saya Ketua GMNI. Saya ingat betul petuahnya, "Nak Frans, kalau mau jadi besar harus keluar dari dalam batu.' Bagi saya itu luar biasa untuk sebuah perjuangan hidup. Saya tidak menduga beliau gubenur dan saya mendampingi sebagai wakilnya," kata Lebu Raya.

Lebu Raya mengatakan, banyak masyarakat NTT di Jakarta yang melayat. "Banyak masyarakat NTT memadati rumah sakit ini untuk melihat dari dekat jenazah beliau. Itu karena ketokohan dan keteladanan yang ditunjukkan semasa hidup. Kita doakan semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan," ujarnya.

Lebu Raya mengharapkan warga NTT, terutama masyarakat Kota Kupang menghargai beliau dengan menjemput jenazah di Bandara El Tari, Kupang. Selanjutnya partisipasi dalam keseluruhan proses hingga pemakaman perlu ditunjukkan.

Dalam suatu kunjungan ke Redaksi Pos Kupang tahun 2007, Piet Tallo sempat menyampaikan kondisi kesehatannya, yaitu paru-parunya bermasalah sehingga menyebabkan gangguan jantungnya.

Asma Kronis

Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT, dr. Stefanus Bria Seran, berdasarkan informasi yang diterimanya dari dr. Frans Humalesy (dokter pribadi Piet Tallo) di Jakarta, mengatakan, Piet Tallo meninggal karena menderita penyakit asma kronis.

Menurut Bria, Piet Tallo memasuki puncak masa kritis di ruang perawatan sekitar pukul 20.00 WIB, Sabtu (25/4/2009, kemudian dipindahkan ke ruang ICU. Sekitar pukul 20.23 WIB, Piet Tallo menghembuskan nafas terakhir.

Piet Tallo ke Jakarta pada 4 Maret 2008 untuk melakukan kontrol rutin di RSPAD Gatot Subroto sesuai skedul yang dibuat tim dokter. Tentang riwayat penyakitnya, Bria mengatakan, sakit sejak 24 Juli 2007. Sempat dilarikan ke RSU WZ Johannes Kupang, lalu dirujuk ke RS Tebet Jakarta. Selama hampir dua bulan dirawat, kondisinya membaik dan kembali ke Kupang, 22 Agutus 2008.

Namun, pada 22 September 2007, ia kembali menjalani perawatan di RS Dr. Soetomo Surabaya selama empat bulan hingga 30 Januari 2008. Selama di RS Dr. Soetomo, Piet Tallo dioperasi dan sebuah ventilator dipasang melalui tenggorokannya sebagai alat bantu pernafasan.
Di Kupang ia kembali menjalankan tugas sebagai Gubernur NTT, tetapi tidak maksimal. Sampai dengan berakhirnya masa jabatan gubernur 16 Juli 2008, ia berkantor di rumah jabatan Gubernur NTT.

Ketika Frans Lebu Raya dilantik menjadi Gubernur NTT menggantikan Piet Tallo, bersama keluarga ia pindah ke rumah pribadinya di Jalan Amabi-Maulafa-Kupang. Alat bantu pernafasan itu tetap menancap di lehernya. "Kamis (5/3/2009), beliau berangkat ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan rutin di RS Gatot Soebroto," kata Bria.

Asisten I Setda NTT, Drs. Yosep A. Mamulak, yang ditemui di rumah duka, di Jalan Amabi- Maulafat Kupang, menjelaskan, jenazah Piet Tallo akan diberangkatkan dari Jakarta ke Kupang, Minggu (26/4/2009) siang, dengan pesawat Mandala. Jenazah tiba di Bandara El Tari sekitar pukul 12.30 Wita. Tentang tempat dan rencana pemakaman, Mamulak mengatakan pemerintah masih melakukan koordinasi dengan pihak keluarga. "Sampai dengan malam ini, jenazah Piet Tallo disemayamkan di RSPAD Gatot Subroto.

Pantauan Pos Kupang hingga pukul 23.50 di rumah duka Jalan Amabi, Kelurahan Oebufu, tampak potret Piet Tallo terpampang di ruang tengah rumah duka. Potret itu diletakkan di atas sebuah meja kecil. Para kerabat dan kenalan terlihat sibuk, mempersiapkan ruangan itu. Rencananya di ruang itu menjadi tempat semayam jenazah Piet Tallo.

Sejumlah pejabat tampak hadir di rumah duka, antara lain Kadistamben Propinsi NTT, Drs. Yohannes Bria, Karo Umum Setda NTT, Drs. Bruno Kupok, Kasubdin PLS pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga NTT, Marthen Dira Tome. Selain para pejabat, di sekitar rumah duka hingga badan jalan, banyak masyarakat yang datang. Di sisi jalan itu, dipadati mobil dan motor.

Sementara salah seorang putri Piet Tallo, Ina Tallo mengatakan, beliau ke Jakarta 4 Maret 2009 bersama Ny. Erni Tallo dan putri bungsunya, Vera Tallo serta dr.Frans Humalesi untuk check up dan memeriksa penyakit asma dan gangguan tenggorokan yang dideritanya sejak 24 Juli 2007 lalu, di RSPAD Gatot Subroto.

Menurut Ina, saat itu Piet Tallo dalam keadaan baik, namun setelah melakukan check up di RSPAD Gatot Subroto, asma dan gangguan tenggorokan kembali kambuh sehingga harus menjalani opname di ruang ICU RSPAD Gatot Subroto hingga menghembuskan nafas terakhir, disaksikan Ny. Erni Tallo dan Vera Tallo, anak bungsunya.

Pantauan Pos Kupang, Sabtu (25/4/2009) pukul 22.30 Wita, sanak saudara dan keluarga serta sahabat kenalan terus berdatangan di rumah duka di Jalan Amabi, Kupang menyalami Ina Tallo, sebagai tanda turut berduka. Diantara pengunjung hadir Asisten I Setda NTT, Yos Mamulak dan Kasubdin PLS Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Propinsi NTT, Ir.Marthen Luther Dira Tome.

Sambil memegang foto ayahnya, Ina terus meneteskan air mata. Sesekali ia menerima telepon yang datang dari berbagai daerah yang menanyakan keberadaan almahrum dan ia menjawab, bahwa bapak meninggal di Jakarta dan besok (hari ini) diterbangkan ke Kupang menggunakan pesawat Mandala Air. Tampak semua keluarga dan semua yang datang ke rumah duka langsung membersihkan dan membereskan ruangan bagian dalam dan luar. Puluhan warga yang datang tampak berdiri bergerombolan di halaman rumah di antara puluhan kendaraan roda dua dan empat. (gem/den/mas)



Riwayat Sakit:

24 Juli 2007: Dirujuk ke RS Tebet Jakarta karena menderita sakit asma kronis dan radang berat pada saluran pernapasan. Sebelum dirujuk dia sempat dilarikan ke RSU WZ Johannes Kupang.

22 Agustus 2007: Kembali ke Kupang dalam kondisi segar bugar

22 September 2007: Menjalani perawatan di RS Dr. Soetomo Surabaya. Di sana lehernya dioperasi untuk memasukkan ventilator sebagai alat bantu pernafasan melalui tenggorokannya.

30 Januari 2008: Kembali ke Kupang dengan ventilator di leher. Sampai dengan berakhirnya masa jabatan sebagai gubernur NTT pada 16 Juli 2008, ia menjalankan tugas sebagai gubernur dari rumah jabatan.

16 Juli 2008: Drs. Frans Lebu Raya dilantik menjadi Gubernur NTT menggantikan Piet Tallo. Ia dan keluarganya pindah ke rumah pribadi di Jalan Amabi, Maulafa, Kota Kupang.

4 Maret 2009: Ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta untuk melakukan kontrol rutin.

25 April 2009: Meninggal dunia di ICU RS Gatot Soebroto.



Selanjutnya...

Kota Kasih Jangan Hanya Slogan

TANGGAL 25 April , diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Kupang. Tahun 2009 ini, kota yang dikenal dengan sebutan kota KASIH, genap berusia 13 tahun. Usianya masih relatif muda. Oleh karena itu, sangat tidak fair jika kita membuat perbandingan lurus Kota Kupang dengan kota lainnya di Indonesia.

Kota Kupang memang masih jauh tertinggal, namun kita tidak bisa menutup mata dengan apa yang dicapai dalam perkembangan pembangunannya. Kota Kupang terus berbenah diri untuk layak disebut sebagai kota yang maju.

Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk mempercantik Kota Kupang agar wajahnya gemerlap nan molek. Pusat-pusat perbelanjaan terbentuk, seperti halnya di Jalan Palapa, Jalan WJ Lalamentik, Jalan Timor Raya. Pusat-pusat hiburan juga menjamur. Harus diakui bahwa tanda-tanda kemajuan sudah mulai nampak.

Namun di sisi lain, masih banyak persoalan pembangunan yang belum teratasi secara baik. Sebagai kota yang sedang tumbuh, persoalan tata ruang menjadi masalah yang pelik. Sejauh ini, tata ruang kota masih tidak jelas. Tidak heran kalau peruntukan lahan-lahan di Kota Kupang dilakukan dengan sesuka hati. Sudah seharusnya dan selayaknya tata ruang ada dan Pemkot Kupang berupaya untuk mensosialisasikannya. Hal ini untuk menghindari salah tata letak dan fungsinya, serta ada kontrol dari warganya apabila ada penyimpangan peruntukan wilayah.

Sudah sewajarnya jika sejak dini Pemkot Kupang sebagai fasilitator mensosialisasikan terus menerus area mana yang direncanakan untuk perkantoran, area untuk bisnis, area terbuka untuk publik, dan area terbuka hijau. Yang dirasakan selama ini begitu cepat perkembangan kota namun kelihatannya masih belum ditata dengan mempertimbangkan keberlanjutan kota ke depan. Contoh nyata, dimana-mana tumbuh dan dibangun ruko yang kadang justru berada di lokasi yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Pembangunan jalan dan drainase juga terkesan asal jadi. Ketika musim hujan, beberapa ruas jalan kota yang telah beraspal hotmix terendam banjir. Saluran drainase yang tidak baik, sempit, bergelombang dan buntu membuat air dan sampah meluber ke jalan. Kesadaran warga yang rendah untuk menjaga kebersihan lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan, turut memperparah/merusak wajah kota. Hal lain yang cukup urgen untuk diperhatikan adalah, perlu dibangunnya hutan kota sebagai ajang rekreasi warga yang murah meriah. Hutan kota juga sebagai wahana meningkatkan tali silaturahmi dan kedekatan antar warga tanpa mengabaikan sisi keindahan kota. Pengelolaan kawasan terbuka hijau sebagai paru-paru kota perlu ditingkatkan sehingga tercipta hutan kota yang dapat mengurangi polusi.

Penataan pedagang kaki lima juga belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Memang sudah ada pedagang kaki lima yang diarahkan untuk menempatkan kawasan tertentu, seperti di pusat jajan serba ada (Pujasera) di Kelurahan Kampung Solor. Namun masih banyak yang belum terakomodir sehingga mereka sesuka hati menentukan tempat jualan sendiri, seperti di jalan-jalan protokol, halaman kantor pemerintah dan swasta. Pemerintah semestinya membantu mereka dengan membuat tempat jualan yang rapi, artistik dan dijaga kebersihannya oleh para pedagang sehingga tidak mengurangi keindahan kota. Pemkot perlu memikirkan pengalokasian yang cukup untuk ruang/tempat jualan dilokasi yang strategis bagi para pedagang kaki lima namun mereka perlu diedukasi secara terus menerus untuk dapat berkontribusi menjaga keindahan dan kebersihan kota. Pemerintah sebaiknya lebih memberi ruang dan perkembangan pada pusat perbelanjaan tradisional namun modern dalam pengelolaannya.

Sampah juga masih menjadi persoalan pelik Kota Kupang. Selain dibuang sembarang, pengelolaan sampah belum baik. Masih belum adanya pengelolaan sampah yang terdesentralisasi dan selama ini masih terpusat di tempat pembuangan akhir (TPA) Alak, telah menambah persoalan ke depan karena sampah yang dihasilkan warga dari hari ke hari, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun akan semakin menumpuk. Sudah sewajarnya Pemerintah mestinya mencari solusi bijak cara pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Warga harus diedukasi sehingga muncul kesadaran untuk menangani sampah mulai dari rumah tangga.

Tidak cukup tersedianya ruang publik, didukung dengan gaya hidup orang kota yang cenderung individualis, telah menyebabkan longgarnya kekerabatan. Hal ini jika terus dibiarkan akan menyuburkan SARA, dan menghilangkan keberagaman. Perlu dipikirkan kegiatan yang dapat mempererat dan mempersatukan warga yang beragam sehingga tidak terjebak dalam kesempitan cara pandang serta mampu meningkatkan dialog antar suku, antar iman dan antar kaya-miskin.

Pola pemukiman yang cenderung berbasis etnis/suku diusahakan agar dikurangi dan diusahakan keanekaragaman dari SARA sehingga memudahkan warga dalam melakukan komunikasi lintas SARA sehingga dapat mengurangi kemungkinan konflik. Dialog lintas agama, suku dan golongan, antar orang kaya dan miskin hendaknya terus digalakkan sehingga warga tidak terjebak dalam cara berpikir yang keliru.

Peringatan HUT ke-13 Kota Kupang tahun ini hendaknya dijadikan momentum untuk refleksi. Apakah berbagai pencapaian saat ini dan kedepan nanti, mencerminkan KASIH? Kita tidak mau KASIH hanya slogan belaka. KASIH harus tercermin dalam setiap aktifitas pembangunan dan kehidupan kemasyarakatan. Berbagai persoalan pembangunan yang senantiasa melilit, hendaknya juga diselesaikan dengan semangat KASIH. (pk edisi 24 april 2009 hal 14)
Selanjutnya...

Walikota : Pemerintah Perkuat Pelaksanaan Otda

WALIKOTA Kupang, Drs. Daniel Adoe mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat pelaksanaan otonomi daerah (Otda) pada berbagai aspek, dengan terus mendorong transparansi dan akuntabilitas pada berbagai level manajemen pemerintahan. Penanggulangan kemiskinan tetap menjadi prioritas agenda pembangunan di daerah.

Daniel Adoe mengatakan hal ini saat peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-123 Kota Kupang dan HUT ke-13 Daerah Kota Kupang yang ditandai dengan upacara pengibaran bendera di halaman Kantor Walikota, Sabtu (25/4/2009).

Hadir dalam acara itu mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe, Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek, para walikota dan utusan peserta Rapat Koordinasi ke-6 Komisariat Wilayah (Komwil) V Apeksi, para pimpinan Muspida, Ketua TP PKK Kota Kupang, Ny. Welmintje Adoe-Benyamin, pimpinan SKPD, camat, lurah dan para pelajar yang mewakili sekolah SD, SLTP, SLTA di Kota Kupang.

Adoe mengatakan, momentum yang dirayakan merupakan salah satu peristiwa historis yang memiliki nilai yang sangat strategis bagi pemerintah dan segenap elemen masyarakat. Harus disyukuri karena mengandung makna dari nilai-nilai perjuangan, kearifan lokal, kerja keras dan komitmen bersama untuk terus menjadi bagian yang integral.

Adoe menyebut berbagai program yang sudah dilaksanakan. Di sektor pendidikan, pemerintah telah meluncurkan pendidikan murah berkualitas, dengan harapan adanya pendidikan yang relatif murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat miskin. Selain itu, melakukan evaluasi dan pembenahan manajemen pendidikan.

Di bidang kesehatan, pemerintah telah menyediakan pelayanan kesehatan dasar secara gratis melalui Pustu, puskesmas dan RSU Prof Dr. WZ Johannes dengan masyarakat Kota Kupang di luar kuota Jamkesmas, dan Askes sosial anggota TNI/Polri kurang lebih 106.000 jiwa. Tahap awal pemerintah telah meluncurkan kartu pelayanan kesehatan dasar gratis untuk 10.000 jiwa dan tahap kedua 19.834 jiwa sehingga diharapkan sampai akhir April 2009 dapat mencapai 100 persen.

Dalam bidang pengembangan ekonomi rakyat, kata Adoe, pemerintah telah menyalurkan dana pemberdayaan ekonomi melalui lembaga mikro bekerja sama dengan empat lembaga keagamaan. Sedangkan tunggakan pengembalian dana PEM tahun-tahun sebelumnya, telah dilakukan kerjasama dengan pihak kejaksaan negeri kupang guna pembinaand an pengawasan dan hingga kini dari 6.924 kelompok, pengembalian telah mencapai 8 miliar 816 juta 904 ribu 350 rupiah atau 34,37 persen. Pemerintah tesus menorong lembaga keuangan ekonomi mikro untuk terus eksis mendukung pertumbuhan kota kupang.

Di bidang pelayanan air bersih, pemerintah akan tetap secara konsisiten untuk melakukan pengadaan sumur bor secara selektif pada daerah-daerah yang tidak dapat dilayani air bersih dari sumber air yang ada. Selain itu, dalam tahun ini akan dibangun bendungan di kali Kolhua dengan bantuan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi.

Di bidang perumahan, pemerintah sedang melakukan pembangunan perumahan murah layak huni dengan cicilan rendah bagi masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampusebanyak 2000 unit. Sedangkan, di bidang pemerintah, pemerintah tetap konsisten untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Dalam kesempatan itu, Adoe juga mengingatkan lima hal. Pertama, tahun 2009 merupakan tahun penegakan disiplin sehingga budayakan hidup yang disiplin, kerja keras dan kerja cerdas guna peningkatan etos kerja.

Kedua, kehidupan masyarakat Kota Kupang yang majemuk, pada satu sisi merupakan aset pembangunan namun pada sisi yang lain menyimpan potensi konflik horisontal maupun vertikal. Karena itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari kelompok-kelompok sosial, maupun individu untuk menjaga dan menghormati konsesus integral dengan menciptakan toleransi, menjalin kerukunan dan memantapkan keharmonisan dalam relasi dan interaksi sosial.

Ketiga, memiliki kepekaaan untuk melihat setiap persoalan daerah sebagai bagian dari tanggungjawab moril warga yang baik karena faktor internal dan eksternal dewasa ini cendrung membuat kita diperhadapkan dengan masalah ketimpangan, kesenjangan, penyimpangan dan sebagainya, yang apabila tidak disikapi secara arif dan bijaksana akan menjadi bom waktu yang dapat memicu krisis dan keterpurukan.

Keempat, mengajak kawula muda untuk membangun Kota Kupang dengan merintis kegiatan positip seperti olahraga, kesenian dan ketrampilan teknis untuk dijadikan modal masa depan.
Kelima, bagi seluruh aparatur PNS diminta agar senantiasa menampilkan sikap profesionalitas aparatur yang bersih, berwibawa, disiplin serta memilik ahklak dan moralitas yang terpuji dalam mengemban tugas sebagai abdi atau pelayan masyarakat.

Peringatan HUT Kota Kupang diisi juga dengan kegiatan atraksi kesenian daerah dan pertandingan olahraga, seperti futsal. (osa/pos kupang edisi 26 April 2009 hal 1)



Selanjutnya...

13 Tahun Kota Kupang (1)

Berwajah Bopeng

Oleh: Rosalina Langa Woso/Hermina Pello

TANGGAL 25 April diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Kupang. Tahun ini, usia Kota Kupang genap 13 tahun. Usia ini dihitung dari Kota Kupang terbentuk sebagai daerah otonom, dengan status kota administratif. Namun sebagai kota, pada tiga hari mendatang Kupang sebenarnya berusia 123 tahun.

Jika dibandingkan dengan kota lainnya, Kota Kupang masih muda belia. Tapi, bukan tidak mungkin akan berkembang menjadi kota besar. Pembangunan fisik dan penambahan jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun akan berdampak pada pertumbuhan Kota Kupang.

Masalah yang sering muncul seiring dengan pertumbuhan sebuah kota adalah masalah tata kota. Pembongkaran paksa gubuk-gubuk liar, bangunan yang tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), pedagang kaki lima (PKL) dan sebagainya yang dianggap menyalahi prosedur dan merusak pemandangan kota menjadi hal yang kerap kita saksikan setiap hari.

Masalah serius yang dihadapi Kota Kupang saat ini adalah jalan dan drainase. Bila musim hujan tiba jalan-jalan di beberapa sudut Kota Kupang dapat berfungsi ganda. Di satu sisi berfungsi sebagai tempat lalu lintas kendaraan, di sisi lain dapat berubah menjadi saluran/got aliran air hujan. Pejalan kaki yang melewati trotoar terpercik air yang digilas kendaraan.

Kondisi geografis Kupang yang miring tidak berarti Kupang tidak berpotensi banjir. Faktanya setiap kali musim hujan tiba, banyak jalan dan perumahan penduduk digenangi banjir. Meskipun demikian, di beberapa ruas jalan telah tersedia saluran. Sayangnya, saluran-saluran tersebut penuh sesak dengan berbagai jenis sampah. Kesadaran masyarakat yang rendah tentang kebersihan lingkungan menimbulkan potensi banjir pula.

Tengoklah di Jalan Alor Pasar Oeba. Jalan tersebut berlekuk, berlubang dan berlumpur. Di sisi kiri jalan, ada drainase, namun pembangunannya terbatas. Drainase dibangun mulai dari sumur Oeba sampai di lokasi lama kebun sayur kangkung, tidak dibangun sampai di lokasi pasar Oeba. Bila hujan turun, air tergenang di badan jalan hingga ke halaman rumah penduduk di bagian kiri jalan.

Tidak berfungsinya drainase juga dapat dijumpai di Jalan Kosasih, Jalan Elang dan Jalan Cendrawasih, Kelurahan Bonipoi. Drainase tersumbat dengan sampah.

Beberapa ruas jalan serta drainase yang rusak juga ditemukan di Jalan Sunan Kalijaga dan Jalan Cendrawasih. Kondisi yang sama terjadi di Jalan Elang, Jalan Merpati dan Jalan Soekarno serta beberapa ruas jalan lainnya. Singkatnya, masih banyak ruas jalan dengan drainase yang kondisinya sangat jelek dapat kita jumpai di Kota Kupang.

Kupang memang tidak 'separah' kota-kota lainnya di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Tapi amatlah penting bagi pemerintah Kota Kupang mulai serius menangani masalah penataan drainase. Kelak Kota Kupang tidak hanya berkembang sebagai kota modern, tapi juga kota asri dengan moto KASIH. KASIH hendaknya tercermin dalam segala aspek pembangunan, tidak terkecuali dalam hal tata ruang jalan dan drainase.

Pembangunan jalan dan drainase dikritik dosen Fakultas Teknis Unwira Kupang, Ir. Robertus Raya Wulan, MT. Menurutnya, jalan sebagai ruang publik tidak hanya mewadahi kendaraan bermotor, tetapi juga untuk pejalan kaki. Yang menjadi masalah adalah peningkatan jumlah dan kecepatan kendaraan bermotor yang tidak paralel dengan kesiapan pemerintah dalam mewadahinya. Hal ini menyebabkan jalan dalam pengertian 'street' kini direduksi menjadi 'road' yang hanya diorientasikan pada penyaluran transportasi.

Tanpa mengecilkan usaha Pemkot, harus diakui kebijakan pembangunan jalan di Kota Kupang cenderung hanya memanjakan pemakai kendaraan bermotor. Jalur cepat untuk mobil terus ditingkatkan dan dipelihara agar tetap mulus. Sedangkan jalur pejalan kaki tetap dibiarkan bopeng, bahkan sering diserobot untuk parkir. Oleh karena itu, tidak heran kalau sebagian korban kecelakaan lalu lintas justru pejalan kaki. Dia menyarankan, Pemkot memberikan hak yang proporsional bagi pejalan kaki.

Raya Wulan mengatakan, pembangunan jalan tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga berdimensi sosial. Pemkot perlu memperhatikan dimensi sosial jalan. Bahkan negara barat yang dituduh sebagai negara borjouis, kapitalis, ternyata dalam pembangunan jalan justru memberi kesan lebih sosial dari pada pemerintah kota yang bermotokan KASIH.

Tentang drainase, Raya Wulan menyebut dua masalah utama. Pertama, masalah teknis yang berkaitan dengan aspek hidrologi, hidrolika dan struktur jaringan. Kedua, masalah manajemen berkaitan dengan kemampuan sumber daya (dana, manusia dan teknologi), serta kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Masalah drainase di Kota Kupang, antara lain disebabkan karena perubahaan pemanfaatan lahan pada daerah hulu. Perubahaan ini karena proses perluasan kota maupun peningkatan/pemadatan. Akibatnya, terjadi penyempitan bidang resapan air permukaan.

Di sisi lain, dimensi saluran yang ada tidak cukup memadai untuk menampung debit air limpasan pada kondisi puncak. Karena itu, selain membenahi sistem drainase, penting juga mengendalikan intensitas pemanfaatan lahan di daerah hulu seperti Kelurahan Belo, Sikumana, Oepura dan Kelurahan Kolhua. Pembuatan embung/jebakan air dan sumur resapan dapat juga membantu mengurangi debit limpasan.

"Drainase yang ada tidak tersistem dan dibangun dengan pola parsial dan reaksional. Kalau ada kasus banjir baru ditangani. Tidak ada studi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Karena itu pembenahan sistem drainase harus dimulai dengan menyusun master plan sistem drainase Kota Kupang. Master ini dilandasi studi hidrologi dan hidrolika yang baik agar tidak ada lagi masalah teknis drainase," tegas Raya Wulan.

Kepala Dinas Kimpraswil Kota Kupang, Ir. Benny Sain, membenarkan drainase di Kota Kupang harus ditata kembali sesuai dengan limpasan dan volume air yang terjadi selama musim hujan. Siseim penataan drainase selalu diupayakan untuk fokus pada sungai atau laut. Ke depannya, perlu dipikirkan cara lain melihat topografi Kota Kupang yang berbukit. Kondisi ini sangat sukar untuk menuntaskan sistim drainase yang nyaman untuk aliran air dan limbah rumah tangga.

Menurut Sain, Kota Kupang belum masuk dalam 10 kota yang penataan drainasenya terbaik di Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Banjarmasin. (pk edisi 22 april 2009 hal 1)
Selanjutnya...

13 Tahun Kota Kupang (2)

Banyak yang Haus Kasih

Oleh Hermina Pello dan Rosalina Langa Woso

MESKI masih berusia remaja, Kota Kupang mulai menggeliat. Ekonomi dan sejumlah sektor pembangunan terus bertumbuh meski di tengah krisis melanda. Lihat saja, tempat perbelanjaan baru dan sejumlah kawasan usaha kian ramai, seperti di Jalan WJ Lalamentik dan Jalan Timor Raya. Lalu lintas mobil mewah dan sepeda motor pun terus bertambah.

Perkembangan ini memunculkan pertanyaan. Adakah megahnya bangunan pemerintah dan tempat usaha menjadi cermin keberhasilan pembangunan sejak kota ini berdiri? Mungkinkah hilir-mudik warga keluar masuk pusat perbelanjaan dan tempat makan siap saji menggambarkan kesejahteraan kurang lebih 286.035 warga kota ini? Apakah ramainya jalanan yang dihiasi kendaraan beraneka merek menunjukkan kualitas hidup warga kota yang terus menanjak?

Pembangunan yang dilaksanakan pada hakikatnya diarahkan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan dinilai dengan sejumlah indikator, diantaranya menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemerdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup.

Wajah Kota Kupang yang makin ceria di usianya yang ke-13 ini bisa saja menunjukkan adanya kemajuan pencapaian dari sejumlah indikator tersebut. Tetapi, kenyataan bisa saja berkata lain, karena kemegahan dan akses ekonomi yang glamour itu tidak dinikmati oleh sebagian besar warga yang harusnya menjadi empunya kota ini. Jerit dan rintihan anak-anak yang badannya kurus kering karena kekurangan gizi justru terdengar tidak jauh dari gedung megah maupun orang berpakaian necis atau safari yang didaulat untuk melayani dan atas nama mereka.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Kupang memperlihatkan, penderita gizi buruk di Kota Kupang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 terdapat 411kasus, tahun 2005 turun menjadi 371 kasus (1,88 persen), tahun 2006 kasus gizi buruk melonjak lagi menjadi 1.552 kasus (6,99 persen) dan tahun 2007 menjadi 514 kasus (4,00 persen), tahun 2008 naik lagi menjadi 1.707 kasus.

Ada sejumlah argumen yang dibangun oleh abdi masyarakat, bahwa ada banyak faktor yang melatarbelakangi peningkatan kasus gizi buruk di Kota Kupang. Pembelaan diri bisa saja dilakukan oleh pemerintah bahwa masalah bukan hanya tanggung jawab mereka. Tetapi patut diingat bahwa mereka adalah warga Kota Kupang yang harus diperhatikan. Pemerintahan kota dibentuk untuk melayani warganya, termasuk untuk masyarakat miskin yang terus didera kemiskinan dan dampak lanjutannya adalah gizi buruk.

Angka kemiskinan juga tidak kalah menyedihkan di kota yang hanya terdiri dari empat kecamatan dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang jumlah kecamatannya mencapai puluhan. Pada tahun 2008 terdapat 23.444 rumah tangga miskin (RTM) di kota ini. Potret kemiskinan tentu membuat banyak orang prihatin.

Menurut data Dinkes Kota Kupang -- berdasarkan cakupan pelayanan kesehatan -- terdapat 107.869 warga miskin di Kota Kupang. Kota Kupang sebagai potret dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tentunya mendapat banyak perhatian, tidak hanya dari pemerintah kota, tetapi juga dari pemprop dan pusat untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Program pemberdayaan ekonomi yang dinilai akan membebaska warga dari jeratan kemiskinan juga sudah diluncurkan. Namun hasilnya belum menggembirakan. Ada yang menduga, bantuan tersebut salah sasaran. Bantuan jatuh ke tangan orang yang tidak membutuhkan bantuan.

Buktinya, angka pengangguran di Kota Kupang ini pada tahun 2008 sudah mencapai 20.456 orang dengan berbagai tingkat tamatan. Rinciannya, penganggur (pencaker) sebanyak 11.014 orang, sedangkan laki-laki hanya 9.442 orang.

Data dari BPS Kota Kupang berdasarkan hasil Susenas, tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2006 sebanyak 10,29 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi 14,14 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kupang, Enos Ndaparoka, S.H., M.Hum beberapa waktu lalu mengungkapkan, Kota Kupang selalu menjadi korban karena menjadi tempat tujuan pencari kerja.

"Jumlah pencaker di Kota Kupang cenderung meningkat karena dari daerah selalu ada yang datang untuk mencari kerja di Kota Kupang. Ditambah lagi dengan lulusan dari sekolah-sekolah, menambah daftar panjang pencaker di Kota Kupang," ujarnya.

Di satu pihak, pemerintah tidak terlalu banyak membuka lapangan kerja karena lapangan kerja yang disediakan pemerintah lebih banyak menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Sektor pendidikan juga ikut menjadi salah satu penyebab munculnya generasi-generasi yang lemah inovasinya.

Sosiolog yang juga dosen FISIP Unwira Kupang, P. Paul Ngganggung, SVD mengemukakan, banyak sekolah di Kota Kupang mendidik anak menjadi pengangguran karena banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik.

"Saya sedih sekali kalau melihat anak-anak sekolah yang berseragam dan berdiri di pinggir-pinggir jalan. Mereka tidak bisa menggunakan waktu mereka dengan baik. Ini menciptakan calon penganggur di masa depan," kata Pater Paul.

Pater Paul mencontohkan, di bidang pariwisata, sebaiknya pemerintah menggandeng swasta untuk mengelola obyek-obyek wisata. Kalau dikelola pemerintah, tidak bisa berkembang sebab PNS cenderung berpikir usaha berkembang atau tidak toh setiap bulan mereka tetap mendapat gaji.
Sedangkan pihak swasta lain. Swasta akan berupaya mati-matian karena hidup mereka tergantung dari usaha tersebut. Jika dikelola swasta, maka akan membuka lapangan pekerjaan.
***

Sebagai tempat untuk mencari kerja dan sekolah, arus migrasi di Kota Kupang cukup tinggi setiap tahunnya. Menurut data BPS Kota Kupang, jumlah penduduk kota ini pada tahun 2006 sebanyak 275.066 jiwa, pada akhir tahun 2007 menjadi 282.035 dan tahun 2008 menjadi 286.306.

Dengan banyaknya pendatang dari luar daerah, baik dari daratan Timor, Flores, Sumba, Alor, Lembata maupun pulau lainnya di dalam maupun luar NTT, maka Kupang akan tumbuh menjadi kota multikultural. Kota ini dapat dikatakan sebagai miniatur NTT. Dengan multikultural ini, pemerintah harus pandai merangkul masyarakatnya agar merasa satu dengan kota ini sehingga secara aktif dan bertanggung jawab dalam pembangunan.

Apalagi, dilihat dari sisi pemukiman, seakan-akan masyarakat menjadi terkotak-kotak, suku yang satu tinggal bersama di tempat yang sama. Pater Paul mengungkapkan, pemerintah harus bisa memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama kepada masyarakat maupun birokrat yang ada di kota Kupang. Perlakuan dan kesempatan itu termasuk di dalamnya adalah program pembangunan. Jangan sampai ada daerah yang infrastrukturnya bagus, sedangkan daerah lain infrastrukturnya buruk. Ini akan menimbulkan kecemburuan di antara warga Kota Kupang karena ada yang merasa dianakemaskan dan ada juga yang dianaktirikan.

Menurut Pater Paul, penduduk suatu daerah bisa menjadi modal, tetapi juga bisa menjadi beban jika pemerintah tidak bisa merangkul mereka. (pk edisi 23 april 2009 hal 1)
Selanjutnya...