Selasa, 16 September 2008

Proyek Pembuatan Jukung Senilai Rp 1,5 M Belum Selesai

PROYEK pengadaan/pembuatan 55 unit jukung (sarana penangkap ikan, Red) di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Flores Timur (Flotim) tahun anggaran 2007 senilai Rp 1,5 miliar yang ditangani CV Nusantara Jaya hingga September 2008 ini belum selesai. Hasil pantauan DPRD Flotim di lapangan, kontraktor pelaksana baru menyelesaikan 16 unit jukung dari 55 unit yang mestinya sudah selesai dikerjakan 31 Desember 2007.

Wakil Ketua DPRD Flotim, Drs. Silvester Demon Sabon, selaku Koordinator Komisi A, B dan C DPRD Flotim menyampaikan temuan itu kepada Pos Kupang di Larantuka, Senin (15/9/2008).

Terkait masalah ini, kata Silvester, Komisi B DPRD Flotim telah memanggil pimpinan pengguna anggaran, yakni Dinas Perikanan dan Kelautan Flotim, Drs. Basir Kia Teron dan panitianya untuk mengecek sejauh mana instansi tersebut menyikapi proyek yang terkesan ditelantarkan kontraktor asal Kupang tersebut. Selain itu, lanjutnya, untuk menanyakan sanski apa yang diberikan kepada kontraktor itu.

"Sebab ada ketidakadilan dari Pemkab Flotim terhadap kontraktor di Flotim. Ini terbukti, ada kontraktor yang diawasi ketat dengan aturan untuk disiplin dan terus diancam untuk dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika sedikit saja lalai mengerjakan proyek sesuai kontrak kerja. Sementara ada kontraktor yang terkesan dilindungi dan dielus serta kebal terhadap disiplin dan aturan, meskipun lalai mengerjakan proyek seperti CV Nusantara Jaya pimpinan Epi asal Kupang yang lalai mengerjakan proyek pengadaan 55 jukung di Dinas Perikanan dan Kelauatan sekarang," papar Silvester.

Secara terpisah, Ketua Komisi B DPRD Flotim, Simon Sina Ritan, Selasa (16/9/2008) di DPRD Flotim, menjelaskan, Komisi B telah memanggil Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Flotim, Basir Kia Teron bersama panitia tender proyek pengadaan 55 jukung TA 2007 senilai Rp 1,5 miliar pada Sabtu (13/9/2008).

Dalam pertemuan dengan Komisi B, kata Sina Ritan, Kepala Dinas Perikanan dan Kelauatan Flotim, Basir Kia Teron mengakui lambannya pengadaan 55 jukung oleh CV Nusantara Jaya asal Kupang dan beralamat di samping Kantor Dinas Perhubungan Flotim di Kelurahan Sarotari-Kota Larantuka.

Terhadap alasan yang dikemukakan Dinas Perikanan tersebut Komisi B DPRD Flotim bersikap tegas menuntut agar kontraktor/CV Nusantara Jaya yang wanprestasi dalam mengerjakan proyek itu harus dikenakan denda maksimum lima persen dari nilai proyek, yakni Rp 1,5 milar.
"Proyek pengadaan 55 jukung itu sesuai kontrak kerja sudah harus selesai 31 Desember 2007, tetapi molor sampai September 2008. Anehnya sampai September 2008 ini fisik proyek masih nol persen karena di lapangan, yakni di Pantai Mokantarak baru ditemukan 16 dari 55 jukung yang diparkir di tepi pantai itu. Itupun belum lengkap bagian-bagiannya," jelas Sina Ritan.

Solusinya, kata Sina Ritan, CV Nusantara Jaya membayar denda maksimum lima persen kepada daerah, dan memindahkan lokasi pekerjaan dari Pantai Mokantarak-Flotim ke Surabaya untuk menyelesaikan 39 jukung yang belum ada sampai saat ini.

Alasan kontraktor memindahkan lokasi pengerjaan jukung ke Surabaya, Jawa Timur untuk lebih dekat dengan material pembuatan jukung di Surabaya.Karena menurut kontraktor bahan baku/material pembuatan jukung yang diangkut dari Surabaya ke Larantuka sangat mahal ongkos angkutnya, sehingga kontraktor belum berhasil menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Flotim, Drs.Basir Kia Teron kepada Pos Kupang mengakui kontraktor CV Nusantara Jaya lamban menyelesaikan proyek tersebut sesuai kontrak kerja.
Hingga September ini baru diselesaikan 16 dari 55 jukung yang harus diadakan. Dengan demikian, tinggal 39 unit jukung yang sedang diselesaikan. Jukung tersebut sudah tersedia mesin merk Yanmark buatan Jepang. "Kontraktor berjanji harus selesai dalam 2008 ini," kata Basir. (art/Pos Kupang edisi Rabu 17 September 2008 hal 1) Selanjutnya...

WVI-PKBI Beberkan Hasil Survai HIV/AIDS di Flotim

WAHANA Visi Indonesia (WVI) menggandeng Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah NTT, Kamis (18/9/2009), menggelar workshop membeberkan hasil survai terhadap perilaku warga 12 desa di Flores Timur (Flotim) yang berisiko terhadap HIV/AIDS. Dari data-data yang akan dipaparkan besok itu, diharapkan ada intervensi secara serius dan sungguh-sungguh terhadap masalah HIV/AIDS di Flotim.

Koordinator Program HIV/AIDS WVI ADP Flotim, Yohanes Lewonama Hayong, ketika dihubungi Pos Kupang melalui telepon dari Kupang, Selasa (16/9/2008), menjelaskan, survai itu mengambil metode rappid assesment response (RAR) selama lebih dari dua minggu terhadap warga di 12 desa binaan WVI di Flotim.

Ke-12 desa yang disurvai itu adalah Riangkoli, Waiklibang (Kecamatan Tanjung Bunga), Bama, Lewokluok, Lamika (Demon Pagong), Lewolaga, Lato, Ilegerong (Titehena), Boru, Hokeng Jaya, Nuri, Konga (Wulanggitang). "Kelompok sasaran adalah remaja (putra/i), ibu rumah tangga dan PSK dan pelanggan PSK," kata Hayong.

Survai ini, jelas Hayong, dilakukan untuk beberapa tujuan. Pertama, mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi dan perilaku kesehatan reproduksi, seksualitas, HIV/AIDS dan IMS pada semua sub populasi penduduk; kedua, mengetahui secara khusus perilaku seksual remaja dan perilaku mencari layanan kesehatan; ketiga, mengidentifikasi profil pekerja seks dan pelanggan termasuk mengidentifikasi jaring seksual komersial maupun tradisional dalam komunitas; keempat, mengetahui pola menghindari IMS dan pengobatan serta cara menghindari HIV/AIDS yang dilakukan oleh pekerja seks dan pelanggan.

Menurut Hayong, hasil survai itu agak mengagetkan, terutama untuk populasi remaja. Dari survai itu, jelas Hayong, banyak remaja yang masih memahami bahwa pacaran selalu berarti berhubungan seks. "Remaja juga sangat familiar dengan tempat hiburan," kata Hayong. Hayong bahkan menyebutkan bahwa anak sekolah dasar saja sudah tahu bagaimana menggugurkan kandungan.

Untuk ibu rumah tangga, sebut Hayong, mereka pernah mendengar tentang HIV/AIDS. "Tetapi apa itu HIV/AIDS, bagaimana dia menular, bagaimana pencegahannya, itu mereka tidak tahu apa-apa. Karena itu mereka meminta agar para kader posyandu juga diberi pelatihan sehingga saat posyandu mereka bisa menjelaskan kepada para ibu rumah tangga," kata Hayong.

Menurut rencana, workshop sehari ini akan dibuka oleh Wakil Bupati Flotim, Yosni Herin, yang sekaligus membawakan materi Kebijakan Pemkab Flotim terhadap HIV/AIDS. (len/Pos Kupang edisi Rabu 17 September 2008 hal daerah) Selanjutnya...

Abrasi Serius Landa Ndori


KERUSAKAN serius akibat abrasi (pengikisan oleh air laut) melanda kawasan pantai selatan Kabupaten Ende, tepatnya di wilayah Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori, Kecamatan Ndori. Tanggul penahan gelombang sudah jebol, jalan raya nyaris putus dan perumahan warga di pesisir pantai itu terancam.

Tanggul penahan/pemecah gelombang nyaris tak tersisa akibat dihantam gelombang laut. Bahu jalan raya sudah terkikis. Badan jalan yang sudah diaspal baik itu terancam. Jika tidak ada penanggulangan segera, maka pada musim barat tahun ini, ruas jalan menuju wilayah tiga desa itu pun bisa putus digerus air laut.

Demikian pantauan Pos Kupang di wilayah tersebut, Sabtu (13/9/2008) siang. Jebolnya tanggul pemecah gelombang tidak hanya membuat ruas jalan raya di tepi pantai itu yang rusak, tetapi juga membuat ratusan rumah warga di pesisir pantai itu pun terancam dihantam gelombang laut. Sebuah masjid yang terletak hanya sekitar 20 meter dari bibir pantai, juga terancam.
Beberapa warga setempat mengatakan, mereka menyadari adanya abrasi sebagai gejala alam yang sulit dihentikan. Namun mereka juga sulit untuk pindah atau mencari lokasi pemukiman yang baru karena mereka tidak punya lahan di tempat lain untuk dijadikan lokasi pemukiman.

"Kalau musim barat, air laut naik sampai sekitar 100 meter ke darat dan menggenangi rumah-rumah. Kalau saat sekarang ini laut masih normal. Lihat saja, tembok penahan gelombang sudah rusak dan sebagian jalan raya juga sudah rusak. Pohon kelapa di pantai ini juga sudah banyak yang tumbang karena abrasi pantai," kata Zaid MS Pareira, warga Dusun II Ipi, Desa Serandori.

Ahmad Ahad, juga warga setempat, menambahkan, abrasi dan terjangan gelombang sudah membawa kekhawatiran setiap tahun bagi warga setempat. Tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. "Kami memang berpikir untuk mencari pemukiman baru tapi untuk pindah tidak mudah, harus ada lahan dan harus membangun rumah di lokasi pemukiman yang baru," katanya.

Camat Ndori, Konstantinus Djara yang ditemui di rumahnya di wilayah Desa Maubasa, Sabtu (13/9/2008) siang, membenarkan bahwa ratusan rumah warga di pesisir pantai di kecamatan itu terancam akibat abrasi yang terus terjadi.

"Memang tembok penahan ombak yang dibangun di pesisir pantai di wilayah ini sudah rusak akibat adanya abrasi. Begitu juga dengan ruas jalan masuk yang melintas di wilayah pantai menuju ke tiga desa itu juga sudah rusak. Kami dari pemerintah kecamatan sudah mengusulkan ke tingkat kabupaten untuk dilakukan perbaikan tembok atau tanggul penahan ombak. Hanya saja sampai saat ini belum mendapat jawaban karena begitu banyaknya permasalahan yang harus menjadi perhatian pemerintah kabupaten," kata Djara.

Dia menambahkan bahwa pihaknya terus berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah abrasi pantai di wilayahnya. "Kami juga terus berharap agar ada perhatian dari pemerintah kabupaten untuk mengatasi masalah ini," katanya. (mar/Pos Kupang edisi Senin 15 September 2008 hal 1)


Pemkab Ende Kaji Penanganan Abrasi

PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Ende akan mengkaji penanganan kerusakan beberapa kawasan pantai akibat abrasi (pengikisan oleh air laut). Sebab, abrasi tidak hanya terjadi di kawasan pantai selatan di Kecamatan Ndori, tetapi juga di kawasan pantai di Kecamatan Maukaro dan Kecamatan Ende.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswwil) Kabupaten Ende, Agustinus Naga, S.H, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/9/2008). "Di wilayah Pantai Jagapo-Desa Nabe, Kecamatan Maukaro dan di Mbomba, Kecamatan Ende sekitar tujuh kilometer arah barat Kota Ende terjadi abrasi. Di sana ada ruas jalan yang hampir putus karena abrasi. Jadi, abrasi terjadi di beberapa tempat, sementara anggaran daerah Kabupaten Ende terbatas," kata Agustinus.

Ia menjelaskan, Dinas Kimpraswil Kabupaten Ende pernah mengajukan anggaran untuk penanganan pantai yang mengalami abrasi. Namun, lanjutnya, penanganan terhadap abrasi pantai ini harus dikaji lagi karena abrasi tidak hanya terjadi di wilayah Kecamatan Ndori, tetapi juga di wilayah kecamatan lainnya seperti di pantai utara di Kabupaten Ende.

Agustinus mengemukakan, Dinas Kimpraswil Ende sudah bangun tembok penahan gelombang di pesisir pantai Ndori, namun tetapi karena ombak deras dan air laut terus naik sehingga tembok roboh. Untuk memperbaiki jalan raya yang rusak karena abrasi, kata Agustinus, juga belum tentu menyelesaikan masalah karena ruas jalan terletak di dekat pantai.

"Kalau dulu, waktu jalan raya dibangun, bibir pantai masih cukup jauh. Namun karena air laut terus naik dan terjadi abrasi, saat ini jalan raya sudah digenangi air laut. Apakah ruas jalan raya yang harus dipindah, ini pun harus dikaji lagi. Menyangkut penanganan terhadap pemukiman penduduk, yang jadi masalah adalah warga setempat tidak mau pindah dari tempat tinggal mereka di bibir pantai. Kalaupun mereka mau pindah berarti harus ada lahan baru untuk permukiman karena warga di pantai beralasan tidak punya lahan untuk membangun rumah di tempat baru," kata Agustinus.

Ia menjelaskan, Pemkab Ende pernah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim di wilayah pantai, termasuk di Ndori untuk mencari pemukiman baru. Tetapi, warga setempat beralasan tidak punya lahan dan tidak punya biaya untuk membangun rumah di tempat yang baru. Sementara anggaran Pemkab Ende terbatas sehingga sulit menanganinya.

Meski demikian, kata Agustinus, hal ini akan dipikirkan lagi penanganan masalah abrasinya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan rumah warga di pesisir pantai di tiga desa di Kecamatan Ndori, Kabupaten Ende saat ini terancam kenyamanannya akibat abrasi pantai yang terus mengikis wilayah tersebut. Tembok tanggul penahan ombak sudah rusak, bahkan ombak di pantai tersebut telah merusak ruas jalan aspal menuju wilayah itu.

Ratusan rumah warga ini berada di wilayah pesisir pantai Desa Maubasa, Desa Maubasa Timur dan Desa Serandori. Selain rumah warga, jika abrasi terus terjadi, maka rumah ibadah seperti masjid di wilayah itu yang letaknya sekitar 20 meter dari bibir pantai akan terancam abrasi.

Beberapa warga setempat yang ditemui mengatakan, mereka menyadari adanya abrasi pantai sebagai gejala alam yang sulit dihentikan. Tetapi, mereka juga sulit untuk pindah atau mencari lokasi permukiman baru karena mereka tidak punya lahan di tempat lain untuk dijadikan lokasi permukiman. (mar/Pos Kupang edisi 16 September 2008 hal 1)

Tak Ada Dana Tangani Abrasi

KETUA Komisi Anggaran DPRD Kabupaten Ende, Yustinus Sani, S.E, mengatakan, tahun anggaran 2008 ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende tak ada dana lagi untuk penanganan abrasi pantai.

Yustinus Sani yang ditemui di kediamannya, Selasa (16/9/2008), mengatakan, pengalokasian anggaran untuk penanganan masalah abrasi baru akan dibahas pada sidang pembahasan APBD Kabupaten Ende tahun anggaran 2009 mendatang.

Meski demikian, lanjut Sani, Pemkab Ende harus tetap berupaya untuk memfasilitasi masyarakat di kecamatan Ndori dan wilayah lainnya yang terancam abrasi pantai untuk mencari pemukiman baru bagi warga. Terus menetap di permukiman lama di bibir pantai seperti di Ndori, lanjutnya, tidak bisa dibiarkan terus berlangsung karena kondisi air laut saat ini terus naik.

Sani dihubungi menyangkut penanganan masalah abrasi karena posisinya sebagai komisi anggaran. "Masyarakat Ndori itu seharusnya sudah pindah ke permukiman yang baru. Pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan permukiman yang layak," katanya.

Menurut dia, kalaupun Pemkab Ende mengalokasikan angaran untuk penanganan abrasi, maka aksi penanganan abrasi baru bisa dilakukan April 2009 setelah pembahasan anggaran APBD Kabupaten Ende tahun anggaran 2009.

"Saran saya, untuk jangka pendek penanganan abrasi bisa dilakukan dengan cara membangun tembok pemecah dan penahan gelombang. Namun, untuk jangka panjang seharusnya dilakukan upaya penanaman hutan bakau di pesisir pantai. Dan, yang paling bagus memfasilitasi masyarakat yang bermukim di daerah pantai untuk pindah ke permukiman yang baru. Pemerintah harus bisa mencari tempat permukiman baru bagi warga yang terancam abrasi pantai," kata Sani.

Sani mengungkapkan, saat ini Pemkab Ende tidak punya dana sehingga tidak bisa terlalu memaksa pihak pemerintah untuk segera menangani abrasi ini. "Dana baru bisa dialokasikan untuk penanganan abrasi pada tahun 2009 mendatang," ujarnya. (mar/Pos Kupang edisi Rabu 17 September 2008 hal 1) Selanjutnya...

Kampung

Oleh : Dion DB Putra

KITA selalu mencari apa yang kita tidak punya tanpa melihat apa yang kita punya. Di ruang tak luas berdesak-desakkan, di Jalan Kenari 1 Kupang, ditingkah riak riuh hiruk-pikuk Pasar Inpres Naikoten Satu. Dalam deru sepeda motor dan oto merk Honda, Yamaha, Suzuki, Toyota yang meraung-raung di jalanan Kupang, Matsui Kazuhisa berdiskusi dengan 30-an orang.

Hari itu, Rabu 10 September 2008. Senja menjelang malam. Beta merasa Matsui keras menampar. Dia menghardik kesadaran yang lama tidur. Membentak alam bawah sadar. Mungkin beta tidak sendirian...

Matsui Kazuhisa agen asing. Tenaga Ahli JICA (Japan International Cooperation Agency). Dia pakar masalah kemandirian lokal dengan kompetensi teruji. Terima kasih bung Farry Francis yang telah mempertemukan. Persahabatan memang indah.

Pria Jepang itu melanjutkan kata-katanya. Kita selalu menganggap bahwa orang luar mempunyai hal-hal yang lebih bagus daripada yang kita punya. Kita selalu menjelekkan diri sendiri sambil dibandingkan dengan orang luar. Kita selalu lebih percaya hal-hal yang ada di luar daripada yang ada di dalam. Maka tidak ada di sini, minta dari luar!

Siapa berani membantah Kazuhisa? Salahkah pernyataan Penasihat Kebijakan Pembangunan Daerah se-Sulawesi itu? Dia layak menasihati kita di beranda rumah ini. Rumah Flobamora yang lama tak melihat apa yang kita punya.

Lima puluh tahun lalu, Bung Karno bicara tentang berdiri di atas kaki sendiri alias berdikari. Warisan itu entah ke mana pergi. Bertahun-tahun negeri ini terus meminta tanpa mampu memberi. Bertahun-tahun, ini negeri terperangkap bantuan luar (negeri). Negeri yang hilang kemandiriannya. Lama terpesona jargon. Puas dibuai slogan. Tak sadar kaki rapuh. Tak sanggup menopang tubuh montok oleh gizi makanan impor. Sewindu otonomi daerah, beras si miskin pun masih dari luar. Di rimba raya bantuan, ada jalan tak berujung. Kita tersesat, lupa jalan pulang...

***
APAKAH daerahmu tidak punya apa-apa. Miskin? Pertanyaan Kazuhisa kembali menghentak nalar. Carilah apa yang ada di daerahmu. Ada gunung, ada laut. Ngarai, sawah dan ladang. Ada manusia, ada budaya, makanan khas. Ada sejarah, pengalaman hidup. Daerahmu memiliki macam-macam! Soalnya, sejauhmana Anda memahaminya? Gugatan yang menyengat. Ketika kita suka melihat ke luar, senang menatap halaman rumah tetangga, kita lupa berapa jengkal luas dan isi halaman rumah sendiri.

Pembangunan pada akhirnya soal jatidiri. Memahami diri sendiri. Dan, Matsui Kazuhisa mengajak kita kembali ke kampung. Bukan melihat Hirosima atau Nagasaki. Tidak membandingkan dengan Tokyo atau Nagoya. Kupang bukan Singapura. Oesao jelas beda dengan Osaka. Jangan-jangan kita lebih hapal jejak Osaka ketimbang setiap petak sawah di Oesao sana.
Pembangunan! Ini kata yang disebut paling sering. Dieja berulangkali. Dalam forum musrenbang, di gedung dewan, dalam pidato dan sambutan, proposal bantuan dana. Dalam kotbah di mimbar rumah ibadah. Pembangunan, hendak dimulai dari mana?

Pembangunan mulai dari makan. Kedaulatan perut alias "kampung tengah". Kazuhisa menyentil untuk kesekian kalinya. Masyarakat desa sehari-hari makan apa? Apakah makanan dan cara makannya sehat dari segi ilmu gizi? Makanan tersebut berasal dari mana? Dari desa sendiri atau dari luar desa? Usaha tani atau nelayan di desa dikonsumsi oleh siapa?

Pertanyaan sederhana. Susah menjawab, kecuali orang yang mengkaji dengan sungguh kampung halaman. Hanya orang-orang yang mencintai kampung, mengenal desa. Siapakah di antara kita yang sungguh mengenal desa?

Dua hari lalu seorang sahabat anggota Forum Academia NTT mengirimkan puisi Kesepian karya Friedrich Nietzsche.

Burung-burung gagak berteriak
Dan berdengung terbang ke kota:
Salju akan turun segera -
Bahagialah dia yang kini masih - berkampung halaman!
Kini kau berdiri kaku,
Menengok ke belakang, ah! betapa lama sudah!
Mengapa kau yang tolol
Sewaktu musim dingin menjelang - larikan diri ke dunia?
Dunia itu pintu gerbang
Ke seribu gurun bisu dan dingin!
Yang kehilangan,
Yang kau kehilangan, takkan berhenti di mana pun jua.
Kini kau berdiri pucat,
Terkutuk untuk ngembarai musim salju,
Bagaikan asap,
Yang mencari langit yang lebih dingin selalu.
Terbanglah, burung, teriakkan
Lagumu dalam nada-burung-gurun! -
Umpetkanlah, kau yang tolol,
Hatimu yang berdarah di dalam es dan ejekan!
Burung-burung gagak berteriak
Dan berdengung terbang ke kota:
Salju akan turun segera,
Celakalah dia yang tak berkampung halaman!

Bukankah Nietzsche sedang mengusik kita? Menghardik atas kealpaan merawat kampung besar Flobamora? (email: dionbata@poskupang.co.id/Pos Kupang edisi Senin 15 September 2009 hal 1) Selanjutnya...