Minggu, 15 Maret 2009

Kopi Darat FAN Bedah RSUD Kupang (1)

Kepuasan Sangat Jauh

Oleh Dion DB Putra

DISKUSI sekitar tiga jam di akhir pekan itu luar biasa. Luar biasa untuk para narasumber yang hadir. Luar biasa untuk keterusterangan dan komitmen untuk berbenah. Acara "kopi darat" (kopdar) Forum Academia NTT (FAN) menguak tabir RSUD Kupang yang selama ini tidak terungkap ke ruang publik. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. WZ Johannes Kupang tidak sekadar padat modal dan manusia. Di sana padat masalah.

Direktur RSUD Kupang, dr. Aphonsius Anapaku, Sp.OG menghangatkan diskusi dengan kejujurannya tentang pelayanan di rumah sakit yang belum sebulan dinakhodainya. Diberi kesempatan bicara pertama kali oleh moderator FAN, Wilson Therik, Alphons menjelaskan dengan runut soal manajemen. Makalah dipersiapkan dengan baik. Dibagi dalam lima bagian yaitu pendahuluan, gambaran keadaan sekarang, keadaan yang diinginkan, pemecahan masalah dan penutup. Selain makalah, Dokter Aphons juga datang dengan tim lengkap. Ini merupakan apresiasi yang elok buat Forum Academia NTT yang menggagas diskusi.

Alphons jauh dari kesan membela diri apalagi menutup-nutupi kenyataan. Dia menghentak dengan mengungkap realitas RSU Kupang berkaitan dengan pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan. Dari sejumlah indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan, mutu pelayanan RSU yang berdiri di atas lahan seluas 51.670 meter persegi itu jauh dari standar Departemen Kesehatan (Depkes) RI.

"Dari grafik customer satisfaction index, kepuasan pelanggan internal rumah sakit 59,07 persen dan pelanggan eksternal rumah sakit 65,6 persen. Jika dibandingkan dengan kepuasan pasien menurut standar Depkes 90 persen, maka indeks kepuasan yang dicapai sangat jauh dari target. Kalau masyarakat bilang mutu pelayanan rendah, betul itu," katanya.

Hampir semua peserta diskusi menganggukkan kepala. Dokter Alphons Anapaku telah bicara adanya. Tidak menutupi potret RSUD Kupang. Tingkat mutu atau efisiensi pelayanan pun belum sesuai standar. Standar angka kematian umum (gross death rate) untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar sebesar 30 - 40 per mil (per 1.000 penderita). Fakta di RSUD Kupang, angkanya lebih dari 40 per mil.

Demikian pula untuk indikator net death rate atau angka kematian lebih besar dari 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar. Standar yang masih dapat ditolerir Depkes kurang dari 25 per 1.000 penderita keluar. Yang terjadi di RSUD Kupang, angkanya masih di atas 25 per 1.000 penderita. Pada tahun 2007, angkanya bahkan mencapai 49.

Rata-rata lama dirawat (average length of stay) RSUD Kupang sebesar 5,16 atau belum sesuai standar Depkes yaitu 3-4 hari. "Indikator ini memberikan gambaran bahwa mutu pelayanan RSU Kupang masih di bawah standar," katanya.

Sisi menarik adalah frekuensi pemakaian tempat tidur (bed turn over) dari tahun ke tahun relatif stabil antara 40 - 50 kali.

"Turn over interval memenuhi angka ideal berkisar 1-3 hari, dimana tempat tidur tidak ditempati sampai terisi berikutnya tidak melebihi tiga 3 hari. Hal ini berarti rotasi pasien cukup tinggi sehingga tempat tidur tidak menganggur cukup lama," demikian Alphons.

Data tersebut menjelaskan betapa rumah sakit rujukan satu-satunya di Propinsi NTT "tidak kekurangan" pasien. Selalu ada yang masuk dan keluar. Datang dan pergi. Bisa juga dimengerti bila pendapatan RSU Kupang tahun 2008 mencapai Rp 30 miliar lebih atau melampaui target Rp 25 miliar.

Setelah dokter Alphons, Wilson Therik memberi kesempatan kepada Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Propinsi NTT, Hj. Mus Malessy, S.H. Malessy mengungkapkan daftar keluhan masyarakat tentang pelayanan RSUD Kupang. Sebagai "juru bicara" konsumen, Malessy pun berkata apa adanya.
Ada tujuh poin diungkap Malessy.

Pertama, pasien harus menunggu cukup lama bila mau diperiksa dokter apalagi dokter ahli. Kedua, pasien UGD tidak cepat ditangani, dan harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu, bahkan ada pasien sampai meninggal tidak dilayani. Ketiga, bila pasien nginap memerlukan bantuan segera, petugas yang dipanggil enggan melayani. Keempat, para dokter dan dokter ahli bertugas lebih dari 3 tempat sehingga perhatian bagi pasien di RSU hanya sedikit sekali.

Kelima, banyak terjadi malpraktik berupa diagnosa yang salah, sehingga operasinya gagal, bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Keenam, lingkungan serta kamar yang kurang bersih mengakibatkan pasien tidak betah dan minta pulang walaupun belum sembuh. Ketujuh, kurangnya air bersih dan kotornya toilet (kamar kecil) sehingga keluarga pasien harus membawa air sendiri.

"Inilah kenyataan yang terjadi. Pasien hanya menyaksikan pembangunan gedung mewah dan bertingkat di RSU itu tapi pasien harus bermimpi terus, kapan pelayanan di rumah sakit yang menjadi kebanggaan NTT ini bisa lebih baik dan memuaskan," kata Malessy.

Ketua YLKI NTT menegaskan, RSUD Kupang bukan tempat bagi para pejabat NTT, tokoh masyarakat atau kalangan pengusaha berobat. Kelompok masyarakat itu -- yang secara ekonomis mampu -- memilih berobat ke luar NTT bahkan luar negeri.

"Bila kita telusuri berapa banyak orang NTT yang berobat ke luar negeri yakni, Singapura, Penang Malaysia, Australia maupun negara lainnya, maka kita akan terkejut setiap bulan tidak kurang dari 75 sampai 100 orang berobat ke luar negeri. Baik para pejabat, pengusaha, tokoh-tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa. Walaupun berobat ke luar negeri biayanya sangat mahal, namun mereka menginginkan pelayanan yang baik, diagnosa yang tepat, kepastian jenis penyakit yang diderita dan memuaskan," kata Malessy.

"Sungguh disayangkan, orang NTT yang hidup ekonominya masih pas-pasan harus mengeluarkan uang untuk berobat ke negara lain. Ironisnya kalau pejabat pemerintah yang berobat keluar negeri, maka ongkos yang bermiliaran rupiah harus ditanggung oleh rakyat," tambah Malessy.

Sentilan ketua YLKI NTT memang dapat memanaskan hati dan kuping. Tetapi suasana diskusi petang itu tetap adem karena spirit diskusi FAN adalah demi pelayanan RSU Kupang yang lebih baik. Bukan menunjuk hidung yang dituding bersalah dan bersorak bagi yang merasa paling benar.

Fakta yang diungkap YLKI melahirkan pertanyaan baru yang menggelitik. Kalau demikian adanya, apakah RSUD Kupang serta rumah sakit milik pemerintah di berbagai daerah di NTT khusus bagi si miskin?

"Anda tidak usah terkejut. Standar pelayanan rumah sakit pemerintah memang untuk kelompok masyarakat kelas bawah. Bukan kelas menengah apalagi kelas atas," kata narasumber ketiga dari Forum Academia NTT, Dr.dr. Hyron Fernandez.

Bagaimana respons Direktur RSU Kupang? Dokter Anapaku lagi-lagi tidak menampik litani keluhan Mus Malessy serta penegasan Hyron Fernandez. Diskusi akhir pekan itu sungguh forum membuka diri terhadap kritik demi sebuah perubahan. Perubahan bernama pelayanan. Pelayanan RSU bisa diukur mulai dari soal kecil seperti cara senyum dan sapa. Bagaimana di RSU Kupang? (bersambung/pk edisi 3 Maret 2009 hal 1)


Selanjutnya...

Kopi Darat FAN Bedah RSUD Kupang (2)

Spesialis Naik Bemo dan Kos Kamar

GARA-gara urusan senyum dan sapa, John Robert Powers, Lembaga Pendidikan tentang Pengembangan Pribadi ikut disebut di ruang redaksi Pos Kupang, tempat Kopdar FAN berlangsung 21 Februari 2009. Ada apa gerangan? Diskusi tentang rumah sakit kok bawa-bawa nama John Robert Powers yang akrab dengan dunia modeling. Apakah rumah sakit rujukan satu-satunya di NTT mau dibawa ke sana?

Tentu tidak! Lembaga pengembangan kepribadian itu sempat disebut peserta diskusi ketika alur percakapan mulai menyentuh pelayanan terhadap pasien. Direktur RSUD Prof.Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku, Sp.OG tidak mengingkari bahwa senyum yang ramah, sapaan yang santun dan meneguhkan si sakit belum sepenuhnya membumi di RSUD Kupang.

"Nilai dasar yang melandasi pelayanan RSU Kupang adalah santun, integritas, kebersamaan, akuntabel dan profesional. Tapi kami akui nilai dasar pelayanan itu belum terwujud karena indeks kepuasan pelanggan masih jauh dari target Depkes," kata Alphons.

Pesannya jelas. Ada masalah pelik. Hyron Fernandez dari Forum Academia NTT (FAN) merumuskan masalah yang dihadapi RSUD Kupang sebagai berikut. Padat modal, padat karya, padat teknologi, padat manusia (SDM), dan padat masalah.

Modal bagi RSUD Kupang memadai. Setiap tahun anggaran, lembaga itu memperoleh alokasi dana kesehatan dari APBD NTT berkisar antara 74-76 persen. Menurut Dokter Alphons Anapaku, fasilitas pelayanan rumah sakit tipe B itu tidak buruk. Di sana ada Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi ICU, ICCU, HCU, NICU dan Hemodialisa, Instalasi Farmasi, Patologi Anatomi, Radiologi, Gizi dan Instalasi Pemulasaran Jenasah.

"Beberapa alat canggih pun segera dioperasikan seperti CT-Scan, Mamografi dan Endoskopi," kata Alphons.

Dari sisi sumber daya manusia (SDM), jumlah mitra kerja direktur cukup mencengangkan. Latar belakang pendidikan mereka mulai dari tingkat SD hingga S3. Dalam diskusi 21 Februari lalu, Dokter Alphons Anapaku menyebut angka 1.050 orang yang berkarya di RSU Kupang. Rumah sakit itu "berkekuatan" 95 tenaga dokter yang terdiri dari Dokter Spesialis 36 orang, Dokter S2 Kesehatan Masyarakat 5 orang, Dokter Umum 49 orang dan 5 orang Dokter Gigi. Para dokter itu didukung ratusan tenaga perempuan dan laki-laki dengan keahlian masing-masing sesuai kebutuhan manajemen rumah sakit tipe B.

Mengelola "ribuan kepala" tentu bukan perkara gampang. Maka tepatlah pernyataan Dokter Hyron Fernandez, padat manusia, padat masalah. Menurut Dokter Alphons, rumah sakit itu masih butuh dokter spesialis karena jumlahnya belum memadai pada spesialisasi tertentu, misalnya anestesi.

Sampai di sini ada kisah menarik. Ternyata ada dokter spesialis yang naik bemo (sapaan untuk mobil angkutan kota di Kupang, Red) dan tinggal di kamar kos. Bayangkan mobilitas dokter spesialis melayani pasien kalau mengandalkan bemo? Sebagai spesialis mereka berhak mendapatkan kendaraan operasional dari pemerintah daerah. Tidak perlu mewah. Yang utama nyaman dan aman.

Manajemen RSUD Kupang pernah meminta dana untuk kendaraan operasional kepada DPRD NTT. Dalam rapat anggaran, permintaan itu ditolak para wakil rakyat yang terhormat. Ada anggota DPRD berkata demikian, "Kami anggota Dewan saja naik bemo kok."

Oh.....alasan apa ini? Kepentingan dokter dan Dewan berbeda bung! Dokter butuh kendaraan operasional guna memudahkan pelayanan. Lima menit itu penting bagi orang sakit. Kalau anggota DPRD yang segar bugar terlambat lima menit bahkan berkali-kali mangkir dari sidang Dewan tidak berakibat sampai dengan kematian. Terlambat lima menit bagi yang sekarat bisa fatal.

Masuk akal kalau banyak kabar tentang dokter spesialis hengkang dari beranda Flobamora. Mengertilah kita kalau hampir seluruh kabupaten/kota di NTT berteriak ketiadaan dokter ahli. Salah siapa? Muncul pertanyaan kecil, seberapa besar batas kewenangan seorang direktur rumah sakit milik pemerintah daerah. Di era otonomi daerah, mereka malah kelihatan tak berdaya. Siapa sesungguhnya yang kuat kuasa di belakang layar?

Anggota FAN, Silvester Ndaparoka membagi pengalamannya. Dia pernah tinggal bersebelahan kamar kos dengan dokter spesialis bedah yang bertugas di RSUD Kupang. Dokter itu tidak diberi kendaraan yang menjadi haknya. "Bagaimana mau bertahan kalau hak-hak mereka tidak diperhatikan?" kata salah seorang peserta diskusi. Dokter Alphons Anapaku, dr. Yudith M Kota dan drg. Maria K Setyawati mengangguk-anggukkan kepala. Tanda setuju.

Sebenarnya masih ada perkara lain berkenaan dengan komitmen pelayanan dokter spesialis di RSUD Kupang. Namun, dalam diskusi FAN 21 Februari 2009, berkali-kali terdengar pernyataan off the record. Dan, itu mutlak dipatuhi pers. Belum waktunya diungkap untuk publik. Mungkin pada kesempatan lain.

Cukup menarik pernyataan Ketua YLKI NTT, Mus Malessy. "Dokter kan manusia, bukan Superman yang tidak pernah lelah. Undang-undang membolehkan dokter dapat membuka praktik maksimum tiga tempat, tapi apakah mereka dapat mengukur kemampuan dirinya?" kata Malessy.
Dalam diskusi yang sangat terbuka itu, Alphons Anapaku juga menyinggung kasus Yakobus Anunut yang menggendong jenazah putrinya, Limsa Setiana Katarina Anunut (2,5 tahun) dari RSU menuju rumahnya di Kelurahan Oesapa Selatan, Kamis dinihari, 12 Februari 2009. Anunut memilih jalan kaki karena tak punya uang Rp 300 ribu untuk menyewa mobil ambulans rumah sakit.

Menurut Dokter Alphons, yang menawarkan jasa mobil ambulans seharga Rp 300 ribu kepada Yakobus Anunut bukan karyawan IPJ RSUD Kupang, melainkan calo. "Ada calo di RSU. Dia menawari ongkos ambulans Rp 300 ribu dan ongkos taksi Rp 400 ribu. Kasus percaloan seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Mereka memanfaatkan keadaan. Untuk pasien dari keluarga miskin seperti Yakobus, tidak ada biaya mengantar jenazah sampai ke rumah. Mungkin dibilang kami bela diri, tapi kenyataan memang seperti itu," tegas Dokter Alphons.

Kawasan rumah sakit mestinya area paling netral. Nyaman dan aman. Ternyata jebol sisi keamanannya. Calo berkeliaran. Mereka memangsa sesama yang letih, panik dan cemas. Memangsa saudara sendiri yang berlinang air mata. Keterlaluan! Rumah sakit pemerintah tak sekadar poor quality for poor people. Siapa yang masih menganggap ini bukan prahara? (bersambung/pk edisi 4 Maret 2009 hal 1)

Selanjutnya...

Kopi Darat FAN Bedah RSUD Kupang (3)

Kapal Bermuatan B3

TENTANG kondisi rumah sakit pemerintah saat ini, Dr. Hyron Fernandez dari Forum Academia NTT (FAN) melukiskan dengan sangat elok dalam Kopdar FAN, 21 Februari 2009. Rumah sakit ibarat kapal pengangkut limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Menurut Hyron, rumah sakit pemerintah melayani konsumen (masyarakat) dengan karakter B3, Berangasan, Bayar kurang tetapi Berani nuntut. Penumpang kapal itu adalah mereka yang mudah naik darah, gemar berkelahi, ganas serta kasar. Kendati bayar kurang, mereka berani menuntut pelayanan terbaik.

Kapal bernama rumah sakit pemerintah juga memiliki crew (karyawan) yang berangasan, saling menyerang dan merasa paling pintar. Jadi, betapa beratnya tugas direktur selaku nakhoda. Apalagi dia harus piawai menghadapi kesulitan bahan bakar, arus, gelombang, ranjau serta bom waktu yang dapat meledakkan kapal dalam pelayaran menuju dermaga tujuan.

Bom waktu, kata Hyron, berupa kesejahteraan, kesenjangan dan inkoordinasi. Bukan cuma sekali karyawan RSU pemerintah di NTT menggelar demonstrasi terkait kesejahteraan. Kenyataan ini tentu terjadi di RSUD Kupang. Bila tidak direspons dengan serius, bom waktu itu bisa meledak kapan saja dan korbannya adalah pelayanan terhadap pasien.

Kapal itu menghadapi arus yaitu globalisasi, reformasi dan krisis. Arus itu tidak mungkin dihindari. Selain arus kencang, kapal rumah sakit yang mengangkut B3 itu menghadapi tiga gelombang besar, yakni Tuntutan Mutu Pelayanan, Tuntutan Moralitas Provider dan Tuntutan Fasilitas. Sementara bahan bakar yang dibutuhkan kapal mahal harganya dan selalu kurang.

Kapal rumah sakit harus hati-hati berkelit agar terhindar dari ranjau. Ranjau yang siap menelannya hadir lewat peraturan, kontrol dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers, implementasi UU Perlindungan Konsumen, UU Praktik Kedokteran dan keberadaan para pesaing.

Mengenai peraturan, Hyron menyebut kurang lebih 40 aturan yang membelenggu RS pemerintah di Indonesia. Pengelola rumah sakit mengalami kebingungan apakah sebagai lembaga birokrasi dalam sistem kesehatan atau sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak perlu birokratis. Otonomi RS sangat sedikit.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah (otda) sejak tahun 2001, pengelolaan RS diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Kerja Daerah, RSUD adalah Lembaga Teknis Daerah. Maka penempatan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit ditentukan kepala wilayah (gubernur, bupati/walikota). Syukur kalau penempatan SDM sesuai prinsip manajemen, the right person on the right place. Tidak sedikit kasus seseorang ditempatkan pada posisi yang keliru alias tidak kompeten. Meski demikian, direktur tak berdaya menolak. Mana mungkin direktur yang diangkat gubernur atau bupati berani melawan?

Kewenangan RS terhadap anggaran juga terbatas. Keputusan tidak selalu berada di tangan direktur atau wakil direktur. Anggaran punya mekanisme sendiri dan harus dipatuhi. Tragis betul manajemen RS pemerintah. Dia disuruh lari (untuk memberi pelayanan terbaik), tetapi kaki dan tangan diikat oleh beragam aturan dan mekanisme birokrasi yang berbelit.

Kalau demikian kenyataannya, ke mana arah kapal RSUD Kupang? Bagaimana sebaiknya membawa kapal itu ke pelabuhan tujuan? Direktur RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku, Sp.OG ternyata sudah punya resep pembenahan untuk memperbaiki mutu pelayanan.

"Ada beberapa Critical Success Factors (CSF) yang menjadi perhatian dan komitmen yaitu RS dikelola secara PPK-BLU, penataan tata kelola, SDM yang profesional, produktif dan berkomitmen, mampu melakukan networking, mampu melakukan program menjaga mutu dan ada political will serta dukungan pemerintah pusat dan daerah," kata Alphons.

Apa itu BLU atau Badan Layanan Umum? Menurut Alphons, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang jasa dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan keuntungan dan dalam kegiatannya berdasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

"Ciri utama tetap pemerintah, fungsi publik tetap melindungi si miskin melalui subsidi, RS mempunyai kewenangan penuh untuk menangkap potensi pasar, otonom untuk mekanisme pemberian insentif bagi para dokter spesialis dan investasi tidak hanya tergantung pada pemerintah," katanya.

Ketentuan tentang BLU tertuang dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. "Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa." (Pasal 68 ayat 1). "Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan" (Pasal 68 ayat 2). Aturan terkait adalah PP 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU.

Dokter Hyron Fernandez sependapat dengan pandangan Alphons. Menurut dia, pencapaian visi RSUD Kupang bisa digapai jika didukung perubahan mindset dan perubahan kebijakan RS Daerah menjadi BLU. Rekayasa budaya organisasi diperlukan guna mengubah mindset sikap mental yang mapan. Mindset bisnis dan pemasaran pun mutlak disegarkan lagi mengacu pada paradigma kepuasan pelanggan, paradigma SDM dan peningkatan mutu.

Ubah mindset itu menyentuh pertanyaan ini, apakah direktur RS pemerintah di NTT mesti selalu dan selamanya seorang dokter? Dalam diskusi 21 Februari lalu, anggota FAN, dr. Debby Veronika membagi pengalamannya melihat manajemen RS di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Di sana, direktur RS bukan seorang dokter, tetapi manajer profesional. Dokter tetap pada profesinya. Dokter tidak patut dipusingkan menjadi nakhoda kapal bermuatan B3.

Menurut Dokter Alphons dan Hyron, dengan menjadi BLU, pengelolaan RS pemerintah akan berubah dari sistem yang birokratis dan inefisien menjadi lembaga yang mandiri, fleksibel, cepat mengambil keputusan, mutu pelayanan sesuai harapan klien, kepuasan pasien menjadi fokus perhatian SDM setiap unit pelayanan, terjangkau oleh setiap orang, efisien dan mampu bersaing.

Dalam hal pengembangan SDM, RS pemerintah menerapkan penilaian berbasis kinerja atau Key Perfomance Indicators (KPI). "Remunerasi akan dikaitkan dengan kinerja," kata Alphons Anapaku. Sesungguhnya Depkes telah mengembangkan KPI sejak 2004. Pelaksanaan di NTT? Kelihatan masih samar-samar.

Tekad menjadikan RSUD Kupang sebagai BLU bukan isu baru. Dalam artikel berjudul Badan Layanan Umum dan Masa Depan RSU Kupang (Pos Kupang, 29 Januari 2009 halaman 14), Hyron Fernandez menulis, bertolak dari semangat meningkatkan kualitas pelayanan, sejak bulan Desember 2006 manajemen RSU Dr. WZ Johannes dengan kerja keras semua unsur internal rumah sakit dan dana untuk dukungan teknis dari GTZ Siskes NTT dan dana APBN serta APBD Propinsi mendekati Rp 1 miliar, telah dilakukan persiapan semua syarat teknis maupun administratif menjadi BLU. Termasuk kaji banding ke sejumlah RS yang telah melaksanakan BLU, baik di Bali maupun di Jawa, baik oleh internal RS maupun pemangku kepentingan di luar RS, termasuk legislatif.

Semua dokumen telah siap dan diserahkan kepada Pemda Propinsi sebagai pemilik (RSU Kupang) sejak semester kedua tahun 2007. Berbagai advokasi telah pula dilakukan, baik oleh konsultan dalam persiapan berbagai dokumen maupun dengan mendatangkan unsur manajemen RSU pemerintah dari tempat lain yang telah melaksanakan PPK-BLU RS. Birokrasi kita seolah tetap bergeming.

Jadi tahu siapa yang tidak peduli. Proposal BLU itu sudah dua tahun usianya. Entah mengendap di mana sekarang. Bola panas ada di tangan pengambil kebijakan tertinggi di daerah ini, bukan di tangan seorang direktur.

Dalam berbagai kesempatan, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya selalu mengingatkan kita lewat kata-katanya yang bijak. Untuk NTT yang lebih baik dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas. Tidak bisa tidak! (habis/pk edisi 5/3/2009 hal 1)



Selanjutnya...

Suara Kita untuk Komodo

PENJARINGAN keajaiban dunia terbaru saat ini sedang dilakukan. Ada sebanyak 77 calon keajaiban dunia, satu diantaranya ada di Indonesia yaitu komodo (varanus komodoensis), binatang purba yang menghuni Pulau Komodo, ujung barat Pulau Flores. Dari jumlah itu akan dipilih 7 (tujuh) yang paling populer dan unik di dunia dan ditetapkan sebagai keajaiban dunia.

Pemilihannya dilakukan lewat voting publik melalui media internet. Dukungan dapat disampaikan melalui situs http://www.new7wonders.com. Caranya? Setelah membuka situs tersebut, klik pada grup E, selanjutnya klik pada Taman Nasional Komodo. Voting berlangsung sampai Juli 2009.

Sebagaimana kita ketahui, komodo merupakan spesies kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2 - 3 meter dan berat mencapai 165 kg. Dia merupakan salah satu hewan purba yang mampu bertahan hidup sampai saat ini. Hewan ini hanya terdapat di Pulau Komodo dan beberapa pulau lainnya di Kabupaten Manggarai Barat. Makanya, menyebut komodo identik dengan NTT. Dia telah menjadi salah satu ikon Propinsi NTT, selain danau triwarna, Kelimutu di Ende.

Pesona komodo dan pulaunya menjadikan Taman Nasional Komodo banyak dikunjungi wisatawan. Lebih banyak wisatawan mancanegara yang berasal dari berbagai negara di dunia. Mereka melihat dari dekat satu-satunya habitat asli hewan purba yang masih bebas berkeliaran itu.

Oleh karena itu, sangat beralasan jika kita mendukung komodo menjadi salah satu keajaiban dunia. Dukungan yang diberikan sebagai bentuk kepedulian terhadap apa dimiliki daerah ini. Kecintaan kita terhadap daerah, nusa dan bangsa. Kita mesti berani mengatakan bahwa apa yang kita miliki itu baik, indah, unik dan tidak kalah dengan apa yang dimiliki daerah (negara) lain.

Jauh sebelumnya, beberapa obyek wisata di Indonesia, seperti Candi Borobudur dan Danau Kelimutu hanya sebagai calon tujuh keajaiban dunia. Nah, sekarang saat yang tepat untuk memperjuangkan komodo sebagai salah satu keajaiban dunia. Dengan dukungan kita semua, terutama masyarakat NTT, maka secara tidak langsung kita ikut mempromosikan keindahan dan keunikan daerah kita.

Setidaknya, ada dua hal yang dapat kita harapkan jika komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Pertama, akan mendatangkan devisa bagi negara melalui sektor pariwisata. Dengan ditetapkannya komodo menjadi keajaiban dunia maka komodo akan semakin dikenal di seluruh belahan bumi. Tentunya akan menarik wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Pulau Komodo untuk melihat komodo. Dengan adanya kunjungan wisatawan, tentunya berdampak mendatangkan devisa bagi negara. Masyarakat di sekitar objek wisata juga akan menimba banyak manfaat.

Kedua, komodo akan menjadi pusat penelitian. Akan terjadi penelitian yang massif dan terarah serta melibatkan banyak peneliti lokal tentang habitat dan keistimewaan komodo sehingga generasi penerus tidak hanya sebatas bangga bahwa daerahnya mempunyai komodo tetapi memahami dengan baik hewan purba itu. Dengan penelitian itu pula dapat diharapkan ditemukan cara berinteraksi antara manusia dengan komodo agar binatang purba itu tetap lestari. Terjadi harmoni kehidupan, tidak saling mengganggu satu sama lain.

Memang selama ini sudah ada penelitian namun diyakini masih kurang serius karena terkendala pada berbagai hal, termasuk dana. Sangat tidak mungkin dana penelitian yang besar nilainya, dibebankan ke negara atau pemerintah daerah. Apalagi, minat peneliti untuk melakukan penelitian terhadap binatang liar masih tergolong rendah di NTT.

Agar harapan kita terwujud, maka pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota di NTT melalui instansi terkait seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Komunikasi dan Informasi serta Hubungan Masyarakat (Humas) untuk mengkampanyekan terus menerus kepada masyarakat agar bersama-sama memperjuangkan agar komodo bisa menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.. Pihak swasta juga diharapkan ikut mendukung perjuangan ini. Singkatnya, semua elemen harus ambil bagian dalam sosialisasi. Sosialisasi harus gencar dilakukan sehingga diketahui dan masyarakat terdorong untuk memberi dukungan.

Karena penjaringan melalui internet maka tentu hanya orang yang familiar dengan teknologi yang bisa memberi dukungan. Oleh karena itu, kepada semua yang mengerti internet diharapkan memberikan dukungannya. Sedangkan yang masih gagap teknologi, perlu diajari. Sekarang saatnya menjadikan komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban alam di dunia. Ayo, gunakan suara Anda! (pk edisi 4/3/2009)


Selanjutnya...

Penjual Kue, Pebisnis dan Politisi



TAHUN 1982 sebagai titik awal perubahan hidupnya. Dari seorang penjual kue dan ikan, dia menjelma sebagai pengusaha sukses. Kini, menjadi politisi yang patut diperhitungkan.

"PERJALANAN hidup saya berliku, sebelum menjadi seperti sekarang ini," ujar Saleh Husin, SE, M.Si membuka perbincangan dengan Alfons Nedabang dari Pos Kupang, di kediaman kakaknya di Jalan Ranamese I No. 89 Perumnas Kupang, Rabu (25/2/2009) lalu.

Sebelum wawancara, ia memperlihatkan majalah ME Asia edisi 94-November 2008 yang didalamnya (tujuh halaman) ada berita tentang dirinya. Majalah life style untuk kalangan tertentu itu, menjulukinya The dream of the kids from Rote Island.

Saleh mengawali hidupnya dari Ba,a, Rote, 46 tahun silam. Kehidupan keluarganya pas-pasan, bahkan tergolong miskin. Ayahnya, H Husin L (alm) seorang nelayan dan ibunya Hj. Ma Aket, pembuat kue. Saleh kecil selalu menolong orangtuanya.

Kalau kebanyakan anak memanfaatkan masa kecil untuk bermain, tidak demikian Saleh. Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini selalu berkeliling kota Ba'a, menjual kue buatan ibunya. Kadang-kadang, ia berjualan ikan hasil tangkapan ayahnya. Kegiatan yang ia lakukan dengan senang hati, sejak masih di SD kelas V sampai SMP kelas III.

Kondisi ekonomi keluarga yang sulit tidak membuat Saleh pasrah. Dorongan untuk maju begitu kuat dalam dirinya. Niatnya untuk sekolah menggebu-gebu. Maka, setelah tamat SMP, ia melanjutkan pendidikan di SMA Palapa Kupang.

"Ketika SMA, saya punya keinginan harus kuliah. Namun karena faktor ekonomi keluarga, saya tidak bisa memaksa orang tua. Saya berpikir, jika saya kuliah maka adik-adik saya akan terbengkelai sekolahnya. Makanya saya berpikir, bisa kuliah tapi dibiayai oleh negara," ujar Saleh.

Tamat SMA, Saleh memutuskan masuk Akabri. Ketertarikannya pada Akabri, karena tergugah dengan sosok Menhankam Pangab, Jenderal M Yusuf yang setiap hari tampil di televisi. Sosok lain yang juga memberi inspirasi baginya adalah Letnan Jenderal Henuhili, putra Rote yang saat itu berada di Jakarta.

Tahun 1982, Saleh coba masuk dan lulus tes di akademi militer tersebut. Dari NTT, ada 9 orang yang lolos dan dikirim ke Magelang, Jawa Tengah. Seleksi akhir sisa dua orang, salah satunya adalah Saleh. Namun karena mata kanannya terganggu, ia tidak diterima masuk Akabri.

"Saya berpikir, kalau saya pulang kampung, saya malu. Daripada malu, saya nekad berangkat ke Jakarta. Di sana tidak ada keluarga, yang saya tujuh adalah Letnan Jenderal Henuhili, walaupun beliau tidak saya kenal. Pokoknya, seperti kata pepatah, layar sudah berkembang, apapun badainya harus diterjang," ujarnya bersemangat.

"Mungkin karena dengan niat tulus dan juga digerakkan oleh Yang Di Atas, maka saya bertemu Jenderal Henuhili di teras rumahnya. Saya sampaikan kepada beliau tentang permasalahan saya di Magelang. Terus, saya katakan, 'Jenderal, saya malu pulang kampung. Kalau diperkenankan saya numpang di sini (di rumah Henuhili). Mau dipekerjakan sebagai pembantu, atau sebagai apapun saya bersedia," kenang Saleh.

Saleh pun diterima keluarga Henuhili yang waktu itu menempati rumah di Menteng, kawasan elite yang dihuni para pejabat negara. Sebagai orang yang menumpang hidup, ia tidak lupa diri. Ia melakukan pekerjaan apapun, tanpa disuruh. Melihat kelakuannya baik, lama kelamaan dianggap sebagai anggota keluarga Henuhili.

Berkelakuan baik dan pandai membawa diri, Saleh cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia berteman dengan sejumlah anak pejabat negara. "Lingkungan telah membentuk saya. Ada perubahan sikap, tingkah laku serta tutur kata. Semua lebih halus."

Tahun 1984, untuk kedua kalinya ia ikut tes masuk Akabri lewat Kodam Jaya. Lagi-lagi gagal, karena masalah pada mata kanannya. Berbarengan dengan dia, ikut mendaftar Firman Setiabudi, anak Try Sutrisno (saat itu Try Sutrisno menjabat sebagai Pangdam V Jaya), yang kemudian dari sana keduanya menjalin pertemanan yang baik. Dari sini, cahaya mulai menerangi Saleh.

Menggeluti Bisnis

DUA kali gagal mengikuti seleksi Akabri, Saleh berkesimpulan bahwa jalan hidupnya bukan di ketentaraan (militer). Ia memutuskan untuk berdagang. Selanjutnya, masuk dalam dunia bisnis 'berkelas.'

Bagaimana awalnya Anda berdagang?
Saya bersurat ke ibu saya di Rote. Kalau bisa ibu kirim duit untuk bisa buat modal. Akhirnya dikirim pake wesel, uang Rp 500 ribu. Saya juga tidak tahu uang itu hasil pinjam ibu dari mana. Karena waktu itu (tahun 1986) di Jakarta, lagi ngetren anak-anak SMA bikin atribut sekolah, banner segitiga bertuliskan nama sekolah. Dengan bekal uang dari ibu, saya berangkat ke Bandung dan bikin banner SMA Perguruan Cikini. Setelah dicetak, saya bawa ke Jakarta, ketemu Nanan, anaknya Bu Mega (Megawati Soekarnoputri) dan Rommy, anaknya Rahmawati dan juga Ferdi Hassan (kini presenter). Mereka yang jualan ke dalam kelas. Semuanya laku. Saya dapat duit Rp 2.500.000. Uang itu menjadi modal untuk buat banner lagi. Saya buat banner untuk SMA 3 dan dijual oleh anak Pak Try. Banner untuk sekolah SMA 34 dijual anak jaksa agung.

Bagaimana Anda bisa masuk dunia bisnis 'berkelas'?
Tinggal di Menteng membuat saya bermain dan kenal sama anak-anak pejabat, termasuk anak Pak Try. Karena berteman baik, suatu saat nginap di rumah Pak Try. Dan, keterusan nginap. Keluarga Pak Try menganggap saya seperti famili. Meski demikian, saya tetap bolak-balik ke rumahnya Pak Henuhili. Pada satu seketika, ada teman kasi tahu mau ikut tender di Mabes ABRI. Saya sampaikan ke putranya Pak Try. Lalu, kami ke Cilangkap, bertemu Kasops dan sampaikan maksud. Alhamdulilah, besoknya langsung keluar surat penunjukan langsung. Dapat tender Rp 100 juta. Kasi surat tender ke yang punya. Kami dikasih fee Rp 5 juta. Uang itu saya kasih ke anaknya Pak Try tapi ditolak. Dia bilang, udah lu ambil setengahnya dan setengahnya dipakai untuk nonton sama makan-makan.
Dalam perjalanan, karena orang tahu saya dekat dengan keluarga Pak Try, mulailah para petinggi negara dan juga para konglomerat mendekati saya. Saya mulai menjalin hubungan dengan mereka. Saat itu, siapa yang tidak mau dekat dengan Pak Try? Semua orang berpikir bahwa inilah calon pengganti Pak Harto (Soeharto). Saya dapat rezeki. Setelah ada uang, mulai buka usaha ini dan itu.

Dalam karier bisnisnya, Saleh menyandang sebelas jabatan. Kalau tidak dalam posisi sebagai direktur maka ia sebagai komisaris. Ia menjabat direktur di lima perusahaan, sedangkan sebagai komisaris di enam perusahaan. Awal menjabat direktur pada tahun 1989, sebagai direktur PT Shelbi Pratama. Sedangkan sebagai komisaris pada tahun 1993 pada perusahaan PT Ades Alfindo Putra Setia, Tbk Jakarta. Perusahaan ini memproduksi air mineral dengan merek Ades yang sudah go public. Dua perusahaan yang jabatan direktur ia pegang sejak tahun 1998 sampai saat ini adalah PT. Varia Prima Bina Jasa dan PT. Sapta Kencana Buana Jakarta. Usaha yang digelutinya berkembang baik. Usia masih mudah, punya uang dan banyak teman, membawa dia dalam kehidupan yang glamour.

"Dulu, kalau setiap kali tinju Mike Tyson, pasti saya nonton di Las Vegas, Amerika. Tidak pernah sekalipun absen. Teman-teman saya hobi semua jadi kita berangkat bareng-bareng," katanya.

Meski hidup glamour tidak membuat Saleh lupa diri. "Saya ini seorang anak nelayan yang kebetulan dikasih rezeki seperti begini. Jangan sampai saya melenceng dari cita-cita sejak kecil. Saya tetap ingat, saya ini anak kampung. Waktu kecil jualan kue. Itu yang selalu terbayang. Saya selalu jaga sehingga jangan sampai tergelincir."

Saleh pun menata kehidupannya. Rumah dan mobil ia miliki. Selain itu, melanjutkan studi S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta dan selesai tahun 1996. Keputusannya untuk berumah tangga ia ambil pada tahun 1994, dengan mempersunting gadis berdarah Pelembang, pujaan hatinya, Andresca, SE. Keduanya dikarunia tiga orang anak.

Niatnya untuk maju di pendidikan, tetap mengebu. Saleh melanjutkan studi Magister Administrasi Publik pada Unkris dan selesai tahun 2007. Saleh juga memperdalam ilmu pada beberapa lembaga pendidikan non formal, diantaranya English Course in University of Oregon, Eugene, Oregon-USA (1992), Kursus Reguler Angkatan (KRA) XXXIX Lemhannas (2006). Tidak ketinggalan belajar public speaking serta mengikuti pendidikan kepribadian di John Robert Power.

Saleh menyadari kesuksesan ia capai karena faktor teman. Dalam berteman, hal prinsip yang ia jaga adalah kejujuran. "Saat merantau, satu-satunya pegangan saya adalah kejujuran. Jangan sampai kepercayaan yang diberikan oleh orang, saya nodai," ujar lelaki yang punya kebiasaan sebelum tidur 'bermain' internet ini.

Bagi Saleh, seorang teman sangat penting. Sangat bermakna! Oleh karena itu, dia paling takut jika kehilangan satu teman.

Anda sudah sukses di luar. Kenapa tidak terpikir membuka usaha di NTT?
Karena saya seorang anak nelayan, maka saya coba usaha ikan cakalang di NTT. Tapi tidak berhasil. Awalnya, usaha itu untuk membantu keluarga, famili. Namun kelihatanya mereka kurang memenej dengan baik sehingga tidak berhasil. Dari pada hubungan keluarga jadi rusak maka lebih aman kapal saya jual.

Terjun Politik
Sudah mapan dan matang dalam hal ekonomi, serta ditunjang dengan networking yang luas, Saleh memutuskan terjun ke dunia politik. Awalnya, Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai kendaraan politiknya. Namun karena ada komitmen yang dilanggar pimpinan PAN sehingga ia pindah ke Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA). Saleh menjabat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai HANURA. Pada Pemilu legislatif 2009 ini, ia dicalonkan sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTT 2 (Timor, Sumba, Rote dan Sabu), menempati nomor urut 1.

Kapan mulai terjun politik?
Pada tahun 2001. Salah seorang teman memperkenalkan saya ke Amien Rais (Ketua Umum PAN). Waktu itu begitu terpeseonannya saya melihat keberanian Amien Rais. Setelah kenalan, akhirnya menjadi dekat. Setiap kali ke luar negeri, pasti saya diajak untuk menemani Pak Amien. Nah mulai dari itu, akhirnya pada Pemilu legislatif tahun 2004, saya diminta maju sebagai calon anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Barat 3 meliputi Sukabumi dan Cianjur. Waktu proses pencalonan, saya di Amerika, saya pulang tahu bahwa nomor urut saya 2. Mulanya tidak mau tapi karena Pak Amien bilang, kerja saja, siapa yang suara terbanyak dia yang ditetapkan. Saya fait, dapat suara terbanyak. Setelah berjalan koc tidak ada tanda-tanda seperti yang diucapkan Pak Amien. Daripada karena masalah yang sepele hubungan jadi jelek, maka saya memutuskan untuk bergabung dengan Partai HANURA pada tahun 2006. Sebelum pindah, saya pamitan dengan Pak Amien. Meski sudah pindah, sikap dan hormat saya tidak akan berubah kepada Pak Amien.

Mengapa mau jadi politisi?
Mungkin ketika saya berada dalam sistim, saya dapat berbuat lebih baik lagi. Dengan masuk dalam sistem, saya menyambung aspirasi rakyat. Saya bisa melakukan sesuatu untuk masyarakat NTT, lebih khusus lagi Pulau Rote. Saya punya jaringan yang luas ditingkat pusat sehingga dalam membawa aspirasi tidak tersendat-sendat. Saya akan kritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Selama saya masih ada di luar struktur suara saya tidak pernah digubris. Untuk itu saya harus berada dalam struktur agar dapat terlibat langsung. Negara ini membutuhan pemikir-pemikir atau jiwa-jiwa muda yang kuat untuk memulihkan kembali bangsa ini. Kita memang tidak bisa merubah semudah membalik telapak tangan. Tapi setidaknya kita dapat merubah sedikit demi sedikit. Dan kita mulai dari hati nurani. Selama ini banyak yang selalu memberikan janji-janji. Tapi ketika sudah duduk dia lupa. Saya kira kita harus memberikan pemahaman politik kepada masyarakat, memilih orang yang tidak punya uang tapi hatinya benar-benar ingin berjuang. Memilih harus dengan hati nurani.

Apakah keputusan berpolitik didukug keluarga ?
Keluarga cukup mendukung. Awalnya, istri anak-anak suka persoalkan, karena waktunya lebih banyak untuk urusan politik. Kalau sebelum terjun ke politik, punya waktu untuk keluarga. Makan dan nonton bersama. Sekarang, hari libur dipakai untuk menemui konstituen. Memang agak tersita tapi lama kelamaan istri dan anak-anak memahami.

Pengusaha dan politisi itu sangat dekat dengan godaan. Bagaimana Anda menjaga harmonisasi keluarga ?
Memang, banyak godaan. Apalagi, umur masih mudah, duit punya dan tampang juga ada. Tapi saya senantiasa menjaga karena dibekali dengan nilai-nilai agama yang baik. Saya benar-benar selalu membuat pagar-pagar agar jangan sampai tergelincir, yaitu ikut pengajian. Istri dan anak saya ajak. Jadi kalau ada godaan, syukurlah saya bisa atasi. Saya bisa jaga diri.

Banyak pengusaha terjun ke dunia politik dengan tujuan memperkuat bisnisnya. Tanggapan Anda?
Tanpa menjadi anggota Dewan pun bisnis saya berjalan baik. Karena banyak bisnis saya tidak terkait dengan pemerintah, lebih mengandalkan kekuatan pasar. Salah satu contohnya adalah bisnis air minum (Ades), tidak ada kaitannya dengan pemerintah. Saya membuat industri dan produknya dijual ke pasar. Ini yang lebih kuat. Saya tidak mau gunakan fasilitas pemerintah karena memang tidak ada naluri ke situ.

Apa obsesi Anda?
Sebagai seorang anak muda, tentu punya cita-cita. Ada yang masih harus saya raih.
Satu saat ya....tidak hanya sekedar dilantik di Senayan, tapi dilantik di Istana. Saya ke Jakarta tanpa keluarga bisa koc, masa yang itu tidak bisa! Dengan networking yang luas, saya yakin bisa melobi masuk dalam tingkat elit. Saya yakin bisa menerobos. Namanya juga cita-cita, siapa tau seorang anak nelayan dari Rote dilantik di Istana, ha...ha...ha... Untuk bisa sampai kesana, saya harus berbuat baik untuk kebaikan banyak orang sehingga pada akhirnya orang menyukai saya. Ini yang saya jaga. Kalau orang sudah suka maka pada saatnya nanti orang memilih, tentunya setelah mereka menilai dari sikap, tingkah laku termasuk kehidupan rumah tangga. Kalau kehidupan rumah tangganya berantakan, mana bisa dia urus yang lebih besar? Itu cermin. Kebetulan, saya punya keluarga yang harmonis. (alfons nedabang/pk edisi Minggu, 8 Maret 2009 hal 3)


Biofile
Nama : Saleh Husin, SE, M.Si
Tempat / tgl lahir : Rote, 16 September 1963
Alamat : Jl. Mimosa Raya Blok M-5 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Hobby : Membaca, main golf dan main futsal

Keluarga
Istri : Andresca, SE
Anak : - Sadenzca Haniyah Putri (14)
- Andzal Rizky Putra (11)
- Deezal Annabel Putri (5)

Pendidikan
- SD Negeri-1 Baa, Rote (1975)
- SMP Negeri-1 Baa, Rote (1979)
- SMA Palapa, Kupang (1982)
- Fakultas Ekonomi, Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta (1996)
- Magister Administrasi Publik, Unkris Jakarta (2007)

Pengalaman Berorganisasi
- Penasehat Forum Pemuda Kupang - Jakarta (FPKJ)
- Direktur The Amien Rais Centre 2003 - 2004
- Anggota MPP DPW PAN NTT 2003 - 2005
- Deputi Logistik & Perjalanan, Team Kampanye Pusat Capres Amien Rais รป Siswono 2004
- Ketua Gerakan Pro SBY dan JK, NTT pada Pilpres Ke-2 2004
- Anggota Persatuan Golf Maritim Indonesia (PGMI) 1996 - Sekarang
- Anggota Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 2005 - Sekarang
- Ketua Paguyuban Buncit Indah, Jakarta 2006 - Sekarang
- Wakil Sekjen DPP Partai HANURA 2007 - Sekarang
- Pengalaman lainnya, aktif sebagai narasumber dan peserta dalam berbagai kegiatan seminar.
Selanjutnya...