Minggu, 15 Maret 2009

Penjual Kue, Pebisnis dan Politisi



TAHUN 1982 sebagai titik awal perubahan hidupnya. Dari seorang penjual kue dan ikan, dia menjelma sebagai pengusaha sukses. Kini, menjadi politisi yang patut diperhitungkan.

"PERJALANAN hidup saya berliku, sebelum menjadi seperti sekarang ini," ujar Saleh Husin, SE, M.Si membuka perbincangan dengan Alfons Nedabang dari Pos Kupang, di kediaman kakaknya di Jalan Ranamese I No. 89 Perumnas Kupang, Rabu (25/2/2009) lalu.

Sebelum wawancara, ia memperlihatkan majalah ME Asia edisi 94-November 2008 yang didalamnya (tujuh halaman) ada berita tentang dirinya. Majalah life style untuk kalangan tertentu itu, menjulukinya The dream of the kids from Rote Island.

Saleh mengawali hidupnya dari Ba,a, Rote, 46 tahun silam. Kehidupan keluarganya pas-pasan, bahkan tergolong miskin. Ayahnya, H Husin L (alm) seorang nelayan dan ibunya Hj. Ma Aket, pembuat kue. Saleh kecil selalu menolong orangtuanya.

Kalau kebanyakan anak memanfaatkan masa kecil untuk bermain, tidak demikian Saleh. Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini selalu berkeliling kota Ba'a, menjual kue buatan ibunya. Kadang-kadang, ia berjualan ikan hasil tangkapan ayahnya. Kegiatan yang ia lakukan dengan senang hati, sejak masih di SD kelas V sampai SMP kelas III.

Kondisi ekonomi keluarga yang sulit tidak membuat Saleh pasrah. Dorongan untuk maju begitu kuat dalam dirinya. Niatnya untuk sekolah menggebu-gebu. Maka, setelah tamat SMP, ia melanjutkan pendidikan di SMA Palapa Kupang.

"Ketika SMA, saya punya keinginan harus kuliah. Namun karena faktor ekonomi keluarga, saya tidak bisa memaksa orang tua. Saya berpikir, jika saya kuliah maka adik-adik saya akan terbengkelai sekolahnya. Makanya saya berpikir, bisa kuliah tapi dibiayai oleh negara," ujar Saleh.

Tamat SMA, Saleh memutuskan masuk Akabri. Ketertarikannya pada Akabri, karena tergugah dengan sosok Menhankam Pangab, Jenderal M Yusuf yang setiap hari tampil di televisi. Sosok lain yang juga memberi inspirasi baginya adalah Letnan Jenderal Henuhili, putra Rote yang saat itu berada di Jakarta.

Tahun 1982, Saleh coba masuk dan lulus tes di akademi militer tersebut. Dari NTT, ada 9 orang yang lolos dan dikirim ke Magelang, Jawa Tengah. Seleksi akhir sisa dua orang, salah satunya adalah Saleh. Namun karena mata kanannya terganggu, ia tidak diterima masuk Akabri.

"Saya berpikir, kalau saya pulang kampung, saya malu. Daripada malu, saya nekad berangkat ke Jakarta. Di sana tidak ada keluarga, yang saya tujuh adalah Letnan Jenderal Henuhili, walaupun beliau tidak saya kenal. Pokoknya, seperti kata pepatah, layar sudah berkembang, apapun badainya harus diterjang," ujarnya bersemangat.

"Mungkin karena dengan niat tulus dan juga digerakkan oleh Yang Di Atas, maka saya bertemu Jenderal Henuhili di teras rumahnya. Saya sampaikan kepada beliau tentang permasalahan saya di Magelang. Terus, saya katakan, 'Jenderal, saya malu pulang kampung. Kalau diperkenankan saya numpang di sini (di rumah Henuhili). Mau dipekerjakan sebagai pembantu, atau sebagai apapun saya bersedia," kenang Saleh.

Saleh pun diterima keluarga Henuhili yang waktu itu menempati rumah di Menteng, kawasan elite yang dihuni para pejabat negara. Sebagai orang yang menumpang hidup, ia tidak lupa diri. Ia melakukan pekerjaan apapun, tanpa disuruh. Melihat kelakuannya baik, lama kelamaan dianggap sebagai anggota keluarga Henuhili.

Berkelakuan baik dan pandai membawa diri, Saleh cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia berteman dengan sejumlah anak pejabat negara. "Lingkungan telah membentuk saya. Ada perubahan sikap, tingkah laku serta tutur kata. Semua lebih halus."

Tahun 1984, untuk kedua kalinya ia ikut tes masuk Akabri lewat Kodam Jaya. Lagi-lagi gagal, karena masalah pada mata kanannya. Berbarengan dengan dia, ikut mendaftar Firman Setiabudi, anak Try Sutrisno (saat itu Try Sutrisno menjabat sebagai Pangdam V Jaya), yang kemudian dari sana keduanya menjalin pertemanan yang baik. Dari sini, cahaya mulai menerangi Saleh.

Menggeluti Bisnis

DUA kali gagal mengikuti seleksi Akabri, Saleh berkesimpulan bahwa jalan hidupnya bukan di ketentaraan (militer). Ia memutuskan untuk berdagang. Selanjutnya, masuk dalam dunia bisnis 'berkelas.'

Bagaimana awalnya Anda berdagang?
Saya bersurat ke ibu saya di Rote. Kalau bisa ibu kirim duit untuk bisa buat modal. Akhirnya dikirim pake wesel, uang Rp 500 ribu. Saya juga tidak tahu uang itu hasil pinjam ibu dari mana. Karena waktu itu (tahun 1986) di Jakarta, lagi ngetren anak-anak SMA bikin atribut sekolah, banner segitiga bertuliskan nama sekolah. Dengan bekal uang dari ibu, saya berangkat ke Bandung dan bikin banner SMA Perguruan Cikini. Setelah dicetak, saya bawa ke Jakarta, ketemu Nanan, anaknya Bu Mega (Megawati Soekarnoputri) dan Rommy, anaknya Rahmawati dan juga Ferdi Hassan (kini presenter). Mereka yang jualan ke dalam kelas. Semuanya laku. Saya dapat duit Rp 2.500.000. Uang itu menjadi modal untuk buat banner lagi. Saya buat banner untuk SMA 3 dan dijual oleh anak Pak Try. Banner untuk sekolah SMA 34 dijual anak jaksa agung.

Bagaimana Anda bisa masuk dunia bisnis 'berkelas'?
Tinggal di Menteng membuat saya bermain dan kenal sama anak-anak pejabat, termasuk anak Pak Try. Karena berteman baik, suatu saat nginap di rumah Pak Try. Dan, keterusan nginap. Keluarga Pak Try menganggap saya seperti famili. Meski demikian, saya tetap bolak-balik ke rumahnya Pak Henuhili. Pada satu seketika, ada teman kasi tahu mau ikut tender di Mabes ABRI. Saya sampaikan ke putranya Pak Try. Lalu, kami ke Cilangkap, bertemu Kasops dan sampaikan maksud. Alhamdulilah, besoknya langsung keluar surat penunjukan langsung. Dapat tender Rp 100 juta. Kasi surat tender ke yang punya. Kami dikasih fee Rp 5 juta. Uang itu saya kasih ke anaknya Pak Try tapi ditolak. Dia bilang, udah lu ambil setengahnya dan setengahnya dipakai untuk nonton sama makan-makan.
Dalam perjalanan, karena orang tahu saya dekat dengan keluarga Pak Try, mulailah para petinggi negara dan juga para konglomerat mendekati saya. Saya mulai menjalin hubungan dengan mereka. Saat itu, siapa yang tidak mau dekat dengan Pak Try? Semua orang berpikir bahwa inilah calon pengganti Pak Harto (Soeharto). Saya dapat rezeki. Setelah ada uang, mulai buka usaha ini dan itu.

Dalam karier bisnisnya, Saleh menyandang sebelas jabatan. Kalau tidak dalam posisi sebagai direktur maka ia sebagai komisaris. Ia menjabat direktur di lima perusahaan, sedangkan sebagai komisaris di enam perusahaan. Awal menjabat direktur pada tahun 1989, sebagai direktur PT Shelbi Pratama. Sedangkan sebagai komisaris pada tahun 1993 pada perusahaan PT Ades Alfindo Putra Setia, Tbk Jakarta. Perusahaan ini memproduksi air mineral dengan merek Ades yang sudah go public. Dua perusahaan yang jabatan direktur ia pegang sejak tahun 1998 sampai saat ini adalah PT. Varia Prima Bina Jasa dan PT. Sapta Kencana Buana Jakarta. Usaha yang digelutinya berkembang baik. Usia masih mudah, punya uang dan banyak teman, membawa dia dalam kehidupan yang glamour.

"Dulu, kalau setiap kali tinju Mike Tyson, pasti saya nonton di Las Vegas, Amerika. Tidak pernah sekalipun absen. Teman-teman saya hobi semua jadi kita berangkat bareng-bareng," katanya.

Meski hidup glamour tidak membuat Saleh lupa diri. "Saya ini seorang anak nelayan yang kebetulan dikasih rezeki seperti begini. Jangan sampai saya melenceng dari cita-cita sejak kecil. Saya tetap ingat, saya ini anak kampung. Waktu kecil jualan kue. Itu yang selalu terbayang. Saya selalu jaga sehingga jangan sampai tergelincir."

Saleh pun menata kehidupannya. Rumah dan mobil ia miliki. Selain itu, melanjutkan studi S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta dan selesai tahun 1996. Keputusannya untuk berumah tangga ia ambil pada tahun 1994, dengan mempersunting gadis berdarah Pelembang, pujaan hatinya, Andresca, SE. Keduanya dikarunia tiga orang anak.

Niatnya untuk maju di pendidikan, tetap mengebu. Saleh melanjutkan studi Magister Administrasi Publik pada Unkris dan selesai tahun 2007. Saleh juga memperdalam ilmu pada beberapa lembaga pendidikan non formal, diantaranya English Course in University of Oregon, Eugene, Oregon-USA (1992), Kursus Reguler Angkatan (KRA) XXXIX Lemhannas (2006). Tidak ketinggalan belajar public speaking serta mengikuti pendidikan kepribadian di John Robert Power.

Saleh menyadari kesuksesan ia capai karena faktor teman. Dalam berteman, hal prinsip yang ia jaga adalah kejujuran. "Saat merantau, satu-satunya pegangan saya adalah kejujuran. Jangan sampai kepercayaan yang diberikan oleh orang, saya nodai," ujar lelaki yang punya kebiasaan sebelum tidur 'bermain' internet ini.

Bagi Saleh, seorang teman sangat penting. Sangat bermakna! Oleh karena itu, dia paling takut jika kehilangan satu teman.

Anda sudah sukses di luar. Kenapa tidak terpikir membuka usaha di NTT?
Karena saya seorang anak nelayan, maka saya coba usaha ikan cakalang di NTT. Tapi tidak berhasil. Awalnya, usaha itu untuk membantu keluarga, famili. Namun kelihatanya mereka kurang memenej dengan baik sehingga tidak berhasil. Dari pada hubungan keluarga jadi rusak maka lebih aman kapal saya jual.

Terjun Politik
Sudah mapan dan matang dalam hal ekonomi, serta ditunjang dengan networking yang luas, Saleh memutuskan terjun ke dunia politik. Awalnya, Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai kendaraan politiknya. Namun karena ada komitmen yang dilanggar pimpinan PAN sehingga ia pindah ke Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA). Saleh menjabat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai HANURA. Pada Pemilu legislatif 2009 ini, ia dicalonkan sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTT 2 (Timor, Sumba, Rote dan Sabu), menempati nomor urut 1.

Kapan mulai terjun politik?
Pada tahun 2001. Salah seorang teman memperkenalkan saya ke Amien Rais (Ketua Umum PAN). Waktu itu begitu terpeseonannya saya melihat keberanian Amien Rais. Setelah kenalan, akhirnya menjadi dekat. Setiap kali ke luar negeri, pasti saya diajak untuk menemani Pak Amien. Nah mulai dari itu, akhirnya pada Pemilu legislatif tahun 2004, saya diminta maju sebagai calon anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Barat 3 meliputi Sukabumi dan Cianjur. Waktu proses pencalonan, saya di Amerika, saya pulang tahu bahwa nomor urut saya 2. Mulanya tidak mau tapi karena Pak Amien bilang, kerja saja, siapa yang suara terbanyak dia yang ditetapkan. Saya fait, dapat suara terbanyak. Setelah berjalan koc tidak ada tanda-tanda seperti yang diucapkan Pak Amien. Daripada karena masalah yang sepele hubungan jadi jelek, maka saya memutuskan untuk bergabung dengan Partai HANURA pada tahun 2006. Sebelum pindah, saya pamitan dengan Pak Amien. Meski sudah pindah, sikap dan hormat saya tidak akan berubah kepada Pak Amien.

Mengapa mau jadi politisi?
Mungkin ketika saya berada dalam sistim, saya dapat berbuat lebih baik lagi. Dengan masuk dalam sistem, saya menyambung aspirasi rakyat. Saya bisa melakukan sesuatu untuk masyarakat NTT, lebih khusus lagi Pulau Rote. Saya punya jaringan yang luas ditingkat pusat sehingga dalam membawa aspirasi tidak tersendat-sendat. Saya akan kritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Selama saya masih ada di luar struktur suara saya tidak pernah digubris. Untuk itu saya harus berada dalam struktur agar dapat terlibat langsung. Negara ini membutuhan pemikir-pemikir atau jiwa-jiwa muda yang kuat untuk memulihkan kembali bangsa ini. Kita memang tidak bisa merubah semudah membalik telapak tangan. Tapi setidaknya kita dapat merubah sedikit demi sedikit. Dan kita mulai dari hati nurani. Selama ini banyak yang selalu memberikan janji-janji. Tapi ketika sudah duduk dia lupa. Saya kira kita harus memberikan pemahaman politik kepada masyarakat, memilih orang yang tidak punya uang tapi hatinya benar-benar ingin berjuang. Memilih harus dengan hati nurani.

Apakah keputusan berpolitik didukug keluarga ?
Keluarga cukup mendukung. Awalnya, istri anak-anak suka persoalkan, karena waktunya lebih banyak untuk urusan politik. Kalau sebelum terjun ke politik, punya waktu untuk keluarga. Makan dan nonton bersama. Sekarang, hari libur dipakai untuk menemui konstituen. Memang agak tersita tapi lama kelamaan istri dan anak-anak memahami.

Pengusaha dan politisi itu sangat dekat dengan godaan. Bagaimana Anda menjaga harmonisasi keluarga ?
Memang, banyak godaan. Apalagi, umur masih mudah, duit punya dan tampang juga ada. Tapi saya senantiasa menjaga karena dibekali dengan nilai-nilai agama yang baik. Saya benar-benar selalu membuat pagar-pagar agar jangan sampai tergelincir, yaitu ikut pengajian. Istri dan anak saya ajak. Jadi kalau ada godaan, syukurlah saya bisa atasi. Saya bisa jaga diri.

Banyak pengusaha terjun ke dunia politik dengan tujuan memperkuat bisnisnya. Tanggapan Anda?
Tanpa menjadi anggota Dewan pun bisnis saya berjalan baik. Karena banyak bisnis saya tidak terkait dengan pemerintah, lebih mengandalkan kekuatan pasar. Salah satu contohnya adalah bisnis air minum (Ades), tidak ada kaitannya dengan pemerintah. Saya membuat industri dan produknya dijual ke pasar. Ini yang lebih kuat. Saya tidak mau gunakan fasilitas pemerintah karena memang tidak ada naluri ke situ.

Apa obsesi Anda?
Sebagai seorang anak muda, tentu punya cita-cita. Ada yang masih harus saya raih.
Satu saat ya....tidak hanya sekedar dilantik di Senayan, tapi dilantik di Istana. Saya ke Jakarta tanpa keluarga bisa koc, masa yang itu tidak bisa! Dengan networking yang luas, saya yakin bisa melobi masuk dalam tingkat elit. Saya yakin bisa menerobos. Namanya juga cita-cita, siapa tau seorang anak nelayan dari Rote dilantik di Istana, ha...ha...ha... Untuk bisa sampai kesana, saya harus berbuat baik untuk kebaikan banyak orang sehingga pada akhirnya orang menyukai saya. Ini yang saya jaga. Kalau orang sudah suka maka pada saatnya nanti orang memilih, tentunya setelah mereka menilai dari sikap, tingkah laku termasuk kehidupan rumah tangga. Kalau kehidupan rumah tangganya berantakan, mana bisa dia urus yang lebih besar? Itu cermin. Kebetulan, saya punya keluarga yang harmonis. (alfons nedabang/pk edisi Minggu, 8 Maret 2009 hal 3)


Biofile
Nama : Saleh Husin, SE, M.Si
Tempat / tgl lahir : Rote, 16 September 1963
Alamat : Jl. Mimosa Raya Blok M-5 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Hobby : Membaca, main golf dan main futsal

Keluarga
Istri : Andresca, SE
Anak : - Sadenzca Haniyah Putri (14)
- Andzal Rizky Putra (11)
- Deezal Annabel Putri (5)

Pendidikan
- SD Negeri-1 Baa, Rote (1975)
- SMP Negeri-1 Baa, Rote (1979)
- SMA Palapa, Kupang (1982)
- Fakultas Ekonomi, Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta (1996)
- Magister Administrasi Publik, Unkris Jakarta (2007)

Pengalaman Berorganisasi
- Penasehat Forum Pemuda Kupang - Jakarta (FPKJ)
- Direktur The Amien Rais Centre 2003 - 2004
- Anggota MPP DPW PAN NTT 2003 - 2005
- Deputi Logistik & Perjalanan, Team Kampanye Pusat Capres Amien Rais รป Siswono 2004
- Ketua Gerakan Pro SBY dan JK, NTT pada Pilpres Ke-2 2004
- Anggota Persatuan Golf Maritim Indonesia (PGMI) 1996 - Sekarang
- Anggota Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 2005 - Sekarang
- Ketua Paguyuban Buncit Indah, Jakarta 2006 - Sekarang
- Wakil Sekjen DPP Partai HANURA 2007 - Sekarang
- Pengalaman lainnya, aktif sebagai narasumber dan peserta dalam berbagai kegiatan seminar.

Tidak ada komentar: