Kamis, 19 November 2009

Urgensi Nama Sebuah Jalan

HARIAN Pos Kupang edisi Rabu, 19 November 2009, memberitakan, masih banyak jalan lingkungan di Kota Kupang belum memiliki nama. Hal itu diakui sejumlah lurah dan masyarakat. Ada beragam alasan dikemukakan, di antaranya karena jalan baru dibuka serta belum ada kesepakatan antarmasyarakat soal nama jalan.

Ketiadaan nama jalan menyulitkan siapa saja untuk mencari rumah keluarga atau kerabat kenalan. Bayangkan bagaimana caranya kalau mencari rumah yang berada di jalan kecil atau gang tanpa nama? Pasti sulit dan ada yang nyasar. Dampak lanjutnya, waktu terbuang banyak. Energi pun terkuras. Syukur-syukur kalau dapat. Jika tidak, maka perasaan kecewa yang muncul.

Nama suatu jalan diberikan untuk mengidentifikasi suatu jalan, sehingga dapat dengan mudah dikenali. Bahkan dicantumkan dalam peta jalan. Untuk lebih mempermudah identifikasi rumah, gedung atau kantor diberi nomor. Nama jalan juga merupakan identifikasi informasi yang penting dalam penulisan alamat surat, pada kartu tanda penduduk, kartu identifikasi lainnya.

Dalam pemberian nama suatu ruas jalan maupun gang, diperlukan mekanisme secara terperinci seperti konsultasi dengan warga masyarakat. Diperlukan persetujuan dari berbagai pihak seperti masyarakat sekitar. Setelah urung rembuk masyarakat, diusulkan ke pemerintah untuk disahkan. Selanjutnya, pemasangan plang nama jalan.

Sejauh ini, dasar penamaan jalan adalah nama yang umum diberikan. Pemberian nama jalan tergantung pada pendekatan yang digunakan, kadang tidak gampang sehingga sering dikombinasi dengan nomor jalan. Umumnya nama jalan yang biasa digunakan yaitu nama pahlawan, biasanya ditetapkan pada jalan-jalan utama kota. Ada juga nama hewan, nama bunga, nama tanaman, nama tempat kalau jalan tersebut menuju tempat/daerah yang bersangkutan dan nama tokoh yang tinggal di kawasan yang bersangkutan.

Pemakaian nama pahlawan karena disadari betapa pentingnya membangkitkan dan menghargai jasa para pahlawan, termasuk sebagai tokoh perintis daerah ini. Pemberian nama jalan juga mesti menghindari agar tidak terjadi duplikasi nama jalan yang sering terjadi di daerah lainnya. Kalau perlu, untuk memperjelas alamat biasanya ditambahkan kode pos ataupun nama kelurahan. Pada nama jalan sering diberi informasi tambahan untuk menjelaskan secara lebih rinci informasi lain yang diperlukan oleh masyarakat.

Secara jujur kita akui bahwa, kondisi-kondisi ini belum semuanya kita temukan pada jalan-jalan di Kota Kupang. Bahkan, ada nama ruas jalan masih menggunakan nama lama waktu Kota Kupang masih bestatus kota madya, bahkan jauh sebelumnya masih bergabung dengan Kabupaten Kupang. Mestinya, setelah dimekarkan diharapkan dapat memiliki nama ruas jalan sendiri. Begitupun dampak dari pemekaran kecamatan dan kelurahan juga tidak diikuti dengan perubahan nama ruas jalan dalam wilayah pemerintahan itu.

Bahkan ada nama ruas jalan yang masih simpang siur namanya sehingga diharapkan dengan penetapan, nama ruas jalan dapat dibakukan sehingga tidak membingungkan.
Salah satu kelemahan kita sendiri adalah tidak populernya nama-nama jalan, meski keberadaannya sudah bertahun-tahun lamanya. Justru yang paling populer atau terkenal adalah nama daerah atau kompleks perumahan seperti BTN, Liliba, Baumata, Alak, dan lain-lain.

Hal ini dikarenakan kurang atau minimnya informasi mengenai nama jalan itu sendiri. Pihak pemerintah sudah mensosialisasikan lewat pemasangan plang nama yang cukup bagus di awal maupun di akhir ruas jalan, tetapi sosialisasi ini tidak didukung oleh bangunan-bangunan atau toko-toko, kantor-kantor yang berada di ruas jalan tersebut. Hendaknya pemerintah bisa mengimbau toko-toko atau bangunan mencantumkan nama jalan dan diikuti nama kompleks dan seterusnya.

Di mana-mana, letak suatu bangunan, baik bank, hotel, toko atau tempat-tempat umum lainnya tak lepas dari jalan. Karena jalan inilah nanti menjadi jalur menuju tempat yang dituju. Di mana-mana jalan haruslah diberi nama. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Bagaimana kita mau cinta dengan Kota Kupang sementara kita sendiri tak kenal dengan nama-nama jalan?

Pada aras ini, Pemerintah Kota Kupang melalui Dinas Perhubungan perlu melakukan survai pemberian nama ruas jalan dan gang yang selama ini tanpa nama. Harus diingat, nama adalah penanda. Dengan penanda yang jelas, setiap orang dapat menjangkau tempat yang diinginkan dengan mudah. Sebagai penanda suatu tempat, nama jalan harus dibuat sistematis dan teratur. Pemerintah Kota Kupang harus mempunyai pedoman dalam mengatur nama jalan.*
Selanjutnya...

Jumat, 13 November 2009

Jurnalisme, Gender dan Trauma

BIRO Pemberdayaan Perempuan (PP) Propinsi NTT bekerjasama dengan The United Population Fund (UNFPA) menyelenggarakan pelatihan jurnalisme gender dan trauma bagi wartawan media cetak dan elektronik di Kupang.

Kegiatan ini berlangsung di Hotel Kristal Kupang mulai Kamis - Jumat (12-13/11/2009). Kegiatan ini diikuti 20 orang wartawan media cetak dan elektronik yang tergabung dalam Forum Wartawan Peduli Gender.

Kepala Biro PP Setda NTT, Yovita Mitak mengatakan, pemahaman akan konsep kesetaraan dan kehadiran gender masih sangat terbatas di semua kalangan, termasuk kalangan perencana dan pelaksana pembangunan.

"Hal inilah yang memperlambat upaya mengintegrasikan konsep tersebut ke dalam berbagai kebijakan, strategi, program dan kegiatan dalam pelaksanaan pembangunan," ujar Mitak.

Persoalan lain, katanya, masih banyaknya produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminasi terhadap perempuan, dan belum peduli anak.

Di samping itu, perundangan yang ada belum dilaksanakan secara konsekwen untuk menjamin dan melindungi termasuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi.

"Kekerasan ini dapat kita temui dimana saja tanpa dibatasi oleh status sosial, baik itu berupa kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga baik oleh perorangan, keluarga atau kelompok yang ada dalam rumah tangga," katanya.

Untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan, katanya, sejumlah undang-undang dan peraturan telah dibuat pemerintah, antara lain UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Mitak menambahkan, untuk menanggulangi, mengurangi dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk tindak kekerasan, dibutuhkan peran serta seluruh komponen masyarakat, lembaga organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, swasta, pegiat massa, forum wartawan dan organisasi peduli perempuan dan anak.

"Peran yang dilakukan, yakni memberikan sosialisasi, edukasi dan advokasi tentang keutamaan gender, perlindungan perempuan dan anak," katanya.

Selain Yivita Mitak, tampil sebagai pembicara adalah Pius Rengka yang berbicara tentang etika profesi wartawan. Sedadangkan Farida dan Mario dari Yayasan Pulih Indonesia berbicara mengenai pemberitaan yang berperspektif gender serta pemberitaan yang meminimalisir trauma bagi korban. *
Selanjutnya...

Adu Konsep Desain Alun-Alun Kota Kupang


LIMA tim dari empat Badan Pekerja Rayon (BPR) saling adu konsep dan hasil desain di hadapan dewan juri lomba desain alun-alun Kota Kupang yang digelar di Kampus Fakultas Teknik Unwira Kupang, Senin (19/10/2009).

Keempat BPR itu diantaranya BPR I Jakarta yang diwakili oleh Universitas Indonesia, Rayon II Jawa Barat diwakilkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung, BPR V Jawa Timur yang diwakili oleh ITS Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang, serta BPR 16 NTT diwakili dua tim dari Unwira Kupang.

Dihadapan dewan juri yang terdiri dari Ir. Benyamin. S. D. Pandie, IAI (anggota Ikatan Arsitek Indonesia Daerah NTT), Jhon Bell, ST, MT (Dinas Perumahan Rakyat dan Tata Kota), Ir. Robert M. Rayawulan, MT (Fakultas Teknik Unwira), Alfons Nedabang (Pos Kupang) dan Stenly Boimau (Timor Expres), para peserta menawarkan aneka konsep desain yang dituangkan dalam rancangan alun-alun Kota Kupang yang green and clean.


Ketua dewan juri Ir. Benyamin. S. D. Pandie, IAI kepada wartawan usai memberikan penilaian mengatakan, kriteria yang menjadi faktor penilai adalah konsep desain, aplikasi konsep dalam desain alun-alun kota, juga yang terpenting adalah kemampuan berkomunikasi dalam mempresentasikan hasil desainnya.

Dikatakannya, kemampuan peserta dari seluruh tim menampilkann konsep yang berbeda. "Masing-masing mereka dengan ide yang berbeda, ini sangat kuat mereka tampilkan, cuma yang menjadi kelemahan ketika mengaplikasikan konsep dalam bentuk desain itu menurut kami masih kurang. Soal prsentase gambar semua cukup bagus," katanya.

Benyamin Pandie yang adalah bendahara IAI NTT ini mengatakan, dari hasil lomba desain itu dan jika disepakati untuk dijadikan desain alun-alun kota yang siap dibangun, maka IAI Daerah NTT secara lembaga akan memberikan masukan untuk melengkapi hasil yang telah ada.

"Hasil saat ini kan belum 100 persen memenuhi kriteria, sehingga kita beri masukan supaya apa yang diinginkan pemerintah kota Kupang bisa terakomdir dalam desain yang dibuat ini," ujarnya.

Ia menambahkan, dari hasil penilaian dewan juri, ada tiga besar yang punya nilai yang tidak bedah jauh, dan akan diumumkan pada acara penutupan yang sekaligus dilakukan penyerahan hadia oleh walikota Kupang.

Dihubungi terpisah, Katua Jurusan Arsitektur Unwira, Ir. Ricahrdus Daton, MT menilai, pemerintah Kota Kupang sangat tanggap terhadap rencana kegiatan TKI MAI XXV ini sehingga produk yang dihasilkan ini betul-betul dimanfaatkan oleh pemerintah kota.

"Itu saya lihat kesiapan pemerintah dalam menanggapi rencana kegiatan ini. Ini juga menjadi salah satu usaha, memadukan semua konsep pemikiran dari berbagai daerah untuk menjadi satu out put baik konsep maupun desain yang optimal untuk dipersembahkan bagi pemerintah," katanya.

Ditambahkannya, tidak mungkin satu produk digunakan secara utuh tetapi akan ada perpaduan dari semua desain yang masuk dalam kategori penilaian juri untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Daton menjelaskan, selanjutnya, jurusan Arsitektur Unwira akan menyerahkan hasil desain itu kepada pemerintah Kota Kupang dan yang terbaik akan menjadi master dan dilegkapi dengan konsep perencana bersama pemenang-pemenang lain.

Peserta Lomba Desain dari Rayon I, Universitas Indonesia: Robin Hartanto, Andro Kaliandi, dan Rangga Suryadi
"Yang terpenting bukan menang atau kalah tetapi ini menjadi ajang pembelajaran bagi kami dan menjadi masukan. Kami tidak kejar menang, tapi kami optimis bahwa apa yang kami tawarkan ini menjadi kebanggan warga Kota Kupang. Wujudnya, kalau kita pindahkan alun-alun ini ke tempat lain maka tidak cocok tetapi kalau di Kupang akan menjadi ciri khas Kota Kupang. Konsep yang kami tawarkan adalah lil au nol dael banan (Bangun Aku Dengan Hati Yang Tulus) yang menjadi semboyan Kota Kupang, dan sebenarnya kami dapat inspirasi dari visi misi walikota Kupang Drs. Daniel Adoe dalam membangun kota Kupang yang harus punya komitmen, ini yang kami tawarkan dalam desain bahwa alaun-alun ini menjadi milik aku orang Kota Kupang.

Elemen yang menarik dalam desain kita adalah dalam alaun-alun itu ada 49 pohon flamboyan yang akan disumbangkan oleh 49 Kelurahan di Kota Kupang. Pohonya dari kecil dan tumbuh dan tiap keluarahn bisa lihat dari tumbuhnya pohon tersebut. Selain itu, pola tapaknya kami mengambil konsep dari kain tentun motif NTT dari Sabu.***

Rayon II Jawa Barat: Dimas Agung Kurnia (Universitas Pendidikan Indonesia)
Optimisme kami Rayon II sangat tinggi karena kami melakukan pendekatan desain sesuai dengan kearifan lokal. Lokalitasnya itu ada di kerajinan tradisioal yang ada di Kota Kupang, yang kami soroti yaitu sasando, tii langga dan tenun ikat. Bentuk yang ada di tiga kerajinan itu kami transformasikan dalam bentuk desain sehingga secara makna filosofis bentukan desain kami memiliki pendekatan lokalitas Kota Kupang. Besar harapan kami agar masyarakat Kota Kupang merasa memiliki alun-alun Kota Kupang yang kedepannya akan dibangun oleh Pemkot Kupang. Satu yang jadi landasan kami, bahwa alun-alun dikatakan menjadi baik apapabila masyarakatnya merasa memiliki secara penuh melalui kegiatan-kegiatan baik temporer atau berkesinambungan yang dilakukan di alun-alun tersebut. Secara global, dalam konsep desain, kami menggunakan sebuah bentukan plasa sebagai area penangkap massa, secara tersirat, bentukan dari plasa itu mengambil bentuk dasar dari sasando. Kami juga membuat sebuah ram, yang mengambil bentukan dasar dari tii langga, juga kain tentunya kami terapkan pada pola penggunaan material dari plasa itu. Ketiga aspek ini sengaja kami letakan secara resirat supaya ada sebuah keingin tahuan yang besar dari masyarakat untuk memaknai arti dari alun-alun yang kami desain.

Rayon V Jawa Timur: ITS Surabaya: Fadila Ayu, Yusuf Ariyanto, Universitas Brawijaya Malang: Vembi Fernando. Kami sangat optimis, karena berangkat dari Jawa Timur, kami sudah persiapkan segala sesuatunya mengenai lomba ini, tetapi karena ada perubahan teknis dari pantia, kami coba desain ulang, dan kami bekerja sama dengan semua di rayon V untuk mengahsilkan rancangan desain itu.

Konsep yang kami tawarkan adalah hyper green karena alun-alun yang kami rancang menunjang segala kegiatan masyarakat mulai dari kumpul-kumpul sampai mengadakan acara-acara kesenian adat atau pagelaran acara lainnya. Namun, kami juga berpedoman dari tema panitia TKI MAI, alun-alun Kota yang green and clean. Juga desain kami yang Respect to site, artinya site yang ada sekarang sedapat mungkin kami tidak rubah, tetapi dieksplor serta dikembangkan dengan tambahan pohon-pohon agar alun-alun menjadi hijau.

Folosofi desainnya dari bentuk ume kebubu (Arsitektur atoni/dawan) yang kami terapkan di gasebo taman dan pos satpam. Kami juga mengambil bentukan ume kebubu itu dalam bentuk gerabang utama pada laun-alun Kota Kupang itu. Selain itu kami juga mengambil bentukan sasando, pada bentuk scklupture.

Rayon 16 NTT, Unwira Kupang: Johan Nggebu : dari hasil desain itu, secara konsep, kami optimis bahwa Unwira Kupang bisa menjadi yang terbaik. Tetapi secara desain, kami menyadari bahwa kami masih belum optimal. Itu terlihat dan kami rasakan sendiri dari penyajian gabar.
Konsep yang kami tawarkan itu adalah pengawinan dari berbagai arsitektur tradisional NTT diantaranya Dawan, Rote, Alor, dan Manggarai. Arsitektur Manggarai kami hadirkan dalam desain agora, sedangkan arsitektur Rote kami hadirkan bentuk sasando di tugu yang kami hadirkan dalam bentuk sasando berada di atas moko. Juga ada land mark komodo yang dihadirkan diatas ketinggian site.* Selanjutnya...