Rabu, 16 Desember 2009

Petani Masih Jadi Objek Perencanaan


POS KUPANG/HERMINA PELLO
SEMINAR PERTANIAN
--Dari kiri ke kanan, P. Yulius Yasinto, SVD (Rektor Unwira Kupang), Alfons Nedabang (Wartawan Pos Kupang), Ir. Yohanes Tay Ruba, (Kepala Bidang Produksi Tanaman pada Distambun Propinsi NTT) sebagai pemateri dan Pius Rengka, S.H (moderator) dalam acara seminar bertajuk Pertanian dan Masa Depan NTT, di Aula Undana Penfui, Sabtu (12/12/2009).


PETANI di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menjadi obyek perencanaan pembangunan pertanian. Seharusnya, petani menjadi aktor atau pelaku utama perencanaan.

Demikian dikatakan Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, P. Yulius Yasinto, SVD dalam seminar bertajuk Pertanian dan Masa Depan NTT di Aula Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Sabtu (12/12/2009). Pater Yulius berbicara tentang pengembangan sektor pertanian dalam kerangka dasar perencanaan pembangunan di NTT.

Pemateri lainnya, Kepala Bidang Produksi Tanaman pada Distambun Propinsi NTT, Ir. Yohanes Tay Ruba, berbicara tentang Strategi Pembangunan Pertanian NTT, dan Alfons Nedabang (wartawan Pos Kupang) dengan topik Peran Media Massa dalam Pembangunan Pertanian NTT. Bertindak sebagai moderator, Pius Rengka, S.H. Kegiatan ini diselenggarakan Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Arnoldus Janssen Faperta Undana.

Pater Yasinto menjelaskan, tiga hal yang diperhatikan untuk mencapai keberhasilan, yaitu perencanaan, implementasi dan ketersediaan sumber daya.

Menurut Pater Yasinto, petani harus menjadi pusat atau aktor utama dalam perencanaan pembangunan pertanian. Penghargaan terhadap cara pandang dan teknologi lokal juga penting dilakukan. Berikutnya, adalah peluang untuk menggunakan pengetahuan dan metode dan ruang secukupnya untuk mengelola sistem pertanian.

"Di NTT, petani jadi obyek perencanaan dan bukan pelaku perencanaan karena keterbatasan waktu, dana dan kemauan pemerintah untuk mereduksi. Perencanaan di NTT seringkali tidak fokus karena terlibatnya berbagai kepentingan yang bertentangan serta seringkali terciptanya kebijaksanaan yang reaktif. Begitu ada masalah, langsung menganjurkan tindakan yang harus diambil tanpa analisis yang mendalam," katanya.

Masalah lainnya adalah koordinasi. Menurutnya, salah satu penyebab utama rendahnya mutu perencanaan adalah koordinasi.

Yohanis Tay Ruba mengatakan, pemerintah bertekad mewujudkan NTT sebagai propinsi jagung, ternak sapi, koperasi dan cendana.

Mengenai jagung, dijelaskan, pemerintah mengambil komoditas jagung karena jagung sudah biasa ditanam oleh masyarakat sehingga tinggal dipoles dan diperbaiki. Dikatakan, petani di NTT masih banyak yang menggunakan jagung lokal, padahal produksinya rendah, yaitu hanya 1,6 ton/ha.

"Kalau menggunakan jagung hibrida bisa mencapai tujuh sampai delapan ton/ha. Saat ini, sedang digalakan gerakan masyarakat agribisnis jagung. Musim tahun 2009 ini adalah start awal menuju keberhasilan tahun 2010," katanya.

Alfons Nedabang mengatakan, berita-berita tentang pertanian masih sangat kurang dalam media massa. Media massa di NTT, baik cetak maupun elektronik, juga tidak ada yang secara khusus dengan segmen pemberitaan pertanian. "Media massa lebih doyan berita politik ketimbang berita pertanian. Isu-isu pertanian masih dianggap 'kurang seksi' oleh media," kata Nedabang.

Selain itu, lanjut Nedabang, media punya kendala internal, di antaranya sumber daya manusia (wartawan). Pengetahuan wartawan tentang isu-isu pertanian yang tidak memadai menjadi kendala dalam meliput soal-soal pertanian. (ira/pos kupang edisi senin, 14 Desember 2009).

Tidak ada komentar: