Minggu, 31 Agustus 2008

NTT Emas

Oleh : Dion DB Putra

TUJUH belas tahun setelah meninggalkan kota karang Kupang, WJ Lalamentik menyaksikan Kupang yang sungguh berubah. Flobamora maju pesat. Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak berjalan di tempat. Lalamentik terharu.

"Saya begitu terharu mengelilingi Kota Kupang siang tadi, saya tidak ingat lagi di mana Kota Kupang lama, di mana perkantoran pemerintah yang ada di jaman saya.... saya hampir tidak dapat menahan air mata membayangkan perubahan begitu besar dari pembangunan ini."

Gubernur pertama Propinsi NTT mengungkapkan perasaannya itu di Wisma Astiti-Kupang -- tepat pada Hari Ulang Tahun ke-25 Propinsi NTT, 20 Desember 1983 kepada trio editor buku 25 Tahun NTT, Apa Kata Mereka? (Sebuah bunga Rampai). Buku tersebut diterbitkan DPD I KNPI NTT tahun 1984. Kata-kata Lalamentik di atas jelas tercetak di halaman 71.

Seandainya hari ini beliau melihat Kupang dan menatap wajah Flobamora, perubahan 25 tahun setelah 1983 itu kian mencengangkan. Lalamentik yang memimpin NTT pada masa sulit antara 1958-1966 bakal kagum, cukup dengan menatap perubahan fisik sepanjang WJ Lalamentik, jalan protokol yang mengabadikan namanya itu. Jalan yang letaknya persis di sisi Kantor Gubernur NTT, pusat segala aktivitas pemerintahan dan pembangunan daerah ini.

Dulu di sisi kiri dan kanan jalan itu sekadar hamparan sawah dan tanah kosong. Penuh pohon lontar, semak belukar dan tanah karang berbatu. Kini berjejer banyak gedung baru. Mulus. Warna-warni. Ada Pusat Perbelanjaan Flobamora, kantor Bank NTT yang megah, pertokoan, apotik 24 jam, rumah makan dan lain-lain.

Membaca kembali buku 25 Tahun NTT, sungguh terasa NTT berubah. Berubah oleh proses bernama pembangunan yang selalu berwajah ganda.

Ada kisah manis. Ada sisi pahit. Bukankah kita lebih suka mendengar kisah manis dan mengungkapkan hal-hal indah? Kisah indah segera terulang. Seratus sepuluh hari dari hari ini -- NTT akan merayakan usia emas. Flobamora akan berpesta. Berja'i ria, poco-poco dan dansa karena pendapatan perkapita rakyat melesat pesat. Angkanya Rp 4,3 juta.

Luar biasa bila dibanding NTT awal. Harapan hidup 65,1 tahun. Makin panjang umur orang NTT. Jumlah penduduk kian gemuk. Naik lebih dari 100 persen dibanding tahun 1958 yang menurut Lalamentik cuma 1,8 juta jiwa. NTT telah beranak-pinak. Ada jarak merentang antara 1958, 1983, 2008. Jauh beda wujud dan rupa Flobamora.
***
BUKU 25 Tahun NTT berisi pikiran, pandangan dan harapan dari 21 tokoh terkemuka, tua dan muda. Sebagian dari mereka telah tiada. Namun, masih banyak yang hidup dan berkiprah di bidangnya masing-masing. Editornya, Alo Liliweri, Egi Didoek, Ignas Kulas. Buku setebal 358 halaman itu dicetak pada Percetakan Arnoldus Nusa Indah Ende. Semoga masih ada di Perpustakaan Daerah NTT.

Sebuah buku yang bagus. Buku yang relevan dibaca kembali di tengah hiruk pikuk pilkada, gaduh dan riuh suara caleg, rayuan gombal para calon presiden. Buku tua. Buku langka. Buku yang menurut hemat beta sebuah "maha karya" sekelompok anak muda NTT masa itu -- mengingat begitu banyak pesan, harapan dan impian yang belum terwujud. Bahkan hingga NTT merayakan usia emas 20 Desember 2008. Buku itu menjadi cermin, NTT melapuk atau mekar mewangi?

Teringat kata-kata Goethe, Sebab usia sebenarnya adalah kesempatan itu sendiri. Sebagaimana kemudaan, meski dalam busana yang lain. Dan tatkala senja berlalu, angkasa dipenuhi bintang yang tak terlihat di siang hari...

Bintang apa di langit Flobamora yang hendak kita raih 50 tahun dari sekarang? Usia Emas ini terlalu sedih dilewatkan begitu saja. Tanpa pesan, tanpa kata-kata. Tanpa aksi setara emas. NTT Emas begitu samar. Nyaris tak terdengar gema gaungnya! (Pos kupang, Senin, 1 September 2008) Selanjutnya...

Memetakan Kekuatan Parpol 2009

Oleh : Bambang Setiawan

PEMILU 2009 tak hanya akan ditentukan oleh penguasaan wilayah partai politik, tetapi juga oleh aspek-aspek kualitatif parpol. Kepercayaan dan harapan terhadap parpol yang terbangun oleh menguatnya soliditas, ideologisasi, dan kepemimpinan parpol akan turut menentukan.

Jumlah partai politik tidak menyebabkan berkurangnya penetrasi partai besar, tetapi lebih berpengaruh pada partai kecil.

Semakin banyak partai, penguasaan wilayah oleh partai kecil semakin sulit. Hal ini terbukti dari konsentrasi yang cenderung mengelompok pada sedikit partai dalam Pemilu 1999. Dari 313 wilayah kabupaten/kota, hanya enam partai dari total 48 partai yang mampu memenangi wilayah. Sebaliknya, dalam Pemilu 2004 jumlah partai berkurang menjadi 24, tetapi terdapat 16 partai yang mampu merebut wilayah.

Jika ditotal, jumlah penguasaan wilayah kabupaten/kota oleh dua partai besar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar, pada Pemilu 1999 mencapai 89,4 persen atau 280 wilayah, dan pada Pemilu 2004 mencapai 81,8 persen atau 360 kabupaten/kota. Pergeseran kekuatan paling signifikan juga hanya terjadi pada Partai Golkar dan PDI-P.

Kalau pada Pemilu 1999 PDI-P mampu menguasai 53 persen atau 166 dari 313 kabupaten/kota, pada Pemilu 2004 hanya mampu meraih 20,2 persen dari 440 kabupaten/kota. Sebaliknya, Partai Golkar, yang tadinya terpuruk dan hanya menguasai 36,4 persen, dalam pemilu terakhir mampu menaikkan penguasaan wilayahnya menjadi 61,6 persen atau 271 kabupaten/kota. Meskipun secara nasional perolehan suara Partai Golkar turun dari 22,4 persen pada tahun 1999 menjadi 21,6 persen pada tahun 2004, sebaran wilayah yang mampu dimenangi partai berlogo beringin ini semakin banyak.

Penguasaan wilayah oleh Partai Golkar pada Pemilu 2004 banyak terjadi di wilayah hasil pemekaran. Dari 143 daerah yang dimekarkan tahun 1999-2004, 72 persen atau 103 wilayah pemekaran dimenangi Partai Golkar pada Pemilu 2004. PDI-P hanya memenangi 12,6 persen wilayah pemekaran, sisanya diperebutkan oleh partai-partai kecil lainnya.

Meski hingga Pemilu 2004 penguasaan wilayah masih didominasi Partai Golkar dan PDI-P, penguasaan wilayah belum tentu menjadi variabel yang menjamin perolehan suara besar. Banyak soal harus diperhatikan, seperti tumbuhnya wilayah hotspot atau sentral penyebaran akibat kemenangan sebuah partai dalam pilkada. Selain itu, juga oleh tingkat pengenalan publik terhadap partai, kepercayaan dan penilaian pemilih terhadap partai, serta dinamika partai.

Wilayah hotspot bisa menjadi titik sentral yang berpotensi menambah kepercayaan partai dan pemilih untuk mengubah peta kekuatan wilayah. Bahkan, pengaruhnya mungkin akan menyebar di wilayah sekitarnya. Kemenangan sebuah partai dalam pilkada di wilayah yang menjadi basis partai lain maupun basis massanya menjadi variabel yang layak diperhitungkan.

Kemenangan calon dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di wilayah Jawa Barat yang dikuasai oleh Partai Golkar dalam pemilu sebelumnya bisa punya imbas ke wilayah-wilayah di dalam maupun sekitar Jawa Barat, seperti Banten dan Jawa Tengah bagian barat. Jakarta telah menjadi wilayah hotspot bagi PKS pada pemilu sebelumnya dengan kemenangannya di wilayah ibu kota negara ini.

Sementara kemenangan PDI-P dalam Pilkada Jawa Tengah bisa berimbas ke wilayah Jawa Timur yang saat ini relatif mencair. Keretakan di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa, yang menguasai sebagian besar wilayah Jawa Timur dalam pemilu sebelumnya, bisa menjadi peluang bagi PDI-P untuk menguat di wilayah ini.

Jika Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dikuasai PDI-P serta Jawa Barat dan Banten oleh PKS, lumbung suara untuk Partai Golkar akan terkonsentrasi di wilayah-wilayah luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pengenalan partai

Dalam jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, awal Agustus lalu, terlihat bahwa pengenalan publik terhadap partai-partai baru masih berada di bawah rata-rata. Hanya Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang tercatat berada di atas 50 persen. Partai Hanura pernah didengar oleh 67,9 persen responden dan Partai Gerindra oleh 60,3 persen. Kedua partai ini juga lebih terkenal dibandingkan dengan sejumlah partai lama, seperti PKPB, PKPI, Partai Pelopor, PDK, PPD, maupun PPDI.

Penetrasi iklan di media, bisa jadi, turut mendongkrak popularitas Partai Hanura dan Gerindra. Meski demikian, pengenalan nama partai ternyata tidak identik dengan pengenalan terhadap nama ketua umumnya. Responden yang mampu menyebutkan secara spontan ketika diajukan pertanyaan apakah mengetahui nama Ketua Umum Partai Hanura hanya 36,7 persen dan Partai Gerindra hanya 2,2 persen.

Belum lekatnya nama partai dengan nama ketua umumnya juga dialami partai lama, termasuk Partai Demokrat yang nama ketua umumnya hanya dikenal 4,9 persen responden. Bahkan, nama Ketua Umum Partai Golkar hanya diketahui 49,2 persen responden. Pengenalan publik paling tinggi adalah pada nama Ketua Umum PDI-P, yang diketahui 79,5 persen responden.

Nama ketua umum

Namun, pengenalan nama ketua umum tidak menjamin penetrasi yang kuat untuk menggaet pemilih. Masih ada soal lain yang selayaknya diperhatikan, yakni kepercayaan, soliditas, wacana penguatan ideologi, dan kepemimpinan.

Hingga saat ini hanya 54,7 persen responden yang merasa aspirasi politiknya sesuai dengan salah satu partai yang resmi mengikuti Pemilu 2009. Sisanya, 13,2 persen menyatakan tidak ada partai yang sesuai dan 32,1 persen belum tahu mana partai yang sesuai dengan aspirasi politiknya. Di antara 34 partai politik, PDI-P, PKS, dan Partai Demokrat dianggap sebagai partai yang paling sesuai dengan aspirasi mereka.

Selain dari aspek aspirasi, PDI-P juga menempati peringkat paling tinggi dilihat dari sisi penguatan wacana ideologi kepartaian dan kepemimpinan saat ini. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini, dalam beberapa aspek, berebut pengaruh dengan PKS. Sisi-sisi yang menjadi kekurangan PDI-P diisi oleh PKS, demikian juga sebaliknya. PKS menempati peringkat tertinggi dilihat dari aspek dipercayai membawa perubahan dan memiliki solidaritas keanggotaan paling kuat. Partai Golkar, meskipun penguasaan wilayahnya paling besar saat ini, memiliki peringkat lebih rendah dalam aspek-aspek penting di atas dibandingkan dengan PDI-P dan PKS.

Dinamika partai

Dengan memperhitungkan penguasaan wilayah dan aspek-aspek kualitatif seperti ini, Pemilu 2009 akan sangat ditentukan oleh dinamika partai. Dinamika yang diperlihatkan sebuah partai akan menutupi sejumlah kelemahan lainnya. (Litbang Kompas, 1 September 2008) Selanjutnya...

Ekopastoral Peduli Lingkungan

Oleh : Kanis Lina Bana

SALAH satu bidang pelayanan pastoral yang dilakukan Konggregasi OFM di Paroki Pagal, Keuskupan Ruteng adalah ekopastoral. Ekopastoral bergerak di bidang lingkungan hidup. Orientasi tersebut bercermin dari semangat St. Fransiskus yang sangat mencintai alam lingkungan. Selain itu para pastor dan bruder yang bekerja di Pagal itu merasa terpanggil untuk mengembangkan karya pastoral di bidang lingkungan hidup agar dapat menciptakan keselarasan alam berbasis masyarakat peduli lingkungan.

Visi misi Ekopastoral sebagai bagian pelayanan itu diterjemahkan dalam seluruh pelayanan yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1999 yang diprakarsai Pater Michael P, OFM bersama beberapa pemuda di Pagal. Ekopastoral terus berkembang dalam bidang pelestarian lingkungan di sekitar mata air, pendampingan kaum muda, pemberdayaan perempuan dan kegiatan sampah organik.

Valerie, salah seorang staf Ekopastoral, yang ditemui Pos Kupang, Sabtu (16/8/2008), menjelaskan, pelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Lingkungan yang dimaksudkan tidak hanya wilayah hutan yang sudah kritis, tetapi juga termasuk lingkungan tempat kehidupan setiap hari berlangsung. Salah satu masalah yang mengitari lingkungan adalah sampah. Karena itu Ekopastoral memberi perhatian khusus tentang sampah dengan berorientasi pada pola penyadaran dan pemanfaatan sampah itu.

Khusus pemanfaatan sampah, jelas tenaga voluntary service overseas (VSO) asal Perancis ini, sudah lama Ekopastoral memberi perhatian terhadap sampah dan lingkungan. Karena itu perlu menyadarkan siswa melalui lokakarya ekologis. Lokakarya ekologis dengan sistim penyadaran akan pentingnya lingkungan hidup yang selaras alam juga perlu dilakukan. Kegiatan itu secara perlahan menghantar siswa untuk melihat kontekstualitas kehidupannya, terutama kondisi lingkungan yang disesaki sampah. Sampah selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan itu sendiri. Namun perubahan sikap agar menjaga lingkungan tidak muncul cepat. Banyak siswa kesadarannya belum ditingkatkan.

Khusus bagaimana pemanfaatan sampah, kata Valerie, beberapa waktu lalu pihaknya mengunjungi suatu desa di Sukunan, Yogyakarta. Di sini pihaknya melihat secara langsung daur ulang sampah. Pemilahan dan pengolahan sampah di desa tersebut sudah sangat maju. Apa yang diperoleh dari pengamatan dan pengetahuan di Sukunan itu perlahan-lahan diimplementasikan di wilayah Pagal ini. Konteks penyadaran yang paling efektif adalah para siswa yang sudah mendapat lokakarya ekologis itu.

Kerajian dari daur ulang sampah diperlihatkan kepada siswa. Mereka kemudian mencoba mengembangkan dengan lomba daur ulang sampah, khsususnya bungkusan mie goreng, susu dan beberapa bungkusan makanan instant lainnya.

Berdasarkan latihan itu, diadakan lomba daur ulang sampah di wilayah Kecamatan Cibal menyongsong 17 Agustus 2008. Ada dua tahap, yakni lomba kebersihan lingkungan, pemilahan sampah dan daur ulang sampah.

Tujuan lomba daur ulang sampah adalah mengurangi sampah dan mendorong orang untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Memicu kreativitas anak untuk memanfaatkan sampah untuk tas sekolah, tempat pensil, dompet, keranjang, tempat sayur dan beberapa kebutuhan lainnya.

Daur ulang juga bertujuan mengajarkan penjaga kios agar mengumpul sampah dan memanfaatkannya kembali sesuai kebutuhan. "Jadi ada dua fungsi, selain menjual isi bungkusan, kemasan pun dimanfaatkan," ujar Valerie.

Bruder Bernardus Gatot Paina, OFM dan salah seorang staf Ekopastoral, Afridus Jutasmin, mengatakan, pemanfaatan sampah dapat mengurangi pengangguran. Dari kerajinan daur ulang itu bisa ditingkatkan sehingga bisa mendatangkan penghasilan. Peluang peningkatan ekonomi dari daur ulang sampah dengan membuat beberapa produk dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Peluang kerja terbuka.

Dikatakannya, kepedulian lingkungan tidak hanya sebatas omong tetapi bukti kreativitas. Produk yang dihasilkan dari sampah itu mendorong orang untuk terlibat aktif dalam kepedulian lingkungan. "Perhatian kita terhadap sampah mencakup semua aspek, dengan tujuan menyadarkan orang untuk mencintai lingkungan, menghindari buang sampah di sembarang tempat. Salah satunya daur ulang sampah itu. Sebab jika produk daur ulang sampah bagus masyarakat akan tertarik. Satu strategi belum berhasil bisa mendorong dengan strategi lainya," katanya.

Ditambahkannya, daur ulang sampah tidak hanya sasaran untuk lomba saja tetapi mempunyai orientasi yang lebih jauh. Siswa-siswi diberi pengetahuan yang cukup tentang alam lingkungan selaras, dengan dapat menciptakan pola hidup yang seimbang dan selaras dalam kondisi yang sehat.

Menanggapi lomba daur ulang sampah, Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Manggarai, Ny. Venny Veronika Deno, memberi apresiasi yang tinggi kepada kegiatan itu. Tujuan kegiatan itu sangat mulia karena menyadarkan siswa untuk mencintai lingkungan dan memanfaatkan sampah itu. Karena itu kegiatan itu menjadi perhatian sehingga lomba daur ulang sampah itu tidak hanya dalam skala sekolah di kecamatan Cibal saja tetapi melibatkan siswa di sekolah lain.

"Tentunya kami akan perhatikan agar kegiatan ini berlanjut sehingga siswa sadar untuk memanfaatkan sampah itu," janjinya. (Pos Kupang edisi Minggu, 31/8/2008) Selanjutnya...