Minggu, 26 April 2009

13 Tahun Kota Kupang (1)

Berwajah Bopeng

Oleh: Rosalina Langa Woso/Hermina Pello

TANGGAL 25 April diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Kupang. Tahun ini, usia Kota Kupang genap 13 tahun. Usia ini dihitung dari Kota Kupang terbentuk sebagai daerah otonom, dengan status kota administratif. Namun sebagai kota, pada tiga hari mendatang Kupang sebenarnya berusia 123 tahun.

Jika dibandingkan dengan kota lainnya, Kota Kupang masih muda belia. Tapi, bukan tidak mungkin akan berkembang menjadi kota besar. Pembangunan fisik dan penambahan jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun akan berdampak pada pertumbuhan Kota Kupang.

Masalah yang sering muncul seiring dengan pertumbuhan sebuah kota adalah masalah tata kota. Pembongkaran paksa gubuk-gubuk liar, bangunan yang tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), pedagang kaki lima (PKL) dan sebagainya yang dianggap menyalahi prosedur dan merusak pemandangan kota menjadi hal yang kerap kita saksikan setiap hari.

Masalah serius yang dihadapi Kota Kupang saat ini adalah jalan dan drainase. Bila musim hujan tiba jalan-jalan di beberapa sudut Kota Kupang dapat berfungsi ganda. Di satu sisi berfungsi sebagai tempat lalu lintas kendaraan, di sisi lain dapat berubah menjadi saluran/got aliran air hujan. Pejalan kaki yang melewati trotoar terpercik air yang digilas kendaraan.

Kondisi geografis Kupang yang miring tidak berarti Kupang tidak berpotensi banjir. Faktanya setiap kali musim hujan tiba, banyak jalan dan perumahan penduduk digenangi banjir. Meskipun demikian, di beberapa ruas jalan telah tersedia saluran. Sayangnya, saluran-saluran tersebut penuh sesak dengan berbagai jenis sampah. Kesadaran masyarakat yang rendah tentang kebersihan lingkungan menimbulkan potensi banjir pula.

Tengoklah di Jalan Alor Pasar Oeba. Jalan tersebut berlekuk, berlubang dan berlumpur. Di sisi kiri jalan, ada drainase, namun pembangunannya terbatas. Drainase dibangun mulai dari sumur Oeba sampai di lokasi lama kebun sayur kangkung, tidak dibangun sampai di lokasi pasar Oeba. Bila hujan turun, air tergenang di badan jalan hingga ke halaman rumah penduduk di bagian kiri jalan.

Tidak berfungsinya drainase juga dapat dijumpai di Jalan Kosasih, Jalan Elang dan Jalan Cendrawasih, Kelurahan Bonipoi. Drainase tersumbat dengan sampah.

Beberapa ruas jalan serta drainase yang rusak juga ditemukan di Jalan Sunan Kalijaga dan Jalan Cendrawasih. Kondisi yang sama terjadi di Jalan Elang, Jalan Merpati dan Jalan Soekarno serta beberapa ruas jalan lainnya. Singkatnya, masih banyak ruas jalan dengan drainase yang kondisinya sangat jelek dapat kita jumpai di Kota Kupang.

Kupang memang tidak 'separah' kota-kota lainnya di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Tapi amatlah penting bagi pemerintah Kota Kupang mulai serius menangani masalah penataan drainase. Kelak Kota Kupang tidak hanya berkembang sebagai kota modern, tapi juga kota asri dengan moto KASIH. KASIH hendaknya tercermin dalam segala aspek pembangunan, tidak terkecuali dalam hal tata ruang jalan dan drainase.

Pembangunan jalan dan drainase dikritik dosen Fakultas Teknis Unwira Kupang, Ir. Robertus Raya Wulan, MT. Menurutnya, jalan sebagai ruang publik tidak hanya mewadahi kendaraan bermotor, tetapi juga untuk pejalan kaki. Yang menjadi masalah adalah peningkatan jumlah dan kecepatan kendaraan bermotor yang tidak paralel dengan kesiapan pemerintah dalam mewadahinya. Hal ini menyebabkan jalan dalam pengertian 'street' kini direduksi menjadi 'road' yang hanya diorientasikan pada penyaluran transportasi.

Tanpa mengecilkan usaha Pemkot, harus diakui kebijakan pembangunan jalan di Kota Kupang cenderung hanya memanjakan pemakai kendaraan bermotor. Jalur cepat untuk mobil terus ditingkatkan dan dipelihara agar tetap mulus. Sedangkan jalur pejalan kaki tetap dibiarkan bopeng, bahkan sering diserobot untuk parkir. Oleh karena itu, tidak heran kalau sebagian korban kecelakaan lalu lintas justru pejalan kaki. Dia menyarankan, Pemkot memberikan hak yang proporsional bagi pejalan kaki.

Raya Wulan mengatakan, pembangunan jalan tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga berdimensi sosial. Pemkot perlu memperhatikan dimensi sosial jalan. Bahkan negara barat yang dituduh sebagai negara borjouis, kapitalis, ternyata dalam pembangunan jalan justru memberi kesan lebih sosial dari pada pemerintah kota yang bermotokan KASIH.

Tentang drainase, Raya Wulan menyebut dua masalah utama. Pertama, masalah teknis yang berkaitan dengan aspek hidrologi, hidrolika dan struktur jaringan. Kedua, masalah manajemen berkaitan dengan kemampuan sumber daya (dana, manusia dan teknologi), serta kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Masalah drainase di Kota Kupang, antara lain disebabkan karena perubahaan pemanfaatan lahan pada daerah hulu. Perubahaan ini karena proses perluasan kota maupun peningkatan/pemadatan. Akibatnya, terjadi penyempitan bidang resapan air permukaan.

Di sisi lain, dimensi saluran yang ada tidak cukup memadai untuk menampung debit air limpasan pada kondisi puncak. Karena itu, selain membenahi sistem drainase, penting juga mengendalikan intensitas pemanfaatan lahan di daerah hulu seperti Kelurahan Belo, Sikumana, Oepura dan Kelurahan Kolhua. Pembuatan embung/jebakan air dan sumur resapan dapat juga membantu mengurangi debit limpasan.

"Drainase yang ada tidak tersistem dan dibangun dengan pola parsial dan reaksional. Kalau ada kasus banjir baru ditangani. Tidak ada studi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Karena itu pembenahan sistem drainase harus dimulai dengan menyusun master plan sistem drainase Kota Kupang. Master ini dilandasi studi hidrologi dan hidrolika yang baik agar tidak ada lagi masalah teknis drainase," tegas Raya Wulan.

Kepala Dinas Kimpraswil Kota Kupang, Ir. Benny Sain, membenarkan drainase di Kota Kupang harus ditata kembali sesuai dengan limpasan dan volume air yang terjadi selama musim hujan. Siseim penataan drainase selalu diupayakan untuk fokus pada sungai atau laut. Ke depannya, perlu dipikirkan cara lain melihat topografi Kota Kupang yang berbukit. Kondisi ini sangat sukar untuk menuntaskan sistim drainase yang nyaman untuk aliran air dan limbah rumah tangga.

Menurut Sain, Kota Kupang belum masuk dalam 10 kota yang penataan drainasenya terbaik di Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Banjarmasin. (pk edisi 22 april 2009 hal 1)

Tidak ada komentar: