Rabu, 16 Januari 2008

Dana Pemilu Gubernur NTT

Pundi-pundi anggota KPUD? (1)

Oleh : Alfons Nedabang

KOMISI Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Propinsi NTT mengusulkan anggaran untuk pemilu gubernur dan wakil gubernur NTT senilai Rp 92,86 miliar lebih. Angka ini belum termasuk anggaran untuk panitia pengawas (panwas) dan keamanan. Jika dihitung dengan keduanya, maka total anggaran mencapai Rp 100 miliar. Wouw ....!!!

Angka 100 miliar pertama kali dimunculkan Pemprop NTT melalui Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tatapem) Setda NTT, Jhon Hawula saat rapat dengan Komisi A DPRD NTT, Rabu (18/7/2007) lalu. Itu merupakan angka kedua yang disampaikan pemerintah kepada Dewan. Sebelumnya, Biro Tatapem pernah menyampaikan kepada Komisi A, bahwa kebutuhan dana pemilu gubernur dan wakil gubernur atau pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah (sebelumnya dikenal dengan sebutan pilkada langsung. Perubahan nomenklatur ini merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu) senilai Rp 63 miliar.

Meski pembahasan belum final, terkesan Pemprop mengamini usulan KPUD. Setidaknya, hal itu terlihat dalam kebijakan umum anggaran (KUA) Pemprop NTT tahun 2008. Dalam rapat anggaran, Kamis (26/7) lalu, kala itu eksekutif dihadiri Kepala Bappeda, Jamin Habib (kini Sekda NTT), menekankan beberapa hal prioritas dalam KUA. Salah satunya adalah pengalokasikan dana senilai Rp 100 miliar untuk pemilu gubernur.

Dalam rapat itu, beberapa anggota Dewan protes KUA yang lebih memfokuskan kepada pemilu gubernur. Ince Sayuna dari Fraksi Partai Golkar, misalnya, mempertanyakan kenapa KUA memprioritaskan pemilu gubernur dan pemekaran kabupaten. "Kenapa tidak pada tiga pilar (ekonomi, pendidikan dan kesehatan) yang dicanangkan gubernur dan wakil gubernur," tanya Ince.

Yan Sehandi, anggota Fraksi PDIP mengatakan, semestinya kebijakan anggaran lebih fokus pada upaya pengentasan kemiskinan. Sehandi membeberkan data kemiskinan yang dikeluarkan BPS tahun 2006. Dari total 952.508 rumah tangga di NTT, sebanyak 623.137 atau 65,42 persen terkategori rumah tangga miskin. Atau, sekitar 2.787.000 jiwa penduduk miskin dari 4 juta penduduk NTT.

"KUA harus bertolak dari kemiskinan. Semestinya, anggaran dialokasikan untuk pengetasan kemiskinan, diantaranya pemberdayaan ekonomi rakyat," tegas Sehandi.

Bukan cuma anggota Dewan, orang di luar gedung DPRD juga ikut bersuara. Diantaranya Koordinator PIAR NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik. "Biaya demokrasi itu memang mahal. Tapi bukan berarti dimahal-mahalin. Dana pilgub jika dibandingkan dengan dana kemiskinan, itu luar biasa. Ini super heboh lawan super minim. Orang miskin dapat minim, pilkada dapat heboh," kritik Lery Mboeik.

Seratus miliar bukanlah nilai yang sedikit. Apalagi untuk ukuran NTT, yang PAD-nya tidak tau naik-naik alias jongkok terus (tahun 2006 PAD NTT Rp 150 miliar). Yang semua kabupatennya daerah tertinggal. Dan, yang saban tahun rakyatnya selalu didera bencana gizi buruk dan rawan pangan.

Kenapa mesti sampai 100 miliar? Dan, apa saja item/komponen pembiayaannya? Setelah menguliknya (mengusut atau menyelidiki), berikut ini jawabannya.

***
DALAM rencana kerja dan anggaran (RKA) yang ditandatangai Ketua KPUD NTT, Ir. Robinson Ratu Kore, dana pemilu gubernur yang diusulkan senilai Rp 92,86 miliar lebih itu, terdiri dari empat komponen utama yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa, belanja operasional dan belanja kontijensi.

Komponen dengan kebutuhan dana terbesar adalah belanja operasional senilai Rp 39,9 miliar lebih. Belanja operasional meliputi sebelas item yaitu keperluan perkantoran KPUD propinsi sampai KPPS; pembentukan PPK, PPS, dan KPPS; pengamanan percetakan, penyimpangan an pendistribusian; persiapan pemungutan suara; penerangan/penyuluhan/sosialisasi; untuk rapat kerja/pelatihan. Selain itu, juga untuk advokasi hukum (litigasi dan non litigasi); perjalan dinas luar/dalam daerah; pencalonan; kampanye; proses perhitungan suara dan biaya untuk akuntan publik (audit dana kampanye pasangan calon).

Dari sebelas item itu, dana terbesar tersedot untuk perjalanan dinas luar/dalam daerah anggota KPUD. Tujuannya beragam, diantaranya dalam rangka konsultasi dan koordinasi, rapat kerja dengan KPUD kabupaten/kota dan supervisi dan monitoring.

Pembentukan 262 PPK, 1.886 PPS dan 7.906 PPK adalah pos lainnya yang menyedot dana terbesar kedua. Sementara yang menyedot dana terkecil pada pos advokasi hukum dan akuntan publik, masing-masing Rp 420 juta dan 150 juta.

Berikutnya adalah komponen belanja pegawai yang menyedot dana terbesar kedua setelah belanja operasional. Dana yang dibutuhkan senilai Rp 33,16 miliar.

Belanja pegawai meliputi honorarium anggota KPUD beserta tingkatan dibawahnya sampai anggota KPPS. Besarnya honor juga tidak tanggung-tanggung. Untuk ketua KPUD propinsi Rp 2 juta/bulan dan anggota Rp 1,5 juta/bulan. Ketua KPUD kabupaten/kota Rp 1,5 juta/bulan dan tiap-tiap anggota Rp 1 juta/bulan.

Honor yang diterima ketua dan anggota KPUD sangat berbeda dengan yang diterima PPK, PPS dan KPPS. Bagaikan langit dan bumi. Ketua PPK Rp 400 ribu/bulan dan anggota Rp 350 ribu. Ketua PPS Rp 250 ribu dan anggota Rp 200 ribu. Ketua KPPS terima Rp 150 ribu, anggota Rp 100 ribu dan tenaga Linmas Rp 100 ribu.

Lain lagi dengan honor sekretaris dan staf sekertariat. Sekretaris KPUD propinsi dan kabupaten/kota masing-masing terima Rp 600 ribu/bulan dan Rp 500 ribu/bulan. Sekertaris PPK dan sekretaris PPS masing-masing terima Rp 200 ribu. Sementara honor staf sekertariat berkisar Rp 500 ribu sampai Rp 150 ribu. Staf sekertariat juga menerima uang lembur. Hari lembur ditetapkan maximal 10 hari.

Perbedaan juga pada waktu pembayaran. Untuk honorarium anggota KPUD dan staf sekretariat dihitung selama enam bulan (Pebruari - Juli 2008). PPK dan PPS selama Maret - Juli. Sementara ketua, anggota KPPS dan Linmas pembayarannya 1 bulan yaitu pada Mei.

Anggota KPUD juga menerima honor kelompok kerja (pokja). Di KPUD propinsi, terkait tugas pemilu gubernur, dibentuk delapan pokja. Beberapa diantaranya adalah pokja penetapan pemilih, pokja logistik, pokja kampanye, pokja pemungutan dan penghitungan suara serta pokja penetapan pasangan calon terpilih. Sementara di KPUD kabupaten/kota, ada lima pokja.

Anggota pokja? Jangan tanya ini. Karena akan diisi oleh anggota KPUD dan staf sekretariat. Satu pokja anggotanya berkisar 10 sampai 15 orang. Dimungkinkan satu orang menjadi anggota semua pokja. Masa kerja pokja 1-2 bulan dengan besarnya honor Rp 350 ribu/orang/bulan (untuk di KPUD propinsi) dan Rp 250 ribu ditingkat kabupaten/kota.

Nah...dengan data-data di atas, Anda dapat menghitung berapa besar uang yang diterima ketua dan anggota KPUD pada masa pemilu gubernur. Dapat dipastikan, pundi-pundi anggota KPUD bertambah dipenghujung masa tugas. Apalagi, jumlah itu belum termasuk uang kehormatan (gaji) anggota KPUD yang bersumber dari APBN. Belum termasuk uang perjalanan dinas dan biaya BBM kendaraan yang masuk dalam komponen belanja barang (kendaraan roda empat Rp 67.500.000 untuk 25 unit dan roda dua 23 unit senilai Rp 18.630.000).

Komponen ketiga adalah belanja barang/jasa senilai Rp 14,3 miliar lebih. Digunakan untuk belanja barang cetakan dan penggandaan formulir. Pengadaan perlengkapan TPS/KPS, publikasi, biaya pengangkutan dan pendropingan, pemeliharaan gedung/kantor inventaris KPU provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan komponen terakhir dari dana pemilu gubernur adalah belanja kontijensi senilai Rp 5,49 miliar lebih.

Penyusunan anggaran pemilu gubernur oleh KPUD NTT mengacu pada Permendagri Nomor 12 junto Permendagri 21/2005 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Namun dalam perjalanan Permendagri 12 dan 21/2005 sudah tidak berlaku menyusul munculnya Permendagri No 44/2007 tentang Belanja Pilkada. Regulasi terbaru ini memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan/menetapkan besarnya pembiayaan, diantaranya besarnya honorarium.

Nah...dengan kewenangan itu diharapkan pemda menetapkan anggaran pemilu gubernur sesuai dengan kondisi keuangan daerah. (bersambung)

Prinsip efisien dan efektif (2)

Oleh : Alfons Nedabang

ANGGARAN pemilu gubernur disusun dengan dasar pijak Permendagri Nomor 12 junto Permendagri 21/2005 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Perhitungannya dengan menggunakan variabel, diantaranya jumlah penduduk/jumlah pemilih dan luas wilayah.

Berikut ini data dasar yang digunakan KPUD NTT dalam penyusunan anggaran. Jumlah penduduk mengacu pada jumlah penduduk tahun 2004 yaitu sebesar 4.188.774 jiwa. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk dalam setahun 1,79 persen maka penduduk NTT sampai Desember 2007 menjadi 4.413.711 jiwa.

Pemilih tahun 2008 diprediksi 2.676.634,03 orang. Kalkulasi jumlah pemilih mengacu pada jumlah pemilih Pilpres II tahun 2004 sebanyak 2.540.224 jiwa. Sementara persentase jumlah pemilih per jumlah penduduk 60,64 persen. Artinya, rata-rata kenaikan jumlah pemilih pada tahun 2008 136,410 orang.

Luas wilayah NTT 47.349,90 Km2. Secara administratif pemerintahan terbagi dalam 20 kabupaten/kota (jika Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Nagekeo dan Manggarai Timur tidak dihitung mengikuti kabupaten induk), 229 kecamatan dan 2.741 desa/kelurahan.

Dari jumlah penduduk, pemilih dan luas wilayah, diperhitungkan tempat pemungutan suara (TPS). Hasilnya ada 7.906 TPS pemilu gubernur dengan rata-rata pemilih per TPS 339 orang. Jumlah TPS ini lebih sedikit 30 persen dari jumlah TPS Pilpres II yaitu 11.292. Jumlah TPS sebagai unit komponen terkecil dan terdepan, menjadi dasar perhitungan kebutuhan biaya. Maka dana pemilu gubernur menjadi Rp 92,86 miliar lebih. Nominal itu membuat kita tercengang dan berujar, "Lho...kenapa besar sekali."

Anggota KPUD NTT, Yoseph Dasi Djawa mengatakan, tingginya dana pemilu gubernur dipicu adanya pembebanan tugas dan kewenangan baru KPUD, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007.

Menurutnya, regulasi itu memberi peluang penambahan item pembiayaan, setidaknya dengan tiga alasan. Pertama berkaitan dengan pemutakiran data pemilih. Kalau rujukan aturan yang lalu, pendataan pemilih merupakan tugas dan kewenangan dinas kependudukan, sekarang menjadi tugas dan kewenangan KPUD.

Kedua, berkaitan dengan sosialisasi. Aturan lama, sosialisasi menjadi tugas dan tanggungjawab desk pilkada. Sementara aturan baru mengatur, sosialisasi dilaksanakan penyelenggara pilkada di semua tingkatan. Ketiga, berkaitan dengan masa jabatan PPK dan PPS. Ketentuan baru, masa jabatan PPK dan PPS enam bulan sebelum penyelengaraan pilkada dan dua bulan setelah penyelengaraan.

"Dengan peraturan seperti ini berpengaruh pada alokasi waktu untuk kepentingan pelaksanaan jadwal pelaksanaan pilkada," demikian Jos Dasi, Kamis (19/7/2007) lalu.

Tapi dengan munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, otomatis mementahkan Permendagri 12 dan 21/2005. Dengan demikian, rencana kerja dan anggaran pemilu gubernur perlu disusun ulang oleh KPUD NTT.

***
PEMILU gubernur NTT semakin menarik menyusul diwacanakan, disatukan dengan pemilu bupati di empat kabupaten baru yakni Nagekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Manggarai Timur. Rencanya, ikut juga disatukan pemilu bupati di tujuh kabupaten lainnya yaitu Rote Ndao, Timor Tengah Selatan (TTS), Sikka dan Belu yang secara normatif akan melaksanakan sebelum Juni 2008 dan Kabupaten Alor, Ende dan Kabupaten Kupang setelah jadwal pemilu gubernur NTT.

Wacana ini sudah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Semangat yang diusung adalah efisiensi biaya dan efektifitas.

Hajatan politik pemilihan kepala daerah, sudah berulang kali dilaksanakan. Kali ini sedikit berbeda. Yang membuat beda adalah, kalau sebelumnya kepala daerah dipilih wakil rakyat maka kali ini dipilih langsung oleh rakyat. Makanya itu kembali menjadi hal yang baru. Karenanya, pengalaman propinsi lain yang sudah melaksanakan pemilu gubernur, menjadi contoh dan diadopsi. Termasuk dalam aspek perencanaan anggaran pemilu. Propinsi Sumatera Utara, misalnya, melaksanakan pemilu gubernur dengan dana hanya Rp 33 miliar. Padahal penduduknya jauh lebih banyak ketimbang penduduk NTT. Propinsi Kalimantan Selatan dengan Rp 32 miliar. Dan, Propinsi Kepulauan Riau sekitar Rp 30-an miliar.

Dari sisi luas wilayah, NTT memang lebih luas. Tapi dari sisi pendapatan, NTT justru berada di bawah tiga propinsi itu. Dengan PAD yang tinggi, seharusnya ketiganya bisa mengalokasikan dana pemilu berapapun besarnya. Itu tidak dilakukan. Sementara NTT yang PAD hanya Rp 150 miliar, mengalokasikan dana pemilu gubernur Rp 100 miliar.

Sebagai acuan, hal yang wajib diperhatikan dalam pengalokasian dan pengelolaan anggaran. Komponen biaya yang dianggap 'kurang penting' bisa dihilangkan. KPUD mestinya tidak segan-segan menghilangkan pos pembiayaan yang tidak kontekstual dan tidak relevan dengan prioritas kebutuhan pemilu kepada daerah.

Selain itu, KPUD hendaknya menentukan prioritas pengeluaran. Artinya, KPUD harus mampu menentukan komponen yang memang lebih penting untuk didahulukan dari pada komponen lain. Penentuan tersebut harus disertai dengan komitmen. Tanpa adanya komitmen, prioritas tidak punya arti apa pun.

Memang demokrasi itu mahal. Maka dari itu, anggaran pemilu kepala daerah perlu disusun efektif dan efisien. Sangat tidak bijak, apabila mengajukan anggaran tidak mengindahkan skala efektif dan efisien dengan beban APBD. Memang cukup memberatkan manakala pos APBD miliaran rupiah tersedot hanya pada satu sektor saja, yaitu pemilu kepala daerah. Sementara kegiatan untuk sektor lain terpaksa ditunda. Di sinilah perlunya komitmen dari semua komponen, KPUD-pemerintah daerah- DPRD dan masyarakat untuk mampu memahami bahwa pilkada memang perlu, tetapi tidak perlu dengan anggaran yang berlebihan.
Intinya, pemilu gubernur tetap harus berjalan, kepentingan publik tidak terganggu, walaupun volume sedikit berkurang. (habis) Selanjutnya...

Bertandang ke Sumba Barat

Induk dan anak menjerit air (1)

Oleh: Alfons Nedabang

MOBIL land cruiser hitam metalik bermesin turbo berhenti di pinggir jalan yang membela tanah hamparan di Kadu, Desa Kadipada, Kecamatan Wewewa Barat, Minggu (23/9/2007) sore, setelah sebelumnya melaju dari Waikabubak dan menyinggahi Weetabula. Berhenti di belakang mobil milik Aming itu, mobil Suzuki EPV kepunyaan Sun.

Pemilik sekaligus pengemudi dan rombongan tim DPRD NTT, diantaranya anggota Dewan Drs. John Umbu Deta, Kepala Sub Dinas Cipta Karya Kimpraswil NTT, Frans Pangalinan, dan staf sekretariat DPRD NTT, Hendrik Riwu, S.Sos, turun dari mobil. Melihat lokasi pembangunan perkantoran pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya adalah tujuannya.

Sementara asyik menatap hamparan tanah datar yang masih kosong itu, merapatlah warga Kadu. Jumlah mereka belasan orang. Terdiri dari tua muda, besar kecil dan laki perempuan. Tidak ketinggalan anak-anak. Mereka bergerak secara spontan.

Penampilan? Hem....masih jauh dari bersih. Berikut ini gambarannya. Wajah kusut. Rambut tidak tersisir. Baju kumal. Bertelanjang kaki dan dada. Pada muka, badan, kaki dan tangan, menempel daki tebal. Bentuknya menyerupai pulau-pulau kecil. Sudah begitu, beberapa anak kecil mengisap jari, sementara ada yang lain menggigit ujung baju. Bahaya penyakit akibat tubuh kotor, sepertinya mereka lupakan.

"Daerah ini memang sulit air bersih. Ada beberapa daerah lagi yang juga sangat sulit air bersih. Untuk makan, minum dan mandi, warga menggunakan air yang disadap dari batang pisang. Sehingga anak-anak terlihat seperti ini (kotor)," ujar John Umbu Deta.

Untuk kebutuhan sehari-harinya, warga Kadu bertahan dengan membeli air yang didstribusi mobil tangki. Satu tangki berkapasitas 5.000 liter harganya berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Bagi mereka, harga air itu mahal. Namun karena tidak ada pilihan lain sehingga terpaksa merogoh kocek.

Mahalnya harga air membuat warga harus mengatur pola pemakaian. Pilihan jatuh ke irit! Yang diprioritaskan adalah untuk keperluan makan dan minum. Jadi, tidak heran kalau banyak dijumpai warga, umumnya anak-anak, dengan tubuh kotor di tempat itu.

Tanda-tanda kesulitan air bersih sebenarnya sudah terasa dari Kota Waikabubak. Di Hotel Monalisa, tempat tim DPRD NTT menginap, misalnya, setiap hari terlihat mobil tangki selalu memasok air bersih.

Di daerah pinggiran Waikabubak, tepatnya di Wee Kanesa, warga juga membeli air walau hanya dengan drum. Satu drum bekas aspal seharga Rp 4.000. Drum diletakkan di tepi jalan sehingga mobil tangki mudah mengisinya. Selanjutnya, dengan menggunakan jerigen dan ember, air dipindahkan ke wadah penampung yang ada di rumah. Mahalnya harga air juga terasa di Weetabula, Kodi dan beberapa daerah lainnya.

***
SAMA seperti daerah lainnya di NTT, kesulitan air di Sumba Barat dirasakan dari tahun ke tahun. Meski sudah berkali-kali daerah itu berganti bupati, masalah tersebut belum juga teratasi secara baik. Tidak heran kalau akhirnya menurun ke Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya, yang baru saja dimekarkan dari Sumba Barat. Dosa siapa?

Permasalahan air ternyata bukan semata-mata terletak pada ketersediaan sumber air. Di Sumba Barat, misalnya, ada begitu banyak sumber air yang berpotensi, tapi tidak dilakukan eksploitasi. Beberapa diantaranya adalah Loko Kadipuka (Waikabubak), Teramos di Baloledo, Kecamatan Loli, Wee Maliti di Kecamatan Wewewa Timur, Er Tanasa di Kecamatan Wewewa Timur dan Wee Kanessa di Kecamatan Wewewa Barat.

Sumber air Teramos, menurut anggota Dewan, David Beko, bisa dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Waikabubak dan sekitarnya. Dia menyarankan, sebelum dimanfaatkan hendaknya diawali survei yang akurat.

Kesulitan air juga terjadi sebagai dampak dari lemahnya sistem pengelolaan air. Hal itu terjadi di pusat di Waikelo Sawah. Pusat pengolahan air di Waikelo Sawah dibangun tahun 2005 dengan sumber dana APBN. Proyek itu dikerjakan dengan maksud untuk menyuplai kebutuhan air bagi warga Waikabubak dan sekitarnya. Selesai dikerjakan, dilakukan uji coba pengoperasian. Namun dalam perjalanan, pada tahun 2006 berhenti beroperasi karena ketiadaan biaya untuk membeli bahan bakar, meski proyek itu sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.

"Kita mengharapkan agar Pemda mengatasi persoalan biaya operasional agar pengolahan air di Waikelo Sawah bisa berfungsi," ujar Umbu Deta usai meninjau lokasi itu.

Tentang kesulitan air yang dialami warga juga diakui oleh Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba. Kepada tim DPRD NTT di ruang kerjanya, Senin (24/9/2007), Pote Leba mengatakan, pemerintah daerah telah berupaya diantaranya melakukan pengadaan mobil tangki untuk pendistribusian air pada beberapa daerah yang sulit air serta pembangunan sumber air dengan menggunakan teknologi hidrant pump.

"Kita akan bangun bertahap. Kalau ada sumber air yang lebih murah harus diikuti juga dengan organisasi masyarakat bagus sehingga tidak jadi soal," ujarnya.

Lebih dari itu, hal terpenting lainnya yang juga harus didorong adalah sikap mental masyarakat untuk menjaga lingkungan. Masyarakat hendaknya dibuat sadar untuk tidak merusak hutan. Jika kesadaran itu punah, maka sangat mungkin sumber air yang sampai saat ini belum tereksploitasi dengan baik debitnya berkurang bahkan hilang.

"Pada tahun 1970, ketika saya masih SPG, di daerah Wee Kanesa itu air keluar di mana-mana. Tapi sekarang, tidak ada. Ini karena daerah tangkapan sudah habis. Jadi, selain masyarakat, kehutanan juga punya sikap yang tegas untuk menjaga hutan," kata Umbu Deta. (bersambung)

Membuang anak, hal biasa... (2)

Oleh: Alfons Nedabang

LAHIR dan dibaptis dengan nama Margaretha Hola. Setelah berpindah tangan dari orangtuanya, saat usianya beranjak 1,5 tahun, nama belakangnya ditambah Work Shop. Selanjutnya, ia dipanggil Margaretha Hola Work Shop.

Mengapa nama berubah? Direktris Rumah Sakit Karitas Weetabula, Suster Sili Bouka, ADM, mengisahkan begini. Suatu hari di bulan Agustus 2006, saat sedang jalan-jalan ke Kodi, secara kebetulan dia bertemu seorang nenek. Si nenek secara spontan menyampaikan agar dirinya mengambil dan memelihara cucunya, Margaretha Hola. Alasannya, dia sudah tidak bisa memberi makan dan minum.

Di Sumba Barat, anak diasuh nenek adalah hal biasa. Bahkan ada yang diasuh kakak-kakaknya yang juga masih kecil. Sementara orangtua anak lebih memilih bekerja di ladang atau 'menghilang' begitu saja. Habis melahirkan, lepas tanggung jawab. Kira-kira begitu!

Kembali ke cerita Suster Sili. Keduanya sepakat bertemu kembali saat Suster Sili menghadiri kegiatan Work Shop di Kodi, beberapa hari setelah pertemuan sebelumnya. Sampai waktunya, datanglah si nenek. Kali itu dengan membawa Margaretha.

"Dia langsung serahkan cucunya ke saya. Saya tanya, saya harus buat atau kasih apa? Dia jawab kasih uang bayar angkutan. Akhirnya, saya kasih uang 20 ribu untuk ongkosnya dia pulang kampung. Karena dikasih saat kegiatan Work Shop, jadi saya kasih dia nama Margaretha Work Shop," jelas Suster Sili ketika meperlihatkan Margaretha kepada rombongan Tim DPRD NTT yang mengunjungi rumah sakit itu, Senin (24/9/2007), sembari terseyum.

"Jika ada bapak-bapak dan ibu-ibu berniat memelihara dia, silakan ambil sudah," ujar Suster Sili kepada tamunya.

Saat ditemui, Margaretha duduk di tempat tidur box dari besi, berukuran sekitar 1 x 1 meter. Walau sudah 1,5 tahun, kakinya belum bisa menopang tubuhnya. Sejak enam bulan yang lalu dirawat, perkembangannya mengalami kemajuan. Berat badannya sudah 17,7 kg.

Permasalahan ditinggal orangtua bukan hanya terjadi pada Margaretha. Sudah banyak anak-anak di Sumba Barat mengalami hal ini akibat orang tua tidak bertanggung jawab.
Menurut Suster Sili, Rumah Sakit Karitas sudah merawat ratusan anak yang bernasib malang seperti Margaretha.

"Ada seorang anak, setelah dirawat dan kondisinya baik, diangkat dan dipelihara Dokter Dedi," katanya.

Pengambilan atau pengangkatan anak tidak rumit. Jika ada yang berniat, langsung mengambil di rumah sakit. Hanya lewat pendekatan kekeluargaan dengan orangtua anak, yang difasilitasi pihak rumah sakit. Namun jika orangtua si anak tidak jelas keberadaanya, maka cukup memberitahukan kepada pihak rumah sakit.

***
SELAIN Margaretha, di rumah sakit itu, setidaknya ketika kami datang, ada sejumlah balita seusianya yang mengalami gangguan kesehatan. Jenis penyakit beragam, TBC, cacingan, malaria, diare, dan campak. Ada yang menderita gizi buruk.

Yang terakhir ini kini menjadi masalah pelik. Kaitannya dengan ekonomi rumah tangga. Musim kering berkepanjangan, minimnya pengetahuan pola asuh yang benar, juga kondisi rumah yang tidak sehat, kian memperparah busung lapar.

Masyarakat Sumba Barat sebagian besar adalah petani tadah hujan yang miskin. Saat musim kemarau panjang tiba dan gagal panen melanda, mereka bertahan hidup hanya dengan mengonsumsi jagung serta singkong.

Kabarnya, kekeringan yang lebih parah dialami masyarakat Kodi. Sebagian besar warga kecamatan yang berada di daerah pesisir pantai hidup di bawah garis kemiskinan. Rumah tempat mereka tinggal juga punya kontribusi besar terhadap kondisi kesehatan penghuninya.
Warga lebih memilih tinggal di rumah panggung yang disebut 'umma'. Ukurannya pun kebanyakan tidak luas. Umumnya, tidak punya sirkulasi udara yang memadai. Umma, seperti terlihat di kampung adat Desa Elu, terdiri dari tiga 'lantai'. Lantai tempat pelihara ternak. Panggung kedua tempat tinggal dan panggung di atasnya dijadikan lumbung.

Ironisnya, dalam keterbatasan perekonomian mereka, masyarakat Sumba masih sangat menjunjung adat. Bagi mereka, lebih baik tidak makan, asal ritual adat yang sebetulnya berbiaya mahal, tidak terlewatkan. Bahkan tak jarang, demi adat dan gengsi, warga Sumba Barat berhutang ternak seperti kerbau, kuda, dan babi, kepada tetangga dan kerabatnya, meski akhirnya tak sanggup membayar kembali. Anak-anak mereka pun jadi korban.

Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba, M. Si, mengatakan, persoalan gizi buruk dan kurang gizi bukan persoalan kekurangan pangan semata-mata, tetapi lebih dipengaruhi oleh pola makan dan orientasi hidup masyarakat.

"Ada suami istri yang badan bagus. Kulit mengkilap. Tapi, anak kurang gizi. Uang lebih banyak dipakai untuk kesenangan orangtua. Ini yang salah asuh. Di daerah Kodi, banyak warga panen mete, tapi tetap ada gizi buruk," ujar Pote Leba.

Tentang kesalahan pola asuh juga diakui Pote Leba. Menurutnya, banyak anak-anak diasuh oleh nenek-nenek.

"Nenek dipercayakan untuk urus anak. Ada juga satu orang tiga empat istri, anak belasan orang. Ini budaya. Jadi, butuh waktu untuk mengubahnya," katanya. (habis) Selanjutnya...

Masih Banyak yang Tidak Sehat

Oleh : Alfons Nedabang

KAMIS, 20 Desember kemarin, NTT genap berusia 49 tahun. Sepuluh tahun terakhir dari usia itu, biduk NTT dinahkodai Piet A Tallo, SH. Selama itu pula kita melaksanakan program Tiga Pilar Pembangunan, sebelumnya pada lima tahun pertama memimpin dikenal dengan program Tiga Batu Tungku. Sebagaimana telah diketahui bahwa tiga pilar pembangunan yang terdiri dari peningkatan kualitas SDM, pemberdayaan ekonomi rakyat dan penegakan hukum, dengan prinsip dasar pelaksanaannya adalah Mulailah membangun dari apa yang dimiliki rakyat dan apa yang ada pada rakyat.

Kesehatan dan pendidikan tercakup dalam pilar SDM. Bagaimana tingkat kesehatan masyarakat NTT? Memprihatinkan. Setidaknya terbaca lewat data berikut ini. NTT punya 497.577 balita. Sejak Januari sampai 1 Desember 2007 diketahui, 10 balita meninggal karena gizi buruk. Sebanyak 12.340 balita menderita gizi buruk tanpa kelainan klinis dan 167 balita marasmus, sementara yang gizi kurang 68.873 balita.

Kasus gizi buruk bukan merupakan masalah baru. Hal serupa hampir terjadi saban tahun. Sepanjang masalah itu masih muncul, menandakan penanganan gizi buruk yang katanya dari hulu hilir, belum berjalan dengan baik.

Itu baru kasus gizi buruk. Penyakit lainnya yang senantiasa dekat bersama masyarakat adalah demam berdarah, diare dan malaria. Juga, masih banyak masalah kesehatan yang melilit masyarakat NTT. Yang kini menjadi momok kian menakutkan adalah penyakit HIV/AIDS. NTT kini menjadi daerah dengan tingkat penyebaran yang tergolong cepat. Belum lagi penyakit lepas dan ancaman virus flu burung. Mengerikan memang. Sementara pelayanan kesehatan bagi masyarakat masih memprihatinkan.

Secara jujur harus diakui bahwa ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab utama masih rendahnya pelayanan kesehatan. Sebagai misal, biaya, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana penjunjang. Kalau dirinci lebih detail, setidaknya ada lima kendala utama yang menyebabkan rendahnya pelayanan kesehatan.

Faktor geogrfis dan topografis daerah yang kurang kondusif. Geografis NTT yang terdiri dari pulau-pulau yang letaknya berjauhan satu sama lain menyulitkan petugas kesehatan memberi pelayanan. Selain itu, faktor topografis NTT yang terdiri dari pebukitan, lembah dan gunung-gunung makin menyempurnakan kendala tersebut. Masyarakat di daerah yang sulit dijangkau kendaraan bermotor, kerapkali kurang --bahkan-- tidak tersentuh layanan kesehatan. Itu karena sulitnya akses ke daerah-daerah tersebut.

Rendahnya layanan kesehatan bagi masyarakat juga disebabkan oleh terbatasnya sistem transformasi informasi di daerah-derah miskin. Faktor geografis dan topografis menjadi penyebab rendahnya arus informasi dari pusat ke daerah atau sebaliknya dari daerah ke pusat. Hal ini terkait erat dengan layanan kesehatan yang semestinya diterima oleh masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil.

Aspek lainnya adalah terbatasnya dana operasional. Optimalisasi layanan kesehatan bagi masyarakat tidak akan pernah tejadi jika masalah yang satu ini tidak segera diatasi. Masalah ini terasa klasik di bumi NTT, walaupun pemeritah sudah mengalokasikan dana khusus untuk pelayan kesehatan bagi masyarakat miskin.

Masalah lainnya adalah minimnya sarana dan prasarana penunjang kesehatan. Hal ini bisa dipahami karena minimnya pendanaan yang dialokasikan untuk menunjang pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Hal serupa juga terjadi pada penyediaan alat-alat kesehatan dan tenaga medis.

Faktor lain yang juga turut menyebabkan rendahnya pelayanan kesehatan bagi masayarakat miskin di NTT adalah faktor sosial budaya. Pola hidup masyarakat yang kurang atau bahkan tidak mengindahkan faktor-faktor kesehatan turut memperpanjang masalah pelayanan kesehatan di propinsi ini.

Data yang diperoleh dari website BKPMD NTT, diketahui bahwa NTT punya 24 rumah sakit. Sebanyak 13 diantaranya adalah rumah sakit pemerintah. Sisanya 2 rumah sakit milik TNI/Polri dan delapan buah rumah sakit swasta. Sementara jumlah puskesmas di NTT sebanyak 264 puskesmas (data tahun 2006). Jumlah puskesmas ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2005 yang hanya 242 unit dan tahun 2004 sebanyak 229. Ini menandakan bahwa sarana dan prasarana ada peningkatan.

Peningkatan jumlah sarana prasarana kesehatan ternyata tidak memberi pengaruh signifikan kepada tingkat kesehatan masyarakat. Kendala lainnya yang dihadapi adalah soal SDM kesehatan. Tenaga kesehatan di NTT masih kurang. Dokter umum misalnya, perbandingan 19,2 : 100.000. Artinya, 19,2 dokter umum melayani 100.000 penduduk. Sementara di pada tingkat nasional perbandingannya 40 : 100.000. Dokter spesialis yang ada di NTT 1,9 : 100.000, sementara ditingkat nasional 6 : 100.000. Tenaga perawat 73,6 : 100.000, sementara tingkat nasional 117 : 100.000. Bidan 51,6 : 100.000, sementara tingkat nasional sudah 100 : 100.000. NTT yang sering mengalami masalah gizi buruk hanya ada 5,4 ahli gisi untuk melayani 100.000 penduduk. Padahal ditingkat nasional sudah 40 : 100.000. Dari data ini menunjukkan bahwa kita jauh dari daerah lain. Tidak heran kalau masyarakat senantiasa mengeluh tentang pelayanan yang lamban.

Aspek anggaran juga seret. Meski menjadikan kesehatan sebagai sektor prioritas namun tidak didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai. Kecilnya alokasi anggaran dalam APBD NTT diakui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT, dr. Stef Bria Seran.

"Dialokasikan kecil karena uang kecil," katanya.

Bira seran mengungkapkan, pada tahun 2006, persentase anggaran untuk fungsi kesehatan hanya 12,04 persen dari pagu anggaran kesehatan pada APBD senilai Rp 86,6 miliar. Pada tahun 2007, dari total alokasi APBD Rp 98,2 persen, hanya 10,36 persen untuk fungsi kesehatan. (Pos Kupang edisi 21 Desember 2007) Selanjutnya...

Tips Jadi Penulis

Oleh : Helvi Tiana Rosa

* Perlu kesadaran membaca, jadilah predator buku jangan kutu buku ... harus punya catatan harian, catatan harian ini merupakan sarana latihan yang baik, ide bahan tulisan di catatan harian bisa dari peristiwa yang dialami, didengar, dibaca, dirasakan, difikirkan.

* Catatan harian bisa kita tingkatkan dengan diberi gambar atau foto-foto lama, lalu dibundle sehingga bikin majalah buatan sendiri. Perlu menyukai korespondensi, via email juga nggak apa-apa karena tetap bisa menuangkan gagasan

* Perlu menyukai bahasa, ini penting dalam memilih kata yang tepat untuk suatu tulisan, pemilihan kata ini merupakan bentuk kecintaan terhadap bahasa. Perlu memperkaya vocabulary, biasakan diri pakai kamus, misalnya KUBI (Kamus Bahasa Umum Indonesia)

* Harus punya komunitas, komunitas ini perlu untuk mengontol semangat kita, sehingga ada yang mengingatkan akan tulisan kita, dateline menulis dll banyak baca karya pengarang ternama, dari sini akan belajar style pengarang. Dengan sering latihan menulis maka akan terbentuk juga style tulisan kita melalui karakter kita, karena ada yang bilang style penulis merupakan karakter penulis.

* Menulis..menulis..dan menulis...untuk mau terjun ke bidang tulis menulis perlu dimulai menulis seperti halnya mau jadi perenang maka perlu terjun ke air ke kolam renang maksudnya..., tidak perlu harus ambil jurusan sastra dulu, karena menurut dia survey membuktikan orang dengan background jurusan sastra jarang jadi penulis. (sumber : www.yisc.or.id)

7 Kebiasaan yang Memperkaya Hidup

1. Kebiasaan mengucap syukur.

Ini adalah kebiasaan istimewa yang bisa mengubah hidup selalu menjadi lebih baik. Bahkan agama mendorong kita bersyukur tidak saja untuk hal-hal yang baik , tapi juga dalam kesussahan dan hari-hari yang buruk.. Ada rahasia besar dibalik ucapan syukur yang sudah terbukti sepanjang sejarah. Hellen Keller yang buta dan tuli sejak usia dua tahun , telah menjadi orang yang terkenal dan dikagumi diseluruh dunia. Salah satu ucapannya yang banyak memotivasi orang adalah 'Aku bersyukur atas cacat-cacat ini aku menemukan diriku, pekerjaanku dan Tuhanku.' Memang sulit untuk bersyukur,namun kita bisa belajar secara bertahap. Mulailah mensyukuri kehidupan, mensyukuri berkat , kesehatan, keluarga, sahabat dsb. Lama kelamaan Anda bahkan bisa bersyukur atas kesusahan dan situasi yang buruk.

2. Kebiasaan berpikir positif.

Hidup kita dibentuk oleh apa yang paling sering kita pikirkan. Kalau selalu berpikiran positif, kita cenderung menjadi pribadi yang yang positif. Ciri-ciri dari pikiran yang positif selalu mengarah kepada kebenaran, kebaikan, kasih sayang, harapan dan suka cita. Sering-seringlah memantau apa yang sedang Anda pikirkan. Kalau Anda terbenam dalam pikiran negatif, kendalikanlah segera kearah yang positif. Jadikanlah berpikir positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif yang akan Anda alami.

3. Kebiasaan berempati.

Kemampuan berhubungan dengan orang lain merupakan kelebihan yang dimiliki oleh banyak orang sukses. Dan salah satu unsur penting dalam berhubungan dengan orang lain adalah empati, kemampuan atau kepekaan untuk memandang dari sudut pandang orang lain.Orang yang empati bahkan bisa merasakan perasaan orang lain . Orang yang empati bahkan bisa merasakan perasaan orang lain, mengerti keinginannya dan menangkap motif dibalik sikap orang lain. Ini berlawanan sekali dengan sikap egois , yang justru menuntut diperhatikan dan dimengerti orang lain. Meskipun tidak semua orang mudah berempati , namun kita bisa belajar dengan membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan yang empatik. Misalnya, jadilah pendengar yang baik, belajarlah menempatkan diri pada posisi orang lain, belajarlah melakukan apa yang Anda ingin orang lain lakukankepada Anda, dsb.

4. Kebiasaan mendahulukan yang penting.

Pikirkanlah apa saja yang paling penting, dan dahulukanlah!. Jangan biarkan hidup Anda terjebak dalam hal-hal yang tidak penting sementara hal-hal yang penting terabaikan. Mulailah memilah-milah mana yang penting dan mana yg tidak, kebiasaan mendahulukan yang penting akan membuat hidup Anda efektif dan produktif dan meningkatkan citra diri Anda secara signifikan.

5. Kebiasaan bertindak.

Bila Anda sudah mempunyai pengetahuan , sudah mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan sudah mempunyai kesadaran mengenai apa yang harus dilakukan , maka langkah selanjutnya adalah bertindak. Biasakan untuk mengahargai waktu, lawanlah rasa malas dengan bersikap aktif. Banyak orang yang gagal dalam hidup karena hanya mempunyai impian dan hanya mempunyai tujuan tapi tak mau melangkah.

6. Kebiasaan menabur benih.

Prinsip tabur benih ini berlaku dalam kehidupan. Pada waktunya Anda akan menuai yang Anda tabur. Bayangkanlah , betapa kayanya hidup Anda bila Anda selalu menebar benih 'kebaikan'. Tapi sebaliknya, betapa miskinnya Anda bila rajin menabur keburukan.

7. Kebiasaan hidup jujur.

Tanpa kejujuran , kita tidak bisa menjadi pribadiyang utuh, bahkan bisa merusak harga diri dan masa depan Anda sendiri. Mulailah membiasakan diri bersikap jujur, tidak saja kepada diri sendir tapi juga terhadap orang lain. Mulailah mengatakan kebenaran, meskipun mengandung resiko. Bila Anda berbohong , kendalikanlah kebohongan Anda sedikit demi sedikit. (Sumber: www.planetmusic.4t.com) Selanjutnya...

Teknik Menulis Berita

Oleh : Dion DB Putra

APA itu berita?

Berita atau news belum dapat didefinisikan oleh ahli-ahli bahasa secara paten. Pengertian yang paling sederhana dan dimengerti oleh publik ialah sesuatu yang disampaikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Berita ialah apa yang dilaporkan di surat kabar. Berita adalah apa yang Anda ketahui hari ini, yang tidak dapat Anda ketahui kemarin. Meski demikian, tidak semua hal atau peristiwa bisa diangkat menjadi berita atau memiliki nilai berita (news value).

Berita dalam karya jurnalistik ialah informasi yang disampaikan kepada publik (khayalak) melalui suatu media, misalnya koran harian atau majalah mingguan seperti Surat Kabar Harian Pos Kupang dan Mingguan Dian. Berita juga disiarkan media massa elektronik seperti televisi dan radio serta media online.

Seorang reporter atau wartawan dalam mencari sesuatu informasi, baik fakta atau data yang hendak diberitakan, perlu memahami kriteria berita. Kriteria umum berita adalah "penting" dan "menarik".

Sesuatu yang penting, misalnya upaya penanggulanan KLB diare di Kota Kupang atau kiat-kiat mencegah dan menanggulangi masalah PMS dan HIV/AIDS

Berita menarik misalnya hilangnya pesawat Adam Air, karena depresi seorang pemuda membuang diri di kali Liliba, oknum pejabat teras di Pemprop selingkuh dengan seorang stafnya atau seorang tukang sapu memenangkan undian berhadiah mobil BMW di BCA.

Satu berita bisa saja mengandung unsur penting dan menarik. Tetapi boleh jadi yang penting belum tentu menarik, demikian pula sebaliknya. Contohnya berita tentang kasus Jatropha (jarak pagar) atau penyimpangan keuangan di KPUD Kota Kupang yang menjadi headline di Pos Kupang beberapa hari terakhir ini. Berita itu penting tapi belum tentu menarik bagi pembaca. Yang harus diingat, berita sebagai karya jurnalistik adalah informasi yang berdasarkan fakta, bukan opini dari wartawan yang bersangkutan.

Sebuah peristiwa menjadi berita jika memenuhi kriteria-kriteria:

1. Proximity (kedekatan). Kedekatan di sini baik berkenaan dengan tempat, waktu maupun masalah. Sebagai contoh, berita tentang kematian satu keluarga di Amanuban, TTS karena keracunan makanan lebih kuat nilai beritanya bagi pembaca di Kupang dan NTT daripada untuk pembaca di Denpasar atau Mataram.

2. Timelines (ketepatan waktu). Semakin dekat jarak waktu antara kejadianya peristiwa dengan laporan beritanya, maka semakin banyak berita di baca orang. Dengan kata lain, setiap berita mutlak memenuhi aspek aktualisasinya

3. Kepentingan (importance). Peristiwa yang menyangkut kepentingan banyak orang atau memberi manfaat besar kepada banyak orang dan mempengaruhi kehidupannya selalu lebih menarik jika dibandingkan dengan berita yang hanya menyentuh kepentingan sebagian atau sekelompok orang. Misalnya, berita kenaikan harga 9 bahan kebutuhan pokok atau BBM akan lebih memancing perhatian banyak orang dibanding kenaikan harga baju gaul di mall.

4. Prominence (Keterkenalan, keulungan atau ketokohan). Berita tentang kaum populis, orang-orang terkenal atau terkemuka. Misalnya, seorang Putri NTT mati bunuh diri karena patah hati, nilai beritanya lebih tinggi daripada seorang penjual sayur kangkung di pasar Inpres Naikoten mati gantung diri.

5. Consequence (akibat/dampak) dari suatu peristiwa. Misalnya dampak dari praktek aborsi yang didalangi paramedis telah memancing reaksi kaum wanita di Kota Kupang
6. Human interest (Community news). Berita-berita yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan. Human interest antara lain berkenaan dengan soal seks, kejahatan (crime) dan glamour (ter/paling).

Syarat-syarat berita

1. Benar. Setiap peristiwa yang akan ditulis harus benar-benar terjadi, bukan hasil impian atau rekayasa. Demikian pula dengan fakta dan datanya harus benar-benar ada. Kalau mengutip pernyataan nara sumber, apa yang dikatakan ditulis apa adanya. Jangan menambah atau mengurangi.

2. Lengkap. Kelengkapan juga merupakan bagian penting dalam menulis berita. Setiap data atau fakta yang dikemukakan harus utuh, tidak terpenggal-penggal.. Bila tidak utuh, akan terjadi salah tafsir terhadap berita tersebut.

3. Obyektif dan berimbang. Penulisan berita hendaknya obyetif, jujur dan apa adanya. Jangan ditambah atau dikurangi dengan keterangan yang tidak perlu atau dengan memasukan opini penulisnya. Sikap berpihak atau berprasangka juga mesti dijauhi. Dalam menulis, peganglah asas praduga tak bersalah. Hal ini untuk menghindari trial by the press. Berimbang artinya si wartawan tidak berat sebelah dalam menulis berita. Semua yang berkait dengan masalah yang diberitakan harus mendapat kesempatan yang sama (konfirmasi dua pihak).

4. Aktual. Peristiwa yang akan ditulis hendaknya baru saja terjadi atau berlangsung. Peristiwa yang sudah terjadi beberapa lalu sudah tidak menarik bagi pembaca.

Jenis-jenis berita

1. Berita langsung (straight news). Berita yang melaporkan suatu peristiwa secara cepat dan tepat. Misalnya, peristiwa kecelakaan lalu lintas, bencana alam gempa bumi, angin putting beliung, badai dan sebagainya. Penulisannya terkait pada model piramida terbalik (utamakan yang paling penting dan menarik).

2. Berita ringan (soft news). Berita yang ditulis dengan menekankan unsur manusiawinya,yaitu menonjolkan hal-hal yang menarik perhatian dan menyentuh perasaan (human interest). Penulisannya tidak terikat pada aturan piramida terbalik. Berita jenis ini kerap juga disebut feature.

3. Berita pendapat (opinion news). Berisi tanggapan atau komentar seorang pakar, pengamat dan pejabat mengenai suatu masalah yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Misalnya soal perampingan struktur birokrasi di Kabupaten Flores Timur pada awal tahun ini.

4. Berita mendalam (investigating news). Berita mengenai suatu masalah yang idgarap dengan investigasi mendalam oleh wartawan, sehingga tulisan tersebut mengungkap tuntas suatu masalah dari berbagai aspek. Misalnya, praktek free sex mahasiswa-mahasiswi di Kota Kupang.

Struktur berita
Secara umum, organisasi sebuah berita dibentuk oleh unsur-unsur berikut ini:

1. Judul. Judul adalah kalimat atau penggalan kalimat atau ungkapan yang dinilai mencerminkan isi berita. Judul harus singkat, menarik, luas dan merangsang pembaca untuk mengikuti berita tersebut.

2. Lead. Lead atau teras berita merupakan rangkuman berita. Dengan hanya membaca lead, pembaca sekurang-kurangnnya sudah mengerti pokok soal yang akan disajikan selanjutnya. Lead banyak macamnya. Beberapa di antaranya ialah:

a. Newspeg lead, lead yang cocok untuk majalah mingguan/bulanan

b. Summury lead (summing up lead). Cocok untuk surat kabar harian. Lead ini singkat, padat dan jelas serta paling banyak digunakan. Umumnya pendek, maksimal tiga kalimat yang terdiri dari 25 kata atau paling banyak 30 kata. Penekanan atau angle (sudut pandangnya) dipiih pada bagian penting dan menarik. Gunakan who bila yang bicara lebih penting dariapada apa yang dibicarakan. Gunakan what jika yang dibicarakan justru lebih penting atau menarik atau pilihlah lead why bila motof/penyebabnya dinilai lebih penting.

c. Teaser lead (lead menggoda), cocok untuk tulisan features.

d. Lead nyentrik. Jenis inipun bisa dipakai untuk tulisan feature atau karangan khas.

e. Quitation lead. Lead yang dimulai dengna kutipan langsung pernyataan nara sumber. Sebagai bahan bacaan kami sertakan tulisan khusus tentang jenis-jenis lead.

3. Bodi berita atau batang tubuh. Bodi menjelaskan bagian-bagian yang belum terungkap secara utuh dan lengkap dalam lead, baik menyangkut 5W 1 H atau pengembangannya
Apa itu 5 W +1 H?

What---------Apa?
Who-----------Siapa?
Where---------Di mana?
When----------Kapan?
Why----------- Mengapa/Kenapa?
How -----------Bagaimana?
Ini prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi seorang wartawan dalam meliput dan menulis berita.

4. Penutup.

Sebelum menutup atau mengakhiri suatu berita, adalah baik bila wartawan memperkaya tulisan tersebut dengan informasi atau data-data tambahan agar tulisan tidak tampak "kering" dan kehilangan nuansa.

Siapakah wartawan?

Jika kita membahas tentang jurnalisme, ingin memahami atau menggugat jurnalisme, maka pertanyaan paling penting akhirnya kembali tentang diri kita sendiri: Siapakah wartawan?
Siapakah kita (wartawan) sehingga tetap dipandang, dihormati dan mendapat ruang yang tampan di tengah suatu komunitas sosial?

Siapakah wartawan? Pertanyaan ini harus diulang dan diulang berkali-kali agar wartawan tidak kehilangan jati diri dan idealisme pengabdiannya kepada masyarakat.

Kenyataannya, menjadi wartawan itu bukan hal yang mudah. Pekerjaan ini menuntut kita untuk selalu belajar tentang bagaimana mendapatkan dan menyajikan berita dengan benar, tidak peduli berapa lama Anda sudah menjalani profesi ini. Kita selalu dihadapkan pada tantangan untuk terus bekerja profesional.

Siapakah wartawan? Dapatkan setiap orang menyatakan diri sebagai wartawan dan mulai menulis atau menyiarkan apa saja sesukanya? Kalau Anda bertanya: Dapatkah setiap orang menyatakan diri sebagai dokter atau pilot pesawat? Jawabannya mudah. Tentu saja tidak bisa! Untuk menjadi dokter Anda harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kedokteran, mendapatkan pelatihan dan memiliki pengalaman. Kalau tidak, pasien yang ada rawat mungkin berada dalam bahaya. Hal yang sama juga berlaku bagi profesi lain.

Bayangkan kalau seorang insinyur tidak memiliki pengalaman dan pengetahun membangun rumah. Cepat atau lambat rumah yang akan dibangunnya hampir pasti ambruk. Bagaimana dengan pilot pesawat terbang? Apakah Anda mau menumpang pesawat kalau Anda tahu pilotnya belum pernah belajar menerbangkan pesawat?

Jadi, bagaimana dengan wartawan? Banyak orang percaya seorang wartawan dapat mulai bekerja tanpa pendidikan, latihan atau pengalaman yang memadai. Apakah benar itu bukan masalah? Sebagai wartawan kita menjalankan profesi yang memerlukan tanggung jawab dan kematangan. Sebagaimana seorang dokter yang tak terlatih atau pilot yang tidak belajar terbang, wartawan yang menulis seenaknya juga dapat menimbulkan persoalan. Mereka bisa merusak reputasi orang tak bersalah. Bisa-bisa mereka menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan sehingga melahirkan kepanikan atau menghasut terjadinya tindakan kekerasan yang mungkin bisa berakibat hilangnya nyawa orang. Menulis seenaknya pun Anda berpeluang masuk penjara alias hotel prodeo.

Wartawan ikut berperan dalam membentuk pendapat (opini). Memiliki bobot dalam masyarakat. Karena itu mereka harus memahami profesi mereka dengan baik, supaya tidak menimbulkan masalah dengan bertindak secara tidak profesional. Kita mungkin mengatakan bahwa seorang wartawan profesional adalah wartawan yang bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik - seperti halnya profesi lain (dokter, insinyur, pengacara dan lain-lain).
Pada kenyataanya, cara orang menjadi wartawan di berbagai negara itu berbeda-beda. Beberapa negara tidak memiliki peraturan yang jelas, dan yang disebut 'wartawan' tidak terbatas pada mereka yang memiliki latar belakang dan pelatihan tertentu - setidaknya secara teori. Dalam praktek ini lebih sulit.

Para editor/redaktur media membutuhkan orang yang berbakat menulis atau menjadi penyiar dan orang tersebut juga harus memiliki pengetahuan luas tentang berbagai peristiwa terbaru. Banyak wartawan profesional mengawali karier dengan menjalani masa magang, bekerja pada tingkat yang masih yunior dan memperoleh gaji rendah - seringkali sampai satu atau dua tahun.

Sekarang makin banyak calon wartawan yang harus melalui pendidikan khusus; biasanya setelah mereka selesai belajar di perguruan tinggi. Di beberapa negara hak untuk menjadi wartawan dibatasi - seringkali oleh negara. Para calon diseleksi secara hati-hati dan mungkin harus mengikuti latihan di lembaga-lembaga khusus. Bahkan setelah itupun seringkali mereka diwajibkan memiliki izin untuk menjalankan profesi. Izin itu ada yang diberikan oleh serikat wartawan setempat, ada pula yang diberikan oleh suatu departemen pemerintah. Izin tersebut mungkin harus diperbarui atau diperpanjang secara teratur, misalnya setahun sekali.

Apa pekerjaan wartawan?

Secara umum ada tiga tugas utama pers yaitu memberi informasi, pendidikan dan menghibur masyarakat. Sampai sekarangpun hal-hal itu banyak dilakukan wartawan di manapun, baik mereka yang bekerja di radio, televisi, surat kabar ataupun media baru seperti internet.
Informasi yang akurat dapat membantu orang membentuk pendapat tentang persoalan yang mempengaruhi masyarakat mereka dan dunia luas di mana kita semua hidup. Orang dapat menggunakan media untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan belajar tentnag perkembangan penting dalam segala aspek kehidupan.

Hiburan juga merupakan suatu hal yang tumbuh dengan pesat dalam industri media dewasa ini. Tentu saja, hiburan yang berbobot tinggi pada saat yang sama dapat miliki sifat informatif dan mendidik. Pada hari-hari biasa seorang wartawan mungkin melakukan salah satu atau semua hal berikut ini:

- Hadir di tempat terjadinya peristiwa atau menghadiri suatu acara yang sudah dijadwalkan/diagendakan.
- Mengumpulkan informasi dan pendapat orang.
- Menyelidiki peristiwa atau suatu cerita.
- Memilih bahan yang paling penting dan akurat.
- Menghasilkan dan menyajian bahan yang mereka kumpulkan dalam berbagai cara - misalnya dalam bentuk artikel, wawancara, features atau komentar.
- Mengomentari berbagai perkembangan.
- Menangani bahan-bahan yang berasal dari para penyumbang informasi atau berita.
- Meneliti dan menyunting bahan yang diajukan oleh para pemberi informasi (nara sumber).

Para wartawan biasanya mengolah bahan yang banyak sekali dan menyajikannya sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan menarik bagi banyak orang.

Mereka bisa menjadi pemandu jalan dalam melalui liku-liku infomrasi yang rumit. Namun mereka bukanlah penyaring informasi yang pasif. Wartawan menggunakan keterampilan dan pengetahuan untuk mengajukan pertanyaan yang cerdas supaya memperoleh banyak informasi tentang cerita atau berita yang sedang digarap.

Wartawan diharapkan untuk bersifat obyetif-menyajikan pandangan yang tidak memihak tentang suatu peristiwa, menyampaikan informasi tanpa diliputi oleh persepsi pribadi dan emosi mereka. Di beberapa tempat, wartawan dipandang sebagai profesi yang memiliki peran khusus di dalam masyarakat, yaitu sebagai penengah antara pemerintah dan rakyat. Mereka menjelaskan kebijakan dan tindakan berbagai lembaga pemerintahan, sebaliknya mereka juga menyampaikan pendapat dan suara masyarakat untuk didengar oleh pemerintah.

Wartawan tidak menyuarakan pandangan satu pihak saja dari kalangan masyarakat, atau dari pihak pemerintah sekalipun. Mereka membiarkan berbagai pendapat yang berbagai agar bisa didengar, sehingga para anggota masyarakat demokratis dapat membentuk sendiri pendapat mereka tentang setiap persoalan.

Idealnya, media harus menyediakan semua informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat supaya mereka dapat membentuk pendapat dan membuat keputusan sendiri tentang berbagai aspek kehidupan: baik itu persoalan politik, ekonomi, sosial atau budaya.

Seorang wartawan profesional akan dapat membaca apa yang menjadi keprihatinan masyarakat. Dia akan dapat menggali informasi lebih banyak tentang persoalan tadi untuk memperoleh pemahaman sebaik-baiknya. Dan dia memiliki kemampuan untuk menyampaikan persoalan secara jelas sehingga mudah dipahami oleh semua orang.

Bayangkan seseorang yang sangat tinggi dan besar, kakinya mantap berpijak di bumi namun kepalanya berada lebih tinggi dari kerumunan orang di sekitarnya. Begitu perumpamaannya. Wartawan diharapkan untuk tetap terkait dengan masyarakat di mana dia berada, namun dia juga mampu melihat kaitan-kaitan dan interaksi lain karena keluasan pandangannya.

Di mana wartawan bekerja?

Medan kerja wartawan makin luas. Mereka bekerja dim surat kabar, majalah dan jurnal khusus; stasiun radio; stasiun televisi; lembaga informasi atau pemberitaan; kantor-kantor hubungan masyarakat; jasa pelayanan teks televisi; internet dan lembaga foto berita.
Ada wartawan yang disebut stringer dan freelance. Mereka biasanya bekerja sendiri dan menyediakan karyanya untuk berbagai lembaga media. Kebanyakan wartawan melaporkan hal-hal secara umum berbagai macam berita. Namun ada juga wartawan yang mengkhususkan diri pada bidang tertentu, misalnya: Politik, masalah sosial, kesehatan, seni dan budaya, bisnis dan ekonomi dan olahraga.

Apa yang membuat wartawan profesional?

Adakah kualitas tertentu yang harus dimiliki wartawan profesional? Kalau memang ada: Apa saja kualitas itu? Para instruktur pelatihan wartawan telah berulang kali menanyakan hal ini dalam kursus di berbagai kawasan dunia. Kebanyakan peserta kursus tampaknya sepakat bahwa ada kualitas tertentu yang mereka harapkan dari seorang wartawan yang baik.
Kualitas ini antara lain:
- Rasa ingin tahu yang alami
- Kematangan dan tanggung jawab
- Pengetahaun umum luas
- Kreatifitas
- Kesabaran dan persistensi
- Keberanian
- Keadilan, kejujuran dan integritas
- Cara berpikir yang independen dan selalu berusaha mencari jawaban.

Seorang wartawan yang baik juga diharapkan memiliki bakat dalam melakukan pekerjaannya, memiliki rasa ketertarikan terhadap masyarakat yang menikmati karyanya dan memiliki hubungan baik dengan berbagai sektor masyarakat.

Untuk konteks Indonesia, banyak dari pengelola media menyebutkan kualitas tersebut di atas sebagai sifat yang harus dimiliki seorang wartawan yang baik. Mereka berpendapat bahwa wartawan yang baik tidak akan mau menerima 'amplop'- karena amplop atau kiriman hadiah dapat memelintirkan kejujuran informasi.

Tentu saja ada keterampilan khusus yang dituntut oleh suatu jenis liputan tertentu. Seorang wartawan radio perlu memiliki suara yang jelas dan enak didengar serta percaya diri, seorang wartawan sebuah surat kabar kecil barangkali harus juga memiliki keterampilan menyusun tata letak (layout).

Para wartawan sekarang ini memiliki tugas yang makin banyak - tugas yang sebelumnya dilakukan oleh para teknisi khusus; misalnya pengambilan gambar (filming) dan penyutingan. Berbagai keterampilan itu seringkali memang banyak gunanya untuk dapat bekerja di bidang radio, televisi, media cetak atau internet, misalnya.

Bagi banyak wartawan hal ini menimbulkan masalah: ada wartawan yang mungkin sangat berbakat dalam menulis atau menjadi penyiar profesional namun tidak tertarik pada perkembangan komputer.

Mereka merasa ketinggalan di zaman yang serba cepat ini. Namun sekarang ini sangat mungkin bagi banyak orang untuk belajar berbagai keterampilan seperti misalnya merancang situs internet atau menyuting suara untuk radio maupun televisi.

Sebagai wartawan kita selalu ditantang untuk menyegarkan pengetahuan dan kewartawanan, pengetahuan umum dan terus mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Keterampilan teknis selalu dapat ditingkatkan dan diperbaiki. Namun, penekanan utamanya adalah memiliki keterampilan jurnalistik, editorial dan profesionalisme yang memadai.

Memiliki pertimbangan editorial (editorial jugdement) yang memadai merupakan tuntutan dasar sepanjang umur bagi wartawan. Ini jauh lebih sulit untuk mendapatkannya dibanding keterampilan lain. Hal mendasar itu penting didiskusikan dalam pelatihan tingkat lanjutan.
Meliput dan menulis berita

Tahap pertama dari pekerjaan seorang waratawan diawali dengan mengumpulkan bahan berita. Namun, sebelum terjun ke lapangan, perlu perencanaan yang matang. Pekerjaan wartawan (sebagai pekerja intelektual-profesional) harus berpedoman pada perencanaan yang baik serta mekanisme kerja yang teratur.

Rencana peliputan tidak hanya berlaku bagi peristiwa yang sudah terjadwal (berita agenda), tetapi untuk peristiwa yang terjadi tiba-tiba pun perlu direncanakan bentuk liputannya. Misalnya banjir bandang melanda wilayah Kota Kupang. Sebelum ke lokasi, dalam sisi kepala sang wartawan semestinya sudah terprogram apa yang akan diketahui di lokasi (penyebab banjir, keadaan korban, bantuan), siapa saja yang perlu dihubungi dan lain-lain.
Bahkan rincian pertanyaan pun hendaknya sudah disiapkan agar tidak kelabakan ketika sudah berada di lapangan. Kendati sepele, sebelum menuju obyek liputan wartawan pun perlu menyiapkan peralatan seperti alat tulis, rekaman dan kamera.

Nah.....apakah Anda tertarik menjadi wartawan ??? Selanjutnya...