Minggu, 26 April 2009

13 Tahun Kota Kupang (2)

Banyak yang Haus Kasih

Oleh Hermina Pello dan Rosalina Langa Woso

MESKI masih berusia remaja, Kota Kupang mulai menggeliat. Ekonomi dan sejumlah sektor pembangunan terus bertumbuh meski di tengah krisis melanda. Lihat saja, tempat perbelanjaan baru dan sejumlah kawasan usaha kian ramai, seperti di Jalan WJ Lalamentik dan Jalan Timor Raya. Lalu lintas mobil mewah dan sepeda motor pun terus bertambah.

Perkembangan ini memunculkan pertanyaan. Adakah megahnya bangunan pemerintah dan tempat usaha menjadi cermin keberhasilan pembangunan sejak kota ini berdiri? Mungkinkah hilir-mudik warga keluar masuk pusat perbelanjaan dan tempat makan siap saji menggambarkan kesejahteraan kurang lebih 286.035 warga kota ini? Apakah ramainya jalanan yang dihiasi kendaraan beraneka merek menunjukkan kualitas hidup warga kota yang terus menanjak?

Pembangunan yang dilaksanakan pada hakikatnya diarahkan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan dinilai dengan sejumlah indikator, diantaranya menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemerdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup.

Wajah Kota Kupang yang makin ceria di usianya yang ke-13 ini bisa saja menunjukkan adanya kemajuan pencapaian dari sejumlah indikator tersebut. Tetapi, kenyataan bisa saja berkata lain, karena kemegahan dan akses ekonomi yang glamour itu tidak dinikmati oleh sebagian besar warga yang harusnya menjadi empunya kota ini. Jerit dan rintihan anak-anak yang badannya kurus kering karena kekurangan gizi justru terdengar tidak jauh dari gedung megah maupun orang berpakaian necis atau safari yang didaulat untuk melayani dan atas nama mereka.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Kupang memperlihatkan, penderita gizi buruk di Kota Kupang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 terdapat 411kasus, tahun 2005 turun menjadi 371 kasus (1,88 persen), tahun 2006 kasus gizi buruk melonjak lagi menjadi 1.552 kasus (6,99 persen) dan tahun 2007 menjadi 514 kasus (4,00 persen), tahun 2008 naik lagi menjadi 1.707 kasus.

Ada sejumlah argumen yang dibangun oleh abdi masyarakat, bahwa ada banyak faktor yang melatarbelakangi peningkatan kasus gizi buruk di Kota Kupang. Pembelaan diri bisa saja dilakukan oleh pemerintah bahwa masalah bukan hanya tanggung jawab mereka. Tetapi patut diingat bahwa mereka adalah warga Kota Kupang yang harus diperhatikan. Pemerintahan kota dibentuk untuk melayani warganya, termasuk untuk masyarakat miskin yang terus didera kemiskinan dan dampak lanjutannya adalah gizi buruk.

Angka kemiskinan juga tidak kalah menyedihkan di kota yang hanya terdiri dari empat kecamatan dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang jumlah kecamatannya mencapai puluhan. Pada tahun 2008 terdapat 23.444 rumah tangga miskin (RTM) di kota ini. Potret kemiskinan tentu membuat banyak orang prihatin.

Menurut data Dinkes Kota Kupang -- berdasarkan cakupan pelayanan kesehatan -- terdapat 107.869 warga miskin di Kota Kupang. Kota Kupang sebagai potret dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tentunya mendapat banyak perhatian, tidak hanya dari pemerintah kota, tetapi juga dari pemprop dan pusat untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Program pemberdayaan ekonomi yang dinilai akan membebaska warga dari jeratan kemiskinan juga sudah diluncurkan. Namun hasilnya belum menggembirakan. Ada yang menduga, bantuan tersebut salah sasaran. Bantuan jatuh ke tangan orang yang tidak membutuhkan bantuan.

Buktinya, angka pengangguran di Kota Kupang ini pada tahun 2008 sudah mencapai 20.456 orang dengan berbagai tingkat tamatan. Rinciannya, penganggur (pencaker) sebanyak 11.014 orang, sedangkan laki-laki hanya 9.442 orang.

Data dari BPS Kota Kupang berdasarkan hasil Susenas, tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2006 sebanyak 10,29 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi 14,14 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kupang, Enos Ndaparoka, S.H., M.Hum beberapa waktu lalu mengungkapkan, Kota Kupang selalu menjadi korban karena menjadi tempat tujuan pencari kerja.

"Jumlah pencaker di Kota Kupang cenderung meningkat karena dari daerah selalu ada yang datang untuk mencari kerja di Kota Kupang. Ditambah lagi dengan lulusan dari sekolah-sekolah, menambah daftar panjang pencaker di Kota Kupang," ujarnya.

Di satu pihak, pemerintah tidak terlalu banyak membuka lapangan kerja karena lapangan kerja yang disediakan pemerintah lebih banyak menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Sektor pendidikan juga ikut menjadi salah satu penyebab munculnya generasi-generasi yang lemah inovasinya.

Sosiolog yang juga dosen FISIP Unwira Kupang, P. Paul Ngganggung, SVD mengemukakan, banyak sekolah di Kota Kupang mendidik anak menjadi pengangguran karena banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik.

"Saya sedih sekali kalau melihat anak-anak sekolah yang berseragam dan berdiri di pinggir-pinggir jalan. Mereka tidak bisa menggunakan waktu mereka dengan baik. Ini menciptakan calon penganggur di masa depan," kata Pater Paul.

Pater Paul mencontohkan, di bidang pariwisata, sebaiknya pemerintah menggandeng swasta untuk mengelola obyek-obyek wisata. Kalau dikelola pemerintah, tidak bisa berkembang sebab PNS cenderung berpikir usaha berkembang atau tidak toh setiap bulan mereka tetap mendapat gaji.
Sedangkan pihak swasta lain. Swasta akan berupaya mati-matian karena hidup mereka tergantung dari usaha tersebut. Jika dikelola swasta, maka akan membuka lapangan pekerjaan.
***

Sebagai tempat untuk mencari kerja dan sekolah, arus migrasi di Kota Kupang cukup tinggi setiap tahunnya. Menurut data BPS Kota Kupang, jumlah penduduk kota ini pada tahun 2006 sebanyak 275.066 jiwa, pada akhir tahun 2007 menjadi 282.035 dan tahun 2008 menjadi 286.306.

Dengan banyaknya pendatang dari luar daerah, baik dari daratan Timor, Flores, Sumba, Alor, Lembata maupun pulau lainnya di dalam maupun luar NTT, maka Kupang akan tumbuh menjadi kota multikultural. Kota ini dapat dikatakan sebagai miniatur NTT. Dengan multikultural ini, pemerintah harus pandai merangkul masyarakatnya agar merasa satu dengan kota ini sehingga secara aktif dan bertanggung jawab dalam pembangunan.

Apalagi, dilihat dari sisi pemukiman, seakan-akan masyarakat menjadi terkotak-kotak, suku yang satu tinggal bersama di tempat yang sama. Pater Paul mengungkapkan, pemerintah harus bisa memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama kepada masyarakat maupun birokrat yang ada di kota Kupang. Perlakuan dan kesempatan itu termasuk di dalamnya adalah program pembangunan. Jangan sampai ada daerah yang infrastrukturnya bagus, sedangkan daerah lain infrastrukturnya buruk. Ini akan menimbulkan kecemburuan di antara warga Kota Kupang karena ada yang merasa dianakemaskan dan ada juga yang dianaktirikan.

Menurut Pater Paul, penduduk suatu daerah bisa menjadi modal, tetapi juga bisa menjadi beban jika pemerintah tidak bisa merangkul mereka. (pk edisi 23 april 2009 hal 1)

1 komentar:

earleanjackiewicz mengatakan...

Wynn Las Vegas - JtmHub
Wynn 파주 출장마사지 Las Vegas is a luxury resort 이천 출장안마 destination conveniently 순천 출장샵 located right on the Las 군포 출장샵 Vegas Strip and just minutes from the Las Vegas Convention and Visitors Jan 15, 2022John FogertyJan 17, 양주 출장안마 2022Randy Rainbow